3.5.3 Hubungan Ikan Kerapu terhadap Habitat Terumbu Karang
1. Analisis kelompok
Cluster Analysis
Analisis digunakan untuk melihat kecenderungan pengelompokan stasiun pengamatan berdasarkan variabel habitat bentik dan variabel populasi ikan
kerapu, serta untuk melihat ada tidaknya keterkaitan antara kondisi habitat dan kondisi populasi ikan kerapu di lokasi penelitian. Analisis dilakukan dengan
menggunakan indeks Bray-Curtis untuk menentukan pola pengelompokan habitat. Data parameter biologi yang digunakan untuk pengelompokan habitat ini adalah
persentase penutukan karang hidup yang diperoleh dari masing-masing stasiun pengamatan Legendre Legendre 1983.
Dimana : D = Indeks Bray-Curtis
Y
i1
Y = nilai data parameter ke-i pada stasiun ke-1
i2
n = jumlah parameter yang dibandingkan = nilai data parameter ke-i pada stasiun ke-2
Pengolahan data untuk analisis kelompok dengan menggunakan paket program XLStat 2010.
2. Analisis korelasi
Koefisien korelasi Pearson atau koefisien korelasi contoh digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara variabel kelimpahan ikan kerapu dengan
variabel habitat persentase tutupan karang.
31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum lokasi penelitian
Teluk Kupang merupakan kawasan pesisir dan laut yang terletak di bagian barat Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan Teluk Kupang
menyimpan berbagai potensi sumberdaya kelautan tropika, dan banyak memberi manfaat bagi masyarakat. Teluk Kupang keberadaannya saat ini ada dalam
wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kupang, Pemerintah Kota Kupang, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Secara geografis Teluk Kupang terletak di antara 9
o
91’ – 10
o
40’ LS dan 123
o
23’ – 123
o
Berdasarkan peta tematik Landsat memberikan gambaran yang jelas sebaran terumbu karang, padang lamun serta substrat pasir di Teluk Kupang dan
sekitarnya. Ekosistem terumbu karang terkonsentrasi di sekitar Pulau Semau dan Pulau Kera serta Teluk Kupang bagian barat; substrat pasir tersebar terutama di
dalam perairan teluk dari Sulamu sampai Pasir Panjang, sedangkan padang lamun tersebar hampir sama dengan ekosistem terumbu karang.
85’ BT.
Menurut ketinggian atau topografi wilayah pesisir Teluk Kupang, memperlihatkan adanya pantai-pantai yang masuk kategori satuan perbukitan
terjal, landai sampai berupa dataran pantai. Pulau Semau bagian barat wilayah pesisirnya termasuk dalam satuan perbukitan landai sedangkan bagian timur
termasuk ke dalam kategori satuan perbukitan terjal. Di perairan Teluk Kupang ditemukan berbagai endapan serta karakteristik
geologis yang berbeda antara satu dengan lainnya yang memberikan gambaran bahwa tipe pantai yang terdapat antara Kota Kupang, Pulau Semau secara
keseluruhan serta wilayah pesisir sampai Tanjung Oisiina adalah tipe pantai II dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Geologi : Aluvium, batu gamping dan breksi 2. Relief : Rendah - tinggi
3. Karakteristik garis pantai : Berpasir, berbatu dan berkoral 4. Proses dominan : pencucian massa, abrasi dan pertumbuhan koral
32 Hasil pengamatan beberapa peneliti menunjukkan bahwa terdapat 2 dua
massa air yang mempunyai karakteristik yang berbeda dan menonjol yaitu massa air dari Samudra Hindia selatan yang ditandai dengan tingginya suhu dan
salinitas air, namun memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah serta massa air dari Laut Banda utara yang memiliki karakteristik sebaliknya. Pertemuan kedua
massa air ini terlihat di sekitar pantai barat Pulau Timor sedangkan pola arus sesaat ternyata lebih dipengaruhi oleh arus pasang surut, hal ini terjadi karena pola
arus ini berbeda antara lokasi yang satu dan lokasi lainnya. Kesuburan perairan tinggi terdapat di beberapa lokasi yang dekat dengan daratan dan memiliki sungai
yang dapat menyumbang nutrient dan zat hara ke perairan sekitarnya seperti Teluk Kupang yaitu diantara Tanjung Barat dan Nunkurus serta wilayah yang
terbatas di sekitar Pulau Semau. Terkait pengelolaan kawasan Teluk Kupang, berasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor : 18Kpts –II1993 tanggal 28 Januari 1993 kawasan Teluk Kupang telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi sebagai Taman
Wisata Alam Laut Teluk Kupang dengan luas kawasan 50.000 Ha, yang terbentang sepanjang pantai Teluk Kupang, termasuk Pulau Burung, Pulau Kera,
Pulau kambing dan Pulau Semau. Sedangkan di dalam rancangan Perda Provinsi NTT Tentang Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk Kupang dan
Wini di Provinsi NTT Bappeda Kabupaten Kupang 2003 dinyatakan bahwa pengeloaaan pesisir dan laut dalam lingkungan kawasan Teluk Kupang akan
diatur dalam perda yang akan ditetapkan tersebut. Pulau-pulau di wilayah Teluk Kupang termasuk dalam ruang lingkup berlakunya Perda tersebut, dimana
pengelolaan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya dilakukan secara menyeluruh berdasarkan satu gugusan pulau-pulau danatau keterkaitan pulau
tersebut dengan ekosistem pulau induk di wilayah Teluk Kupang Bappeda Kabupaten Kupang 2003
Menurut Bappeda Kabupaten Kupang 2003 tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang adalah :
1. Menyusun dan menetapkan kerangka kerja dan prioritas pengelolaan wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang;
33 2. Mengurangi, menghentikan, menanggulangi dan mengendalikan tindakan dari
kegiatan-kegiatan merusak terhadap habitat dan sumberdaya di wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang;
3. Menjamin dan melindungi kondisi lingkungan dan sumberdaya wilayah pesisir dan laut dalam rangka pembangnan di wilayah pesisir dan yang
memperhatikan daya dukung lingkungan; 4. Mendorong kerjasama dan meningkatkan kapasitas pengelolaaan wilayah
pesisir dan laut secara terpadu antara masyarakat lokal, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan;
5. Meningkatkan kapasitas, kemampuan dan kemandirian dalam mengelola wilayah pesisir dan terpadu oleh masyarakat di tingkat pedesaan.
