38 baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan berdasarkan Kepmen LH RI
No. 51 Tahun 2004 yaitu 5 NTU. Hal ini menunjukan bahwa partikel tersuspensi pada perairan tersebut sangat sedikit sehingga kecil kemungkinan terjadinya
penutupan polip pada hewan karang serta penetrasi cahaya matahari dapat berlangsung secara maksimal. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan
dan perkembangbiakan biota laut secara optimum.
4.2.6 pH Derajat Keasaman
Derajat keasaman pH perairan hasil pengukuran di semua stasiun lokasi penelitian berkisar antara 7,00-8,2 Tabel 6, nilai pH terendah terdapat di stasiun
3 Pulau Kambing 7,00, sedangkan tertinggi di stasiun 6 Uiasa yaitu sebesar 8,2. Derajat keasaman adalah salah satu faktor yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan biota laut. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5.
Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah Effendi 2003.
Menurut baku mutu air laut yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, kisaran pH air laut bagi biota laut adalah 7-8,5. Sementara Lembaga
Penelitian Undana 2006 menyimpulkan bahwa kisaran pH yang cocok bagi pertumbuhan ikan kerapu adalah 7,8-8, hal ini sangat sesuai dengan hasil
pengukuran di lokasi penelitian.
4.3 Kondisi Terumbu Karang
4.3.1 Persentase tutupan karang
Komposisi persen tutupan substrat bentik di lokasi pengamatan cukup beragam antar stasiun pengamatan Lampiran 2. Komposisi substrat dasar pada
masing-masing stasiun penelitian terdiri atas tutupan karang hidup hard coralsHC, karang mati dead coralsDC, algae, biota lainnya dan abiotik
English et al. 1997. Persentase penutupan karang keras HC berkisar antara 10,67-70,33 dengan rerata persentase penutupannya adalah 38,85.
Persentase penutupan karang mati DC berkisar antara 0,00–33,33 dengan rerata persentase penutupannya adalah 18,96. Persentase penutupan alga
39 berkisar antara 0,00 -2,33 dengan rata-rata 0,52, sedangkan penutupan biota
lainnya berkisar antar 0,00-71,00, dengan rata-rata persentase penutupannya sebesar 22,96, dan penutupan abiotik berkisar antara 3,33-43,33, dengan rata-
rata 19,33. Gambar 6.
Gambar 6 Persentase penutupan substrat dasar : karang hidup hard corals, karang mati dead corals, alga, biota lainnya dan abiotik.
Menurut Gomes Yap 1988 berdasarkan persentase tutupan karang hidup, maka kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian terdiri dari kategori
rusak adalah di Hansisi dengan persentase karang hidup sebesar 10,67 dan Tanjung Uikalui yaitu sebesar 18,00, kategori cukupsedang adalah di Pulau
Kambing dengan persentase tutupan karang hidup sebesar 30,00, Otan sebesar 34,33, di Bolok sebesar 38,67, di Uiasa sebesar 48,00 dan di Tanjung
Kelapa sebesar 49.67, Sedangkan kategori baik adalah di Paradiso persentase tutupan karang hidup sebesar 50, dan di Pasir Panjang sebesar 70,33 Gambar
7.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST1 ST2
ST3 ST4
ST5 ST6
ST7 ST8
ST9 T
u tu
p a
n
Stasiun Penelitian Karang Hidup
Karang Mati Others Biota
Alga Abiotik
40
Gambar 7 Persentase tutupan kelompok karang hidup.
Kelompok karang hidup merupakan komponen substrat bentik yang memiliki persentase tertinggi di daerah penelitian yaitu dengan rerata persen
tutupannya sebesar 38,85. Kategori terumbu karang dengan kondisi rusak di Hansisi dan Tanjung Uikalui, Desa Hansisi dan Tanjung Uikalui berada di
Kecamatan Semau yaitu ada di Pulau Semau. Keberadaan ekosistem terumbu karang di kedua daerah tersebut rusak diduga di pengaruhi oleh aktivitas manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktifitas manusia yang bersifat destruktif terjadi secara langsung di dalam area terumbu karang dapat berakibat
terjadinya kerusakan fisik, antara lain penambangan karang, pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak dan
penggunaan racun sianida, lego jangkar perahukapal anchoring serta aktivitas penyelaman yang tidak profesional. Kerusakan ekosistem terumbu karang karena
aktifitas manusia yang terjadi secara tidak langsung, berakibat menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain
adalah limbah industri, limbah rumah tangga dan pembukaan hutan. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan warga yang berprofesi sebagai
nelayan menyebutkan bahwa kerusakan terumbu karang di daerah Hansisi, Tanjung Uikalui, Otan dan Uiasa Desa di Pulau Semau pada umumnya
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST1 ST2
ST3 ST4
ST5 ST6
ST7 ST8
ST9 T
ut upa
n
Stasiun Penelitian
41 disebabkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan cara pengeboman. Hal
disebabkan lemahnya pengawasan serta sosialisasi tentang pentingnya sumberdaya ekosistem terumbu karang dari instansi terkait.
