27
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam hal ini adalah Bahan kepustakaan baik di bidang hukum maupun bahan
pendukung di luar
bidang hukum non hukum seperti Kamus Bahasa Indonesia,
kamus ensiklopedia atau
majalah yang
terkait dengan masalah penelitian ini.
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapat data yang akurat dan relevan baik berupa pengetahuan ilmiah maupun tentang suatu fakta atau gagasan maka pengumpulan data dilakukan dengan
cara sebagai berikut: a. Pedoman Wawancara.
Wawancara mendalam dilakukan secara langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu dengan membuat daftar pertanyaan
sebagai pedoman wawancara dilakukan secara terpimpin agar mendapatkan informasi yang lebih fokus dan menyeluruh sesuai dengan permasalahan yang
di teliti yaitu menghimpun data dengan aktif melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara untuk mendapatkan data primer dari
narasumber yang telah di tentukan yaitu : 1. Kantor Badan Pengusahaan Kota Batam sebanyak 2 dua orang yaitu :
a. Bambang Eko, Kasubdit Legal Badan Pengusahaan Kota Batam. b. Bambang Marjito, Direktur Alokasi Lahan Badan Pengusahaan Kota
Batam.
28
2. Dinas Tata Kota Batam sebanyak 2 dua orang yaitu : a. Gintoyono, Kepala Dinas Tata Kota Batam.
b. Mustofa,wakil Kepala Tata Kota Batam c. Yani, Bagian Perijinan Dinas Tata kota Batam
3. Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam sebanyak 1satu orang yaitu: Dohar, Kepala Bagian Prasarana Jalan Kota Batam
3. Badan Pertanahan Nasional di Kota Batam dan Medan sebanyak 2 dua orang yaitu :
a. Sugianto Tampubolon, Kepala Seksi Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah HTPT
b. Abd.Rahim Lubis, Pejabat pada Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara
4. Notaris kota Batam dan Medan sebanyak 2 dua orang yaitu : a. Syaifudin, Notaris di Batam
b. Hanugrah, Notaris di Batam c. Agus Setyadi Hadi Susilo, Notaris di Batam
d. Syahril Sofyan, Notaris di Medan 5. Pihak pengembang developer sebanyak 2 dua orang yaitu :
a. Rudi. b. Agus
6. Pengacara di Kota Batam dan Jakarta a. Gempar Soekarnoputra, Pengacara di Jakarta
29
b. Minggus, Pengacara di Batam b. Studi Dokumen.
Yaitu menghimpun
data dengan
melakukan penelaahan
bahan kepustakaandata sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan Bahan non hukum.
5. Analisis Data
Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan selanjutnya di analis secara kualitatif yaitu metode analisa yang
mengelompokan dan menyeleksi data yang di peroleh dari penelitian lapangan
menurut kualitas dan kebenarannya kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang di
ajukan. Kemudian
berdasarkan analisa
tersebut ditarik
kesimpulan dengan
menggunakan metode deduktif. Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan
penginterprestasian secara logis dan sistematis yang menunjukan cara berpikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah
analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang
diteliti.
65
65
HB Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bagian II, Surabaya:UNS Press 1998, Hal 37
30
BAB II PENGATURAN PERMOHONAN ALOKASI LAHAN, PENYERAHAN
FASILITAS UMUM, DAN PEROLEHAN STATUS HAK ATAS TANAH DI ATAS HAK PENGELOLAAN DI KOTA BATAM
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah di lokasi Perumahan di Kota Batam tepatnya di perumahan Plamo Garden dan Taman Harapan
Indah. Perumahan Plamo Garden secara administratif letaknya di Batam Centre dan Perumahan Taman Harapan Indah letaknya di daerah Batu Ampar. Perumahan Plamo
Garden dikelola oleh perusahaan berbadan hukum yaitu PT.Plamo Karya, berkedudukan di Batam. Perumahan Taman Harapan Indah dikelola oleh perusahaan
berbadan hukum yaitu PT.Pratama Dwiniaga Sejati berkedudukan di Kota Batam. Pemilihan lokasi penelitian ini di dasarkan pada pertimbangan bahwa di
perumahan Taman Harapan Indah tersebut ditemukan hal yang khusus yaitu pihak pengembang yang tidak memberikan apa yang menjadi hak konsumen yaitu row
right of way jalan yang tadinya harus menjadi jalan dengan luas yang ditentukan ternyata direncanakan untuk diubah fungsinya menjadi perumahan dan di perumahan
Plamo Garden adalah sebagai contoh pelaksanaan yang sesuai fungsinya dari pihak pengembang.
Hal terpenting yang akan di kaji dan menjadi pertimbangan kuat untuk
melakukan penelitian adalah aspek hukum penyerahan fasilitas umum yang sesuai
30
31
dengan ketentuan yang berlaku sehingga terpenuhinya apa yang menjadi hak masyarakat, terutama masyarakat sebagai Konsumen pembeli perumahan.
