Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Ekosistem

15 1. Interaksi langsung, yaitu sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda. 2. Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga. 3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat dari struktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen. Keberadaan ikan karang pada suatu daerah terumbu karang secara langsung dipengaruhi oleh kesehatan terumbu atau persentase penutupan karang hidup yang berhubungan dengan ketersediaan makanan, tempat berlindung dan tempat memijah bagi ikan Sukarno et al. 1983. Distribusi dan kelimpahan komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor biologi dan fisik seperti gelombang, beban sedimen, kedalaman perairan serta kompleksitas topografi rugosity dari substrat terumbu karang Sano et al. 1984; Galzin et al. 1994; Chabanet et al. 1997. Menurut Kuiter 1992, ikan kerapu tergolong ikan karnivora, hidup soliter dan banyak terdapat di daerah terumbu karang serta muara sungai. Kerapu termasuk ke dalam predator yang dominan pada habitat karang dengan makanan utamanya adalah ikan, krustasea dan chepalopoda Heemstra Randall 1993. Menurut Utojo et al. 1999 ikan kerapu hidup secara soliter pada daerah terumbu karang yang berasosiasi dengan jenis Porites sp., Acropora sp., Foliosa, Sponge, Pinctada dan Tridacna. Umumnya ikan kerapu hidup di daerah terumbu karang pada kedalaman 5 – 20 m di semua tipe terumbu karang dengan kategori kondisi yang baik. Ikan kerapu dalam kehidupannya biasanya menetap atau tidak berpindah-pindah sedentary, kebanyakan ikan kerapu macan memanfaatkan lianglobang yang ada di daerah terumbu karang sebagai tempat berlindung Yeeting et al. 2001.