Keberadaan sumberdaya terumbu karang yang tidak jauh dari pinggiran pantai memudahkan manusia terutama masyarakat pesisir dan nelayan untuk
setiap saat dapat mengeksploitasi sumberdaya tersebut dengan berbagai bentuk kegiatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan di terumbu karang berupa wisata
bahari, penangkapan ikan, penambangan karang untuk batu kapur untuk bahan bangunan, tempat penambatan jangkar kapal dan bentuk pemanfaatan lainnya.
Dalam pemanfaatan terumbu karang kadangkala masyarakat jarang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena
terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan manfaat terumbu karang. Akibat dari pola pemanfaatannya yang kurang bijaksana akan membawa
dampak negatif terhadap terumbu karang dan biota-biota penghuninya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kategori terumbu karang dengan kondisi baik adalah berada di daerah Pasir Panjang dan Paradiso, kedua daerah ini berada di Teluk Kupang, hal ini di
sebabkan terumbu karang yang terletak di sepanjang Teluk Kupang luput dari aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan
menggunakan bahan peledak. Karena letaknya yang berada di Teluk Kupang, maka pengawasan atau patroli oleh instansi terkait selalu dilaksanakan secara
intensif sehingga para nelayan pengebom menghidar dari aktivitas tersebut dan melakukan pengeboman di daerah yang jauh dari Teluk Kupang.
Aktivitas penangkapan ikan dengan dengan menggunakan bom blast fishing merupakan faktor utama dari kerusakan ekosistem terumbu karang di
Kawasan Teluk Kupang dan Pulau Semau yang dicirikan dengan banyaknya tutupan karang mati berupa patahan karang. Aktani 2003 menyimpulkan bahwa
tutupan karang mati berupa patahan karang yang mendominasi tutupan substrat bentik di zona inti dan zona pemanfaatan TNL-KS merupakan dampak dari
aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom. Kerusakan karang tersebut dapat dilihat dari persentase abiotik di daerah Hansisi sebesar 43 yang
didominasi oleh patahan karangrubble 43, Tanjung Kelapa 31 dengan
42 persentase patahan karang 31, Pulau Kambing persentase abiotik sebesar 28
terdiri dari patahan karang 13, pasir 12 dan batu 2,33. Bolok persentase abiotik sebesar 21,67 terdiri dari patahan karang sebesar 15,67 dan pasir 6.
Di daerah Tanjung Uikalui persen tutupan abiotik sebesar 3,33 dan didominasi oleh patahan karang sebesar 3,33, sedangkan di daerah Otan persen tutupan
abiotik sebesar 19,33 tetapi didominasi oleh pasir sebesar 19,33 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 2.
Gambar 8 Persentase tutupan kelompok abiotik.
Persentase tutupan karang mati berkisar antara 0,00-31,33, persen tutupan karang mati tertinggi di Pulau Kambing sebesar 33,33, dan terendah di
Hansisi yaitu sebesar 0,00. Ditinjau lebih jauh terhadap kelompok karang mati, terlihat bahwa komponen karang mati beralga DCA mendominasi disemua
lokasi dengan kisaran 0,00-33,33. Sedangkan untuk karang mati baru DC berkisar antara 0,00-2,00, hanya terdapat di 1 satu stasiun pengamatan yaitu
di Paradiso sebesar 2,00, sedang 8 delapan stasiun pengamatan pengamatan lainnya tidak terdapat karang mati baru dalam artian persentase tutupan karang
mati baru 0,00 Gambar 9 dan Lampiran 2. .
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
31.00 21.67 28.00 43.33 3.33 7.67 19.33 0.00 14.00
ST 1 ST 2
ST 3 ST 4
ST 5 ST 6
ST 7 ST 8
ST 9 P
er se
n T
ut upa
n
Stasiun Pengamatan
Sand Rabble
Silt Water
Rock
43
Gambar 9 Persentase tutupan karang mati beralga DCA dan karang mati DC. Tingginya kerusakan terumbu karang di Pulau Kambing yaitu sebesar
33,33 dengan komposisi utama karang mati beralga hal ini patut diduga bahwa Pulau Kambing merupakan bekas tempat aktivitas penangkapan ikan dengan
menggunakan bom yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat, terbukti di daerah tersebut persentase karang mati baru 0,00, sedangkan patahan karang
akibat dari ativitas pengeboman ikan sudah ditumbuhi alga. Hal ini dimungkinkan karena di sekitar Pulau Kambing pada saat ini banyak terdapat aktivitas budidaya
kerang mutiara yang dikelola oleh pemodal asing, sehingga para pengebom ikan pindah ke tempat lain.
Kelompok biota lainnya merupakan komponen substrat bentik yang menempati urutan tertinggi kedua setelah karang hidup yaitu biota lainnya dengan
rerata persen tutupannya sebesar 22,96 di tempat penelitian. Persentase tertinggi tutupan biota lainnya di Tanjung Uikalui sebesar 71,00 dan yang terendah di
Tanjung Kelapa sebesar 0,00. Bila kita lihat lebih dalam bahwa komponen penyusun biota lainnya yang mendominasi hampir seluruh stasiun adalah soft
coral SC, kecuali di Tanjung Kelapa dan Pulau Kambing. Selengkapnya dapat kita lihat pada Gambar 10 dan Lampiran 2.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T
ut upa
n
Stasiun Pengamatan Karang Mati
DC Karang Mati
Beralga DCA
44
Gambar 10 Persentase tutupan biota lainnya. Tingginya persentase tutupan soft coral di stasiun Tanjung