Berdasarkan sejarahnya Kota Batam dikembangkan sejak awal tahun 1970 sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh
Pertamina. Berdasarkan Keputusan Presiden No 41 Tahun 1973 tentang Industri Pulau Batam, pembangunan Kota Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah
bernama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam OPDIPB yang dikenal dengan Otorita Batam.
Pengembangan Pulau Batam terbagi dalam beberapa periode dengan penjelasan sebagai berikut:
“Periode pertama yaitu tahun 1971-1976 yaitu sebagai periode persiapan yang di pimpin oleh Dr. Ibnu Sutowo. Periode kedua
yaitu tahun 1976-1978 adalah Periode Konsolidasi di pimpin oleh Prof. BJ. Sumarlin. Setelah itu
adalah periode pembangunan sarana prasarana dan penanaman modal yang berlangsung selama 20 tahun yaitu tahun 1978-1998 yang di ketuai oleh Prof.
Dr. BJ. Habibie. Kemudian Pada tahun 1998-2005 di sebut Periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan
dengan perhatian lebih besar pada kesejahterahan rakyat dan perbaikan iklim investasi. Dan tahun 2005 sampai sekarang adalah Periode Pengembangan
Batam yang ditekankan pada peningkatan sarana dan prasarana, penanaman modal serta kualitas lingkungan hidup yang dipimpin oleh Mustofa Wijaya.
66
Secara geografis Kota batam memiliki letak yang sangat strategis yaitu jalur pelayaran internasional dengan jarak 12,5 mil laut dari Singapura. Selain itu letak
Kota Batam juga dekat dengan Malaysia. Perkembangan jumlah penduduk di Kota Batam adalah sangat pesat. Terbukti dari tahun 1970 yang hanya berjumlah 6000
66
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam, Kota Batam: Development Progress of Batam
Indonesia, edisi pertama 2010, hal 5
32
enam ribu jiwa dan saat ini berkembang menjadi 1.081.527 satu juta delapanpuluh satu ribu lima ratus dua puluh tujuh jiwa.
67
Kota Batam adalah suatu kota yang berbeda kondisinya dengan kota lain di Indonesia di karenakan letak strategis Kota
Batam yang berdekatan dengan luar negeri sehingga menjadi daerah wilayah usaha bonded warehouse atau kawasan berikat yang menjadikan lahirnya Keputusan
Presiden Nomor 41 Tahun 1973 dengan tujuan untuk memperlancar pelaksanaan pengembangan daerah industri. Melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973
dinyatakan bahwa seluruh tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan kepada Otorita Batam
dengan Hak pengelolaan HPL. Ketua Otorita Batam memiliki
wewenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah serta menyerahkan pada pihak ketiga. Hak pengelolaan yang diberikan kepada Otorita
Batam secara parsial diberikan hak guna bangunan HGB dan hak pakai. Namun tetap melakukan pendaftaran tanah di kantor Badan Pertanahan Kota Batam.
68
Dengan pengaturan tersebut menjadikan ada perbedaan dalam prosedur
kepengurusan status hak atas tanah di Kota Batam dengan kota lainnya. Jika di kota lain di Indonesia melalui alas hak adat proses untuk memperoleh sertifikat bisa
langsung ke Badan Pertanahan Nasional tidak demikian dengan di Kota Batam. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 harus di sesuaikan Keputusan Menteri
67
Wikipedia, http:id.wikipedia.orgwikiKota_Batam, Kota Batam, di publikasikan tanggal 26 November 2011, di akses tanggal 03 Januari 2012
68
Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Badan Penguasaan kawasan perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas Batam, Kota Batam: Development Progress of Batam
Indonesia,edisi pertama 2010, hal 7
33
Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.
69
Dalam hubungan kerja antara Otorita Batam dengan Kotamadya Batam, Otorita Batam bertanggung jawab untuk pelaksanaan pengembangan daerah industri
Pulau Batam sesuai dengan perencanaan yang di tetapkan. Walikotamadya memimpin pemerintahan, membina kehidupan masyarakat Kotamadya Batam di
segala bidang dan mengkoordinasikan bantuan dan dukungan untuk pembangunan daerah industri Pulau Batam. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar-
besarnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kehidupan masyarakat maka harus ada kerjasama yang baik antara Otorita Batam dengan Kotamadya Batam.
70
Kerjasama yang di maksud di atur sebagai berikut :
71
1. Rencana Induk pengembangan Daerah Industri Pulau Batam ditetapkan oleh presiden atau usul Ketua Otorita pengembangan Daerah Industri
Pulau Batam. 2. pengembangan Kawasan Daerah Industri Pulau Batam berdasarkan dan
sesuai dengan rencana induk. 3. Izin dan rekomendasi dalam bidang usaha dan pengembangan Industri
diselenggarakan secara fungsional oleh instansi yang bersangkutan kecuali izin dan rekomendasi dalam bidang usaha dan pengembangan
daerah industri
yang menurut
ketentuan di
limpahkan kepada
Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.