Sedangkan prioritas pengelolaan wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang adalah : 1. Meningkatkan koordinasi pengambilan keputusan melalui proses antar sektor
dalam membuat dan meninjau keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pengelolaaan wilayah pesisir dan laut;
2. Melindungi habitat pesisir dan laut melalui penetapan dan pelaksanaan Daerah Perlindungan Laut atau Taman Laut Provinsi dan KabupatenKota;
3. Meningkatkan keadilan dan partisipasi melalui pengakuan hak masyarakat tradisional;
4. Meningkatkan kapasitas melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan peayanan kepada masyarakat;
5. Memajukan dan mempertahankan sumberdaya perikanan pesisir melalui kegiatan perikanan yang ramah lingkungan;
6. Memperbaiki perencanaan tata ruang melalui prioritas ketergantungan pemanfaatan pada wilayah pesisir dan laut.
Menurut Salean 2004, saat ini Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang dijalankan Program Gerakan Masuk Laut GEMALA yang direncanakan sebagai
program multi years yang dimulai pada tahun 2002 sehingga pemantapannya mencapai kurun waktu 15 tahun. Ditinjau dari pelaksanaannya Program Gemala
menjanjikan kegiatan yang menggunakan pendekatan wilayah, terpadu dan menyeluruh. Tujuan Gemala adalah :
34 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah PAD dan
devisa; 2. Meningkatkan kesempatan kerja dengan memanfaatkan potensi sumberdaya
laut dan pesisir di bidang produksi, jasa wisata bahari, industri pengolahan, pemasaran hasil, penerapan teknologi dan peningkatan sumberdaya manusia.
3. Meningkatkan ketahanan pangan khususnya protein hewani dari ikan Potensi Perikanan tangkap di wilayah Nusa Tenggara Timur meliputi luas
perairan laut sebesar 199.529 km
2
Produksi perikanan tangkap khususnya produksi ikan kerapu di Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2003 sampai dengan 2008 mengalami
peningkatan produksi yaitu dari tahun 2003 produksi sebesar 2.613,1 tonth, 2004 produksi sebesar 2.068,6 tonth, 2005 produksi sebesar 3.105,5 tonha, tahun 2006
tidak ada data, tahun 2007 produksi sebesar 6.018,1 tonth, dan tahun 2008 produksi ikan kerapu sebesar 6.617,1 tonha Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Nusa Tenggara Timur 2009. di luar perairan ZEEI, panjang garis pantai
5.700 km, jumlah yang diperbolehkan ditangkap JBT sebanyak 292.800 ton ikantahun dengan nilai stock potensi lestari MSY sebesar 388.700 tontahun.
Serta jumlah produksi perikanan tangkap pada Tahun 2008 adalah 101.217,08 Ton. Besarnya jumlah potensi sumberdaya ikan ini dapat dikategorikan menurut
klafisikasi jenis ikan yakni : ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar dan ikan demersal serta benih ikan nener, Namun dari semua jenis ikan tersebut yang
merupakan produksi unggulan adalah jenis ikan tuna dan cakalang Pemprov Nusa Tenggara Timur 2009.
4.2 Kondisi Habitat Perairan
Kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya
dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur
hidupnya. Adapun nilai parameter fisika-kimia perairan yang didapatkan dari hasil pengukuran di stasiun pengamatan selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
35 Tabel 6 Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan
No Parameter
Unit ST 1
ST 2 ST 3
ST 4 ST 5
ST 6 ST 7
ST 8 ST 9 1
Suhu
o
27,83 C
26,27 27,50 27
28 28,17 27,67
29 29
2 Salinitas
Ppt 32,80 32,30 32,20 32,70 32,50 32,50 32,50
33 31
3 Kec. Arus
mdt 0,24
0,20 0,16
0,14 0,50
0,37 0,67
0,50 0,37
4 Kecerahan
100 90
85 100
90 100
100 100
90 5
Kekeruhan NTU -
0,10 0,15
- 0,10
- -
- 10
6 pH
- 7,30
7,50 7,00
7,50 7,90
8,20 7,90
7,50 8,00
4.2.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting yang mempengaruhi organisme dalam melakukan aktivitas metabolisme, perkembangbiakan serta
proses-proses fisiologi organisme, karena suhu dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian
sebaran suhu berkisar antara 26,67-29
o
Biota karang sebagai habitat ikan kerapu dapat mentolerir suhu tahunan maksimum sebesar 36-40
C.
