Ekosistem Terumbu Karang TINJAUAN PUSTAKA

8 agregasi tersebut pada saat tidak dalam masa reproduksi Domeier Colin 1997. Banyak ikan karang konsumsi berkumpul dalam jumlah besar pada lokasi, musim dan fase bulan yang spesifik untuk memijah Sadovy 1996. Pada umumnya lokasi dan waktu agregasi selalu tetap pada jangka waktu yang lama sehingga kumpulan ikan ini menjadi target yang mudah bagi aktivitas penangkapan musiman Sadovy 1997. Jenis ikan kerapu umumnya merupakan hermaprodit protogyni Shapiro1987 in Levin Grimes 1991. Juvenil kerapu biasanya mamiliki jenis kelamin betina dan individu jantan terbentuk pada saat betina dewasa berubah kelamin Levin Grimes 1991. Selanjutnya Levin Grimes 1991 menjelaskan bahwa eksploitasi terhadap lokasi pemijahan massal akan berimplikasi secara nyata terhadap ekologi reproduksi ikan kerapu. Jika individu yang lebih tua dan berukuran besar lebih rentan terhadap penangkapan, maka proporsi jantan dalam populasi akan menurun. Hilangnya individu dewasa menyisakan individu muda yang belum memiliki pengalaman untuk melakukan pemijahan di lokasi pemijahan massal tradisional seperti dilakukan pendahulunya, sehingga lokasi pemijahan massal tersebut dapat menghilang pada akhirnya. Kalaupun lokasi pemijahan tersebut masih berfungsi, penurunan jumlah individu jantan menyebabkan keterbatasan sperma yang dapat mengganggu keberhasilan pemijahan Shapiro et al. 1994 in Levin Gimes 1991.

2.2 Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem dasar laut tropis yang komunitasnya didominasi oleh biota laut merupakan: a tempat tumbuh biota laut tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan berbagai biota laut, dan menjadi sumber protein bagi masyarakat pesisir; b plasma nutfah; c sumber bahan baku berbagai bangunan, perhiasan dan penghias rumah; dan d objek wisata bahari keindahan ekosistem ini dengan keanekaragaman jenis dan bentuk biota, keindahan warna, serta jernihnya perairan yang mampu membentuk perpaduan harmonis dan estetis, sehingga ideal untuk tempat rekreasi laut. Selain itu, ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai pencegah erosi dan mendukung 9 terbentuknya pantai berpasir, serta pelindung pantai dari hempasan gelombang sehingga mampu menjadi pelindung usaha perikanan dan pelabuhan-pelabuhan kecil Dahuri et al. 2001 Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan keanekaragaman jenis biota laut seperti : a. beraneka ragam avertebrata: terutama karang batu stony coral, berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan serta ekinodermata seperti bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan lili laut; b. beraneka ragam ikan : terutama 50–70 ikan karnivora oportunistik, 15 ikan herbivora dan sisanya omnivora; c. reptil seperti ular laut dan penyu laut; d. ganggang dan rumput laut seperti alga koralin, alga hijau berkapur dan lamun Bengen 2001. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh aktifitas hewan karang Filum Cnidaria, Klas Anthozoa, Ordo Madreporaria = Scleractinia dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Struktur bangunan batuan kapur CaCO3 cukup kuat, sehingga koloni karang mampu menahan gelombang air laut, sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian koral adalah algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Menurut Nybakken 1997, pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain adalah : 1. Kedalaman Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0–25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara 50–70 m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulau- pulau. 2. Suhu Temperatur Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23 o C–25 o C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu di bawah 18 o C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36 o C–40 o C. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan 10 terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh suhu. Upwelling sendiri menyediakan persediaan makanan yang bergizi bagi pertumbuhan terumbu karang. 3. Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat CaCO3 serta membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15–20 dari intensitas di permukaan. 4. Salinitas Karang tidak dapat bertahan pada salinitas di luar 32–35 o oo. Namun pada kasus khusus di Teluk Persia, terumbu karang dapat hidup pada salinitas 42 o oo 5. Pengendapan . Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk. Sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran diatas, terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar. Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah pengendapan dimana pengendapan yang terjadi di dalam air atau diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Pertumbuhan terumbu karang akan menjadi terhambat apabila daerah terumbu karang tersebut mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang sangat dominan dalam kerusakan terumbu karang adalah faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan akibat faktor alam bagi terumbu karang terutama disebabkan oleh perusakan tektonik akibat gempa di dasar laut yang menyebabkan tsunami dan mekanik melalui badai tropis yang hebat sehingga koloni terumbu karang tersebut terangkat dari terumbu. Badai bisa memporak-porandakan karang baik di daerah 11 reef flat, reef edge dan reef slope. Peristiwa ini biasanya sangat rawan terutama pada terumbu karang yang letaknya di pantai pulau terpencil yang langsung menuju atau berhadapan ke lautan bebas. Sedangkan kerusakan terbesar kedua adalah adanya fenomena El Nino dimana terjadi peningkatan suhu yang ekstrim sehingga terumbu karang tersebut mengalami proses bleaching. Di samping faktor fisik-kimia, faktor biologis yaitu predator karang diketahui juga tidak kalah pentingnya andil pada kerusakan karang. Bintang laut berduri Acanthaster plancii cukup terkenal sebagai perusak karang di daerah Indo-Pasifik. Selain Acanthaster plancii, beberapa jenis hewan lainnya seperti gastropoda Drupella rugosa, bulu babi Echinometra mathaei, Diadema setosum, dan Tripneustes gratilla, dan beberapa jenis ikan karang seperti ikan kakak tua Scarrus sp., Kepe-kepe Chaetodon sp. dapat mengakibatkan kerusakan pada area terumbu karang Supriharyono 2000. Faktor kerusakan lainnya disebabkan oleh kegiatan manusia secara langsung yang dapat menyebabkan bencana kematian pada terumbu melalui kegiatan penambangan karang batu, penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan kimia beracun, penggunaan jangkar dan eksploitasi berlebihan pada sumberdaya tertentu. Pengeboran minyak lepas pantai, tumpahan minyak baik kecelakaan kapal di laut, kebocoran pipa penyalur atau tumpahan ketika pengisian bahan bakar dapat mengganggu kesehatan karang. Disamping itu kegiatan pertanian dan perkebunan di daerah dataran tinggi dapat menyebabkan sedimentasi di daerah pesisir Supriharyono 2000.

2.3 Kondisi Lingkungan Perairan