2.5 Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Ekosistem

Terumbu karang menyediakan sumber makanan tidak hanya kepada organisme yang berada disekitarnya, namun merupakan sumber vital bagi ketersedian makanan bagi ratusan juta manusia di dunia. Terumbu karang merupakan sumber utama bagi mata pencaharian penduduk pesisir dan pantas 16 menerima perhatian dari seluruh dunia. Terumbu karang menutupi hampir kurang lebih 1 dari wilayah lautan, terumbu karang juga merupakan tempat hidup bagi hampir 13 spesies ikan laut di dunia Rinkevich 2008, menyediakan sekitar 10 dari total konsumsi ikan oleh manusia. Di samping itu bahwa terumbu karang menjadi fokus utama industri pariwisata Ahmed et al. 2007. Ketika perusakan berlangsung, maka terumbu karang akan kehilangan fungsi ekologi dan biologinya. Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi terumbu karang akibat dari alam dan kegiatan manusia, maka diperlukan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan oleh manusia, agar kerusakan oleh alam dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang dan ikan karang yang berasosiasi di dalamnya dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kelestarian lingkungan. Nikijuluw 2002 menyatakan, bahwa sumberdaya perikanan dapat berupa sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan dan sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Pemanfaatan sumberdaya ikan oleh manusia berhubungan erat dengan kondisi terumbu karang sebagai tempat ikan tersebut tinggal. Adanya interaksi antara sumberdaya ikan, lingkungan perairan dan manusia sebagai pengguna, maka diperlukan sebuah pengelolaan agar ketiga interaksi tersebut dapat berjalan secara seimbang dalam sebuah ekosistem. Artinya pengelolaan sumberdaya ikan adalah penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan manusia sebagai pengguna perairan. Menurut Bengen 2005 bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan yaitu ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa pengelolaan dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati biodiversity, sehingga pemanfaatan dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. 17 Sedang keberlanjutan ekonomi berarti bahwa kegitan pengelolaan dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Mengingat begitu besarnya peranan terumbu karang bagi manusia dan untuk mencegah kerusakannya, maka pengelolaan ekosistem terumbu karang tidak lepas dari beberapa aspek sebagai berikut Supriharyono 2000 : 1. Pertimbangan fisik, pengelolaan ekosistem terumbu karang meliputi area lokasi, kondisi geologis, tipe arus pasang surut utama di daerah tersebut dan gambaran awal lokasi 2. Pertimbangan biologis, meliputi kondisi biota dalam penyebaran, kelimpahan, komposisi; perubahan, indikator kerusakan, indikator pemanfaatan dan eksploitasi; pertimbangan khusus pada lokasi pembesaran atau pemijahan spesies langka yang endemik dan ekonomis. 3. Pertimbangan sosio-ekonomis, meliputi pemanfaatan ekosistem terumbu karang; konflik faktual dan potensial yang akan terjadi diantara pemanfaat. 4. Pertimbangan budaya, meliputi asal usul pemanfaat ekosistem terumbu karang secara tradisional; tradisi pemanfaatan; perubahan konsep pemanfaatan secara tradisional ke modern. Menurut UNESCO 1988 bahwa untuk mempertahankan fungsi dari ekosistem terumbu karang, khususnya produktifitasnya yang tinggi telah dicanangkan suatu strategi pengelolaan terumbu karang dan telah menjadi prioritas dunia yang dikenal sebagai World Consenvational Strategy. Di dalam strategi tersebut bahwa ada lima pendekatan dasar pengelolaan konservasi yaitu: 1. Zonation zoning Penentuan untuk semua, atau bagian spesifik dari area yang dikelola, tujuan khusus penggunaan dan izin masuk yang meliputi: - Preservation zone zona perlindungan, tidak ada akses bagi orang untuk memasuki area tersebut selain dari pengamatan penelitian yang diperbolehkan, area diperuntukkan sebagai sumber genetik. - Scientific Research zone zona penelitian ilmiah, dimana orang dapat diperbolehkan asuk hanya untuk tujuan penelitian yang diizinkan. 18 - Wilderness Zone zona taman laut dimana izin untuk masuk kawasan dibatasi, tetapi tidak diperbolehkan untuk berburu, menangkap ikan dan mengumpulkan. - National Park zone zona taman nasional orang dapat diizinkan untuk masuk tetapi tidak untuk berburu, penangkapan dan pengumpulan. - Recreational Zone zona rekreasi, orang diijzinkan masuk dalam tingkat tinggi dan kontrol tingkat pemburuan, penangkapan ikan dan pengumpulan. - General Use Zone zona penggunaan umum, dimana kegiatan komersial, rekreasi dan mata pencaharian lainnya diperbolehkan dengan kemungkinan pengadaan aturan untuk pengendalian jangka panjang atau melindungi area yang lebih sensitif. 2. Penutupan secara periodik Periodic Closure Hal ini dapat seperti penutupan singkat short-term closure selama sebagian waktu dalam satu tahun misalnya waktu pemijahan dari berbagai spesies, atau penutupan dalam waktu beberapa tahun untuk membuat pulih habitat yang rusak oleh manusia atau fakor alam lainnya. 3. Pembatasan Hasil Yield Constraints Determinasi tingkat pemanfaatan yang diperbolehkan untuk ikan produk lainnya, hal ini bisa seperti: - Memonitor hasil dan pelarangan penangkapan setelah beberapa tangkapan telah didapat atau, - Membatasi jumlah individu atau jumlah dan kapasitas kapal yang diperbolehkan menangkap di area yang dimaksud. 4. Pembatasan Peralatan Equipment Constraints - Pelarangan bahan peledak, racun dan tehnik penangkapan dan panen lainnya yang dapat merusak fisik terumbu karang - Penentuan ukuran mata jaring yang memungkinkan ikan-ikan kecil tumbuh sampai umur siap memijah, - Pelarangan penggunaan jangkar dengan desain tertentu yang sangat merusak. 19 5. Pengurangan dampak Impact Limitations - Penentuan batasan bahan pencemar yang diperbolehkan, - Penentuan jumlah penyelam, reef walkers, jumlah kapal ukuran kecil diperbolehkan.

3. METODOLOGI PENELITIAN