o
C dan suhu minimum 18
o
C Thamrin 2006. Sementara, parameter lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kerapu yaitu pada kisaran
suhu antara 24-31
o
Huet 1971 menyatakan fluktuasi harian suhu perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme di dalamnya, fluktuasi suhu air yang terlalu
besar dapat mematikan organisme perairan. Bihsop 1973 menyatakan suhu air dapat merangsang dan mempengaruhi pertumbuhan organisme perairan serta
mempengaruhi oksigen terlarut untuk respirasi. Menurut Boyd Kopler 1979 suhu optimum untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis berkisar antara 25-30
C Lembaga Penelitian Undana 2006.
o
C. Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa suhu di lokasi penelitian
masih berada dalam kisaran yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan biota karang dan ikan kerapu.
4.2.2 Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua korbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh klorida dan
semua bahan organik telah dioksidasi Effendi 2003.
36 Hasil pengukuran salinitas di setiap stasiun pengamatan menunjukan nilai
yang homogen di semua stasiun pengamatan yaitu berkisar antara 31-33
o oo
Tabel 6, dengan nilai salinitas terendah terdapat di Stasiun 9 yaitu Paradiso 31
o oo
dan yang tertinggi terdapat di Stasiun 8 yaitu Pasir Panjang 33
o oo
. Dengan nilai salinitas tersebut di atas sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan ikan kerapu, sebagaimana menurut Lembaga Penelitian Undana 2006 menyatakan bahwa parameter lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan ikan kerapu pada salinitas berkisar antara 30-33
o oo.
Menurut Effendi 2003 bahwa nilai salinitas perairan laut berkisar antara 30-34
o oo
, sedangkan salinitas perairan dimana karang dapat hidup adalah pada kisaran 27-
40
o oo
dengan kisaran optimum untuk pertumbuhan karang adalah 34-36
o oo
4.2.3 Kecepatan Arus
Nybakken 1998 Thamrin 2006. Berdasarkan hasil pengukuran di lokasi penelitian terlihat bahwa salinitas perairan di lokasi penelitian masih dalam
kisaran yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi ikan kerapu dan biota karang sebagi habitat ikan kerapu.
Kecepatan arus pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,14-0,67 mdt Tabel 6, kecepatan arus terendah terjadi di stasiun 4 yaitu Hansisi 0,14 mdt,
sedangkan kecepatan arus yang tertinggi terjadi di stasiun 7 yaitu di Otan. Sedangkan arah arus pada umumnya menuju arah barat hal ini berkaitan erat
dengan musim tenggara pada bulan Mei dan musim timur bulan Juni yang berlangsung pada saat pengukuran.
Adanya arus ini diperlukan untuk tersedianya aliran air yang membawa makanan dan oksigen kelangsungan hidup bagi ikan dan biota karang serta
menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi. Bagi biota karang, penyuplai nutrient terbesar berasal dari zooxanthellae, namun arus diperlukan karang dalam
memperoleh makanan dalam bentuk zooplankton dan oksigen serta dalam membersihkan permukaan karang dari sedimen Thamrin 2006. Bagi biota ikan,
pergerakan air merupakan salah satu faktor fisika yang berperan dalam proses rekrutmen yakni pada tahap penyebaran larva pelagik di perairan laut Cowen
1991.
37
4.2.4 Kecerahan
Kecerahan berhubungan erat dengan kekeruhan karena kecerahan air sangat tergantung pada warna dan kekeruhan. Peningkatan padatan tersuspensi akan
meningkatkan kekeruhan perairan dan sebaliknya akan mengurangi kecerahan perairan. Parameter tersebut merupakan indikasi tingkat produktivitas perairan
sehubungan dengan proses respirasi biota perairan dan kualitas perairan. Kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada
kedalaman tertentu. Hasil pengukuran kecerahan di lokasi penelitian berkisar antara 85-100 Tabel 6, hal ini menunjukan penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan berlangsung baik tanpa hambatan dari bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi di dalam perairan. Sebagaimana dinyatakan oleh Wardoyo
1980 bahwa kemampuan daya tembus cahaya matahari ke perairan sangat ditentukan oleh kandungan bahan organik dan bahan anorganik tersuspensi di
dalam air, kelimpahan plankton, jasad renik dan densitas air. Cahaya matahari sangat diperlukan terutama oleh alga simbion karang zooxanthellae untuk
melakukan fotosintesis, selanjutnya hasil dari fotosintesis dimanfaatkan oleh karang untuk melakukan proses respirasi dan kalsifikasi Hubbard 1997.
Kedalaman penetrasi sinar matahari mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang hermatipik sehingga diduga hal ini juga mempengaruhi penyebarannya
Sukarno 1977. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai kecerahan dan kekeruhan di lokasi
pengukuran berada dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan biota karang sesuai dengan baku mutu air laut yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan
Hidup Kepmen LH No. 512004 tentang Baku Mutu Air Laut yakni masing- masing sebesar 5m dan 5 NTU, sehingga dapat disimpulkan bahwa cukup
tersedia cahaya matahari untuk proses fotosintesis bagi kelangsungan hidup hewan karang.
4.2.5 Kekeruhan
Hasil pengukuran kekeruhan yang diperoleh di lokasi penelitian berkisar antara 0-0,15 NTU Tabel 6, nilai kekeruhan dari seluruh stasiun lokasi
penelitian secara umum berada dalam kisaran yang normal dan sesuai dengan
38 baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan berdasarkan Kepmen LH RI
No. 51 Tahun 2004 yaitu 5 NTU. Hal ini menunjukan bahwa partikel tersuspensi pada perairan tersebut sangat sedikit sehingga kecil kemungkinan terjadinya
penutupan polip pada hewan karang serta penetrasi cahaya matahari dapat berlangsung secara maksimal. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan
dan perkembangbiakan biota laut secara optimum.
4.2.6 pH Derajat Keasaman
Derajat keasaman pH perairan hasil pengukuran di semua stasiun lokasi penelitian berkisar antara 7,00-8,2 Tabel 6, nilai pH terendah terdapat di stasiun
3 Pulau Kambing 7,00, sedangkan tertinggi di stasiun 6 Uiasa yaitu sebesar 8,2. Derajat keasaman adalah salah satu faktor yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan biota laut. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah Effendi 2003.
Menurut baku mutu air laut yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, kisaran pH air laut bagi biota laut adalah 7-8,5. Sementara Lembaga
Penelitian Undana 2006 menyimpulkan bahwa kisaran pH yang cocok bagi pertumbuhan ikan kerapu adalah 7,8-8, hal ini sangat sesuai dengan hasil
pengukuran di lokasi penelitian.
4.3 Kondisi Terumbu Karang
4.3.1 Persentase tutupan karang
Komposisi persen tutupan substrat bentik di lokasi pengamatan cukup beragam antar stasiun pengamatan Lampiran 2. Komposisi substrat dasar pada
masing-masing stasiun penelitian terdiri atas tutupan karang hidup hard coralsHC, karang mati dead coralsDC, algae, biota lainnya dan abiotik
English et al. 1997. Persentase penutupan karang keras HC berkisar antara 10,67-70,33 dengan rerata persentase penutupannya adalah 38,85.
Persentase penutupan karang mati DC berkisar antara 0,00–33,33 dengan rerata persentase penutupannya adalah 18,96. Persentase penutupan alga
39 berkisar antara 0,00 -2,33 dengan rata-rata 0,52, sedangkan penutupan biota
lainnya berkisar antar 0,00-71,00, dengan rata-rata persentase penutupannya sebesar 22,96, dan penutupan abiotik berkisar antara 3,33-43,33, dengan rata-
rata 19,33. Gambar 6.
Gambar 6 Persentase penutupan substrat dasar : karang hidup hard corals, karang mati dead corals, alga, biota lainnya dan abiotik.
Menurut Gomes Yap 1988 berdasarkan persentase tutupan karang hidup, maka kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian terdiri dari kategori
rusak adalah di Hansisi dengan persentase karang hidup sebesar 10,67 dan Tanjung Uikalui yaitu sebesar 18,00, kategori cukupsedang adalah di Pulau
Kambing dengan persentase tutupan karang hidup sebesar 30,00, Otan sebesar 34,33, di Bolok sebesar 38,67, di Uiasa sebesar 48,00 dan di Tanjung
Kelapa sebesar 49.67, Sedangkan kategori baik adalah di Paradiso persentase tutupan karang hidup sebesar 50, dan di Pasir Panjang sebesar 70,33 Gambar
7.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST1 ST2
ST3 ST4
ST5 ST6
ST7 ST8
ST9 T
u tu
p a
n
Stasiun Penelitian Karang Hidup
Karang Mati Others Biota
Alga Abiotik
40
Gambar 7 Persentase tutupan kelompok karang hidup.
Kelompok karang hidup merupakan komponen substrat bentik yang memiliki persentase tertinggi di daerah penelitian yaitu dengan rerata persen
tutupannya sebesar 38,85. Kategori terumbu karang dengan kondisi rusak di Hansisi dan Tanjung Uikalui, Desa Hansisi dan Tanjung Uikalui berada di
Kecamatan Semau yaitu ada di Pulau Semau. Keberadaan ekosistem terumbu karang di kedua daerah tersebut rusak diduga di pengaruhi oleh aktivitas manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktifitas manusia yang bersifat destruktif terjadi secara langsung di dalam area terumbu karang dapat berakibat
terjadinya kerusakan fisik, antara lain penambangan karang, pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan
penggunaan racun sianida, lego jangkar perahukapal anchoring serta aktivitas penyelaman yang tidak profesional. Kerusakan ekosistem terumbu karang karena
aktifitas manusia yang terjadi secara tidak langsung, berakibat menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain
adalah limbah industri, limbah rumah tangga dan pembukaan hutan. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan warga yang berprofesi sebagai
nelayan menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di daerah Hansisi, Tanjung Uikalui, Otan dan Uiasa Desa di Pulau Semau pada umumnya
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST1 ST2
ST3 ST4
ST5 ST6
ST7 ST8
ST9 T
ut upa
n
Stasiun Penelitian
41 disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan cara pengeboman. Hal
disebabkan lemahnya pengawasan serta sosialisasi tentang pentingnya sumberdaya ekosistem terumbu karang dari instansi terkait.
Keberadaan sumberdaya terumbu karang yang tidak jauh dari pinggiran pantai memudahkan manusia terutama masyarakat pesisir dan nelayan untuk
setiap saat dapat mengeksploitasi sumberdaya tersebut dengan berbagai bentuk kegiatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan di terumbu karang berupa wisata
bahari, penangkapan ikan, penambangan karang untuk batu kapur untuk bahan bangunan, tempat penambatan jangkar kapal dan bentuk pemanfaatan lainnya.
Dalam pemanfaatan terumbu karang kadangkala masyarakat jarang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena
terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan manfaat terumbu karang. Akibat dari pola pemanfaatannya yang kurang bijaksana akan membawa
dampak negatif terhadap terumbu karang dan biota-biota penghuninya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kategori terumbu karang dengan kondisi baik adalah berada di daerah Pasir Panjang dan Paradiso, kedua daerah ini berada di Teluk Kupang, hal ini di
sebabkan terumbu karang yang terletak di sepanjang Teluk Kupang luput dari aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan
menggunakan bahan peledak. Karena letaknya yang berada di Teluk Kupang, maka pengawasan atau patroli oleh instansi terkait selalu dilaksanakan secara
intensif sehingga para nelayan pengebom menghidar dari aktivitas tersebut dan melakukan pengeboman di daerah yang jauh dari Teluk Kupang.
Aktivitas penangkapan ikan dengan dengan menggunakan bom blast fishing merupakan faktor utama dari kerusakan ekosistem terumbu karang di
Kawasan Teluk Kupang dan Pulau Semau yang dicirikan dengan banyaknya tutupan karang mati berupa patahan karang. Aktani 2003 menyimpulkan bahwa
tutupan karang mati berupa patahan karang yang mendominasi tutupan substrat bentik di zona inti dan zona pemanfaatan TNL-KS merupakan dampak dari
aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom. Kerusakan karang tersebut dapat dilihat dari persentase abiotik di daerah Hansisi sebesar 43 yang
didominasi oleh patahan karangrubble 43, Tanjung Kelapa 31 dengan
42 persentase patahan karang 31, Pulau Kambing persentase abiotik sebesar 28
terdiri dari patahan karang 13, pasir 12 dan batu 2,33. Bolok persentase abiotik sebesar 21,67 terdiri dari patahan karang sebesar 15,67 dan pasir 6.
Di daerah Tanjung Uikalui persen tutupan abiotik sebesar 3,33 dan didominasi oleh patahan karang sebesar 3,33, sedangkan di daerah Otan persen tutupan
abiotik sebesar 19,33 tetapi didominasi oleh pasir sebesar 19,33 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 2.
Gambar 8 Persentase tutupan kelompok abiotik.
Persentase tutupan karang mati berkisar antara 0,00-31,33, persen tutupan karang mati tertinggi di Pulau Kambing sebesar 33,33, dan terendah di
Hansisi yaitu sebesar 0,00. Ditinjau lebih jauh terhadap kelompok karang mati, terlihat bahwa komponen karang mati beralga DCA mendominasi disemua
lokasi dengan kisaran 0,00-33,33. Sedangkan untuk karang mati baru DC berkisar antara 0,00-2,00, hanya terdapat di 1 satu stasiun pengamatan yaitu
di Paradiso sebesar 2,00, sedang 8 delapan stasiun pengamatan pengamatan lainnya tidak terdapat karang mati baru dalam artian persentase tutupan karang
mati baru 0,00 Gambar 9 dan Lampiran 2. .
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
31.00 21.67 28.00 43.33 3.33 7.67 19.33 0.00 14.00
ST 1 ST 2
ST 3 ST 4
ST 5 ST 6
ST 7 ST 8
ST 9 P
er se
n T
ut upa
n
Stasiun Pengamatan
Sand Rabble
Silt Water
Rock
43
Gambar 9 Persentase tutupan karang mati beralga DCA dan karang mati DC. Tingginya kerusakan terumbu karang di Pulau Kambing yaitu sebesar
33,33 dengan komposisi utama karang mati beralga hal ini patut diduga bahwa Pulau Kambing merupakan bekas tempat aktivitas penangkapan ikan dengan
menggunakan bom yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat, terbukti di daerah tersebut persentase karang mati baru 0,00, sedangkan patahan karang
akibat dari ativitas pengeboman ikan sudah ditumbuhi alga. Hal ini dimungkinkan karena di sekitar Pulau Kambing pada saat ini banyak terdapat aktivitas budidaya
kerang mutiara yang dikelola oleh pemodal asing, sehingga para pengebom ikan pindah ke tempat lain.
Kelompok biota lainnya merupakan komponen substrat bentik yang menempati urutan tertinggi kedua setelah karang hidup yaitu biota lainnya dengan
rerata persen tutupannya sebesar 22,96 di tempat penelitian. Persentase tertinggi tutupan biota lainnya di Tanjung Uikalui sebesar 71,00 dan yang terendah di
Tanjung Kelapa sebesar 0,00. Bila kita lihat lebih dalam bahwa komponen penyusun biota lainnya yang mendominasi hampir seluruh stasiun adalah soft
coral SC, kecuali di Tanjung Kelapa dan Pulau Kambing. Selengkapnya dapat kita lihat pada Gambar 10 dan Lampiran 2.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T
ut upa
n
Stasiun Pengamatan Karang Mati
DC Karang Mati
Beralga DCA
44
Gambar 10 Persentase tutupan biota lainnya. Tingginya persentase tutupan soft coral di stasiun Tanjung Uikalui
71,00, kemudian disusul Hansisi 45,00 dan Otan 41,00 , hal ini diduga karena daerah tersebut adalah daerah yang ada di kawasan Pulau Semau, dimana
terumbu karang di kawasan tersebut hampir seluruhnya rusak akibat aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom, dan sudah lama ditinggalkan oleh
nelayan pengebom, sehingga soft coral sebagai biota pioneer akan tumbuh mendominasi daerah tersebut.
Komponen penyusun substrat bentik berupa alga merupakan komponen yang paling rendah atau paling sedikit tumbuh di semua stasiun penelitian, yaitu
berkisar antara 0,00-2,33 dengan rerata persentase penutupannya sebesar 0,52. Stasiun tertinggi persentase tutupan alganya ada di Pulau Kambing, dan
terendah ada di Bolok, Tanjung Uikalui, Hansisi, Uiasa, Pasir Panjang dan Paridiso yang masing-masing sebesar 0,00 Gambar 11 dan Lampiran 2.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T
ut upa
n
Stasiun Penelitian Soft Coral SC
Sponge SP Zoanthids ZO
Others OT
45
Gambar 11 Persentase tutupan alga.
Persetase tutupan alga di semua stasiun penelitian rendah, hal ini diduga banyaknya komunitas ikan herbivore yang memiliki peran ekologi sangat penting
dalam mengontrol pertumbuhan alga. Hasil pengamatan terhadap komunitas kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang, ikan kelompok herbivore hampir
mendominasi di semua stasiun pengamatan.
4.3.2 Indeks mortalitas karang
Indeks mortalitas IM menunjukkan rasio perubahan karang hidup menjadi karang mati. Nilai indeks mortalitas yang mendekati 0 nol menunjukkan bahwa
tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati 1 satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang
hidup menjadi karang mati. Indeks kematian karang di lokasi penilitian berkisar antara 0,00-0,53
dengan rerata nilai indeks mortalitas sebesar 0,32, seperti ditunjukan pada Gambar 12.
0,00 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
ST 1 ST 2
ST 3 ST 4
ST 5 ST 6
ST 7 ST 8
ST 9 T
ut upa
n
Stasiun Penelitian
46
Gambar 12 Indeks mortalitas tutupan karang di lokasi penelitian.
Nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di stasiun 3 Pulau Kambing yaitu dengan nilai indeks mortalitas sebesar 0,53 dan terendah di stasiun 4 Hansisi.
Secara umum dengan nilai indeks mortalitas di lokasi penelitian berkisar antara 0,00-0,53 hal ini menunjukan bahwa tidak ada perubahan yang berarti
bagi karang hidup, sehingga terumbu karang di lokasi penelitian masih mampu pulih kembali bila tekanan yang menyebabkan kerusakan terumbu karang dapat
diperkecil. Berbagai upaya pengawasan yang intensif dan penegakan hukum yang tegas terhadap cara-cara penangkapan ikan yang bersifat destructive
pengeboman sangat diperlukan untuk melindungi kawasan terumbu karang di Teluk Kupang serta upaya revitalisasi Kawasan Teluk Kupang sebagai kawasan
Taman Wisata Laut dengan membuat batas-batas yang jelas zonasi pada zona konservasiinti, zona penyangga dan zona pemanfaatan.
4.4 Kondisi Ikan Karang dan Kerapu
4.4.1 Kondisi Ikan Karang
Dari hasil visual sensus di lokasi penelitian dari 9 stasiun terdapat 37 famili ikan karang, 234 spesies ikan karang dan 2.110 individu ikan karang, dengan
tingkat keanekaragaman ikan karang menurut Indeks Shannon sebesar 4,75. Hal ini menunjukan bahwa ikan karang di lokasi penelitian termasuk kategori
- 0,10
0,20 0,30
0,40 0,50
0,60
ST1 ST2
ST3 ST4
ST5 ST6
ST7 ST8
ST9 In
de ks
m o
rt al
it as
Stasiun penelitian
47 keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis tinggi, kestabilan
komunitas tinggi dan tekanan ekologi yang rendah. Dari 2.110 jumlah individu ikan karang yang tercatat selama penelitian ada 5 kelompok terbesar ikan karang
yang mendominasi di tempat penelitian, yaitu ikan dari famili Pomacentridae 855 individu, Labridae 308 individu, Chaetodone 181 individu, Acanthuridae 147
individu dan Caesionidae 134 individu. Gambar 13 adalah jumlah dan komposisi dari 5 kelompok terbesar ikan karang hasil visual sensus di lokasi
penelitian.
Gambar 13 Jumlah dan komposisi dari 5 kelompok terbesar ikan karang yang mendominasi di lokasi penelitian.
Berdasarkan gambar 13 terlihat jelas bahwa ikan famili Pomacentridae ditemukan dalam jumlah yang sangat besar hal ini disebabkan dari sifat ikan
famili Pomacentridae mempunyai sifat yang mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berbeda serta ikan famili ini termasuk ikan omnivore yaitu
pemakan semua jenis yaitu memakan berbagai jenis invertebrata, zooplankton dan alga Fishbase 2010, sehingga sangat mungkin ikan ini ditemukan dalam jumlah
besar. Labridae sebagai kelompok kedua terbesar ditemukan umumnya menyukai
struktur terumbu karang yang kompleks yang mampu menyediakan tempat tinggal bagi berbagai ukuran dan kelompok invertebarta. Labridae umumnya sebagai
karnivor dengan memakan hewan-hewan invertebrata seperti krustase, dan molluska serta ikan-ikan kecil Fishbase 2010.
20 40
60 80
100 120
140 160
180
Chaetodone Acanthuridae Pomacentridae Caesionidae
Labridae ST 1
ST 2 ST 3
ST 4 ST 5
ST 6 ST 7
ST 8 ST 9
48 Chaetodontidae sebagai kelompok terbesar ketiga diketahui memiliki
berbagai variasi makanan mulai dari karang, plankton, invertebarata, spons dan berbagai jenis alga Fishbase 2010, sehingga famili ikan ini ditemukan hampir di
semua stasiun penelitian. Acanthuridae merupakan kelompok terbesar keempat dari ikan karang yang
ditemukan di lokasi penelitian. Kelompok ikan ini merupakan ikan herbivore karena memakan alga yang menutupi batuan dan karang di dasar perairan. Adanya
alga di terumbu karang dapat mendukung ikan-ikan herbivore Fishbase 2010. Caesionidae sebagai kelompok terbesar kelima yang ditemukan selama
penelitian merupakan ikan jenis plaktivore yaitu ikan pemakan jenis plankton zooplankton Kuiter 1992 dan ikan ini ditemukan dalam jumlah besar karena
sifatnya yang schooling bergerombol dalam mencari makan. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem unik perairan tropis dengan
tingkat produktifitas dan keanekaragaman biota yang sangat tinggi. Peranan biofisik ekosistem terumbu karang sangat beragam, diantaranya sebagai tempat
tinggal, tempat berlindung, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi beragam biota laut, di samping berperan sebagai penahan gelombang dan ombak
serta sebagai penghasil sumberdaya hayati yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan karang adalah salah satunya. Terumbu karang mendukung keanekaragaman yang
tinggi pada komunitas ikan karang. Struktur komunitas dapat ditujukan pada struktur biologi dari suatu komunitas, yang meliputi komposisi jenis, kelimpahan,
perubahan temporal dan hubungan antar spesies dalam suatu komunitas. Secara umum, ikan karang akan menyesuaikan pada lingkungannya. Setiap
spesies memperlihatkan preferensikecocokan habitat yang tepat yang diatur oleh kombinasi faktor ketersediaan makanan, tempat berlindung dan variasi parameter
fisik. Sejumlah besar spesies ditemukan pada terumbu karang adalah refleksi langsung dari besarnya kesempatan yang diberikan habitat Allen Steene 1996
in httpwww.goblue.or.id.
49
4.4.2 Kondisi Ikan Kerapu
1. Kelimpahan Ikan Kerapu
Dari hasil visual sensus yang dilakukan di semua stasiun pengamatan selama penelitian, terdapat 4 genus dan 10 spesies ikan kerapu. Dari 4 genus ikan
kerapu yang diamati adalah : Aethaloperca sp., Cephalopholis sp., Chromileptes sp., Chromileptes sp., sedangkan 10 spesies ikan kerapu yang berhasil diamati
yaitu : Aethaloperca roga, Cephalopholis cyanostigma, Cephalopholis argus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis urodeta, Chromileptes altivalis,
Epinephelus fuscoguttatus, Epinephelus merra, Epinephelus fasciatus dan Epinephelus ongus.
Kelimpahan ikan kerapu di setiap stasiun pengamatan berdasarkan hasil visual sensus berkisar antara 40–440 ekorha Tabel 7. Intensitas kemunculan
tertinggi ditemukan di stasiun pengamatan Pasir Panjang yaitu sebesar 440 ekorha sedangkan yang terendah di stasiun pengamatan Hansisi dan Pulau
Kambing yaitu masing-masing sebesar 40 ekorha.
Tabel 7 Kelimpahan dan keanekaragaman ikan kerapu hasil visual sensus di lokasi penelitian.
Spesies Kerapu Stasiun Pengamatan
ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST 7 ST 8 ST 9
Aethaloperca roga 1
Cephalopholis cyanostigma
1 1
Cephalopholis argus 1
Cephalopholis miniata 2
Cephalopolis urodeta 2
2 2
2 1
1 Chromileptes altivalis
1 Epinephelus
fuscoguttatus 2
1 1
1 1
3 Epinephelus merra
2 1
2 2
Epinephelus fasciatus 1
2 2
Epinephelus ongus 1
2 1
2
Jumlah Individu 8
6 1
1 5
3 4
11 5
Jumlah Spesies 5
5 1
1 3
2 3
6 3
Kelimpahan indHa 320
240 40
40 200
160 160
440 200
50 Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa lokasi Pasir
Panjang Stasiun 8, ditemukan kelimpahan ikan kerapu yang paling tinggi di bandingkan dengan stasiun lainnya, hal ini mengindikasikan bahwa daerah di
Pasir Panjang masih baik untuk mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan kerapu dan biaota lainnya, hal ini patut diduga bahwa
kondisi terumbu karang di Pasir Panjang adalah yang terbaik di semua lokasi penelitian, Menurut Gomes Yap 1998 terumbu karang di Pasir Panjang
termasuk dalam kategori “baik” dengan persentase tutupan karang hidup sebesar 70,33. Dengan kondisi terumbu karang sedemikian rupa merupakan kondisi
yang ideal untuk mendukung penuh kehidupan biota laut ikan yang berfungsi sebagai tempat feeding ground, spawning ground dan nursery ground. Stasiun
pengamatan Pulau Kambing dan Hansisi adalah stasiun dengan kelimpahan ikan kerapu terendah dibandingkan stasiun pengamatan lainnya, hal ini disebabkan dari
kondisi habitat terumbu karang di daerah tersebut yang sudah mengalami kerusakan yang diakibatkan dari pola penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan yaitu dengan menggunakan bahan peledak bom yang dilakukan secara massive dan intensif. Sehingga fungsi terumbu karang sebagai habitat,
tempat mencari makan dan tempat perlindungan bagi komunitas ikan akan rusak dan mengakibatkan kelimpahan ikan kerapu menjadi kurangsedikit. May 2003
menyatakan bahwa aktivitas penangkapan menjadi penyebab utama penurunan jumlah ikan piscivore dan ikan komersial di sekitar lokasi studi di Pulau
Kaledupa, Wakatobi. Aethaloperca roga biasa disebut redmouth grouper, ikan kerapu ini hidup di
daerah terumbu karang dengan kedalaman 1-60 meter, sering berada di celah- celah karang. Makanan ikan kerapu ini adalah ikan dan krustase. Heemstra
Randall 1993. Epinephelus fucoguttatus banyak dikenal dengan nama kerapu macan
merupakan spesies ikan kerapu yang hidup di daerah terumbu karang dan bebatuan di dasar perairan, hidup hingga kedalaman 60 m, kerapu muda juvenile
banyak ditemukan di daerah padang lamun, setelah dewasa akan beruaya ke daerah terumbu karang. Makanan spesies kerapu ini adalah ikan, crabs dan
cephalopods. Panjang maksimal ikan kerapu ini bisa mencapai 95 cm, tetapi di
51 Philipina dtemukan sampai dengan ukuran 120 cm. Masuk dalam daftar IUCN
Red List Status Heemstra Randall 1993. Epinephelus ongus biasa disebut White-strake grouper, hidup di daerah
pantai dan terumbu karang serta daerah payau, hidup di kedalaman sampai dengan 20 meter. Total panjang yang diketemukan sampai dengan 40 cm. Masuk dalam
daftar IUCN Red List Status Fishbase 2010. Epinephelus merra jenis ikan kerapu yang berasosiasi dengan ekosistem
terumbu karang pada kedalaman sampai dengan 0,5-50 m, makanan ikan kerapu ini adalah ikan dan krustase. Panjang ikan sampai dengan 31 cm Fishbase 2010
Epinephelus fasciatus hidup berasosiasi dengan terumbu karang dan perairan payau, dengan kedalaman 4-160 m, total panjang tubuh 40 cm. Makanan
utama ikan ini adalah ikan, kepiting, udang dan cumi-cumi. Masuk dalam daftar IUCN Red List Status Heemstra Randall 1993.
Cephalopolis miniata disebut juga Miniata grouper, Coral cod, terdapat di perairan laut tropis, Indo-barat dan Pasifik tengah. Habitat hidup berassosiasi
dengan terumbu karang, merupakan ikan non-migratory, hidup pada kedalaman 2-150 m. Makanan utamanya ikan 80, jenis Pseudanthias squamipinnis dan
krustase. Panjang total ikan kerapu ini bisa mencapai 45 cm, dan merupakan ikan ikan hias karena keindahan dari bentuk dan warna tubuhnya Fishbase 2010.
Cephalopolis urodeta hidup di daerah terumbu karang dengan kedalaman 1- 60 m, panjang mencapai 28 cm, serat makanan ikan kerapu ini adalah ikan kecil
dan krustase Fishbase 2010. Cephalopolis cyanostigma hidup di daerah terumbu karang dengan kedalaman 1-50m, makanan utama ikan dan krustase, panjang
tubuh ikan bisa mencapai 40 cm. Masuk dalam daftar IUCN Red List Status Fishbase 2010.
Cephalopolis argus dikenal dengan nama Blue-spotted Grouper, Peacock Hind, Peacock Grouper atau Peacock Rockcod. Panjang maksimal tubuhnya bisa
mencapai 60 cm. Makanan utama adalah ikan, cephalopods Fishbase 2010. Cromileptes altivalis merupakan jenis ikan kerapu yang dikenal dengan
sebutan Kerapu Bebek, Barramundi Cod Australia, Humpback grouper atau Panther Grouper. Ikan ini memiliki sifat protogony hermaphrodite, yaitu berubah
kelamin dari betina menjadi jantan Heemstra Randall 1993.
52
2. Struktur ukuran