4. Otorita pengembangan
Daerah Industri
Pulau Batam
membantu kelancaran pemasukan
sumber pendapatan daerah dan negara yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
5. Pemerintah Kotamadya Batam dan instansi-instansi pemerintah lainnya membantu mewujudkan tercapainya tujuan pemerintah dan perizinan.
69
AP Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem UUPA, Bandung: Mandar Maju 1989 hal 33
70
Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Kotamadya Batam dengan Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, pasal 1-3
71
Ibid, pasal 4
34
6. Walikotamadya Batam bersama Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
secara periodik mengadakan rapat koordinasi
dengan instansi-instansi pemerintah lainya guna
mewujudkan sinkronisasi
program di antara mereka sejauh mengenai pelaksanaan pembangunan sarana, prasarana dan fasilitas lainnya
yang diperlukan dalam rangka pengembangan
fasilitas lainnya yang di perlukan
dalam rangka pengembangan Daerah
Industri Pulau Batam, koordinasi tersebut
dilaksanakan oleh Otorita pengembangan Daerah industri Pulau Batam.
B. Pengaturan Permohonan Alokasi Lahan 1.
Hak Pengelolaan di Kota Batam
Hak pengelolaan merupakan hak atas tanah yang tidak di kenal dalam
Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960. Kebutuhan akan tanah dalam rangka meningkatkan
kegiatan usaha semakin tinggi. Dalam rangka kegiatan tersebut diperlukan suatu hak yang memberikan kewenangan besar kepada pemegang hak
untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan guna keperluan usahanya. Hak Guna Usaha yang di atur pada Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA dirasa tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan kegiatan usaha yang semakin meningkat.
Oleh karena itu pemerintah memberikan suatu hak yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUPA yang dinamakan Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan ini lahir
dan berkembang sesuai dengan perkembangan suatu daerah.
72
72
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta:Sinar Grafika 2007, Hal 147
35
Nama Hak Pengelolaan berasal dari Bahasa Belanda yaitu beheersrecht yang artinya hak penguasaan yang merupakan
perwujudan dari asal-muasal hukum pertanahan di Indonesia secara yuridis di atur di peraturan pemerintah yang isinya :
73
a. Merencanakan peruntukan, penggunaan tanah tersebut b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya
c. Menerima uang pemasukanganti rugi atau uang wajib tahunan. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai negara yang sebagian kewenangan
pelaksanaannya dilimpahkan kepada pemegangnya antara lain instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
PT Persero, Badan Otorita serta badan-badan hukum pemerintah lainnya.
74
Kewenangan tersebut meliputi kewenangan untuk menggunakan tanah untuk keperluan usahanya dan menyerahkan bagian-bagian tanah itu kepada pihak ketiga.
Kewenangan tersebut membuat dikuasainya suatu usaha dalam bidang agraria oleh salah satu pelaku usaha tertentu yang dalam hal ini adalah pemegang Hak
Pengelolaan atau pihak ketiga. Istilah hak pengelolaan berasal dari hak penguasaan yakni hak yang di berikan pemerintah kepada suatu kementrian atau jawatan atau
daerah swatantra untuk keperluan dan peruntukan kepentingan tertentu dari kementrian atau jawatan tersebut.
75
73
Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1953 tentang Hak Penguasaan Tanah-tanah negara
74
http:Gagasan hukum.wordpress.com20100712seputar Hak Pengelolaan, Seputar Hak Pengelolaan, dipublikasikan tanggal 12 Juli 2010, di akses tanggal 20 Juni 2011
75
Peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah negara, pasal 3 jo pasal 4
36
Menurut AP Parlindungan secara langsung Pasal 2 ayat 4 UUPA menyatakan bahwa:
76
“hak menguasai dari negara di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan peraturan pemerintah.”
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 harus disesuaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 11977 tentang Tata Cara Permohonan dan
Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-bagian tanah Hak Pengelolan serta Pendaftarannya dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang
Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang
Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.
77
Di atas hak pengelolaan Lahan HPL masih dapat diletakkan lagi hak atas tanah, antara lain hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, akan tetapi dari
hasil analisa HGB lebih sering diletakkan diatas HPL yang diberikan kepada pihak ketiga yaitu badan hukum atau perorangan, atas dasar perjanjian antara pemegang
HPL dengan pihak ketiga tersebut. Sebagai contoh HGB yang berada di atas HPL diperuntukkan sebagai perumahan yang di kelola oleh pihak pengembang selaku
pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut wajib meminta persetujuan dari pemegang
76
AP Parlindungan, Hak Pengelolaan menurut sistem UUPA, Bandung: mandar Maju 1994, Hal 7
77
Ibid, hal 33
37
HPL sehingga jelas bahwa fungsi persetujuan sebagai kontrol dan tidak bersifat mutlak dari pemegang HPL.
2. Tata Ruang Kota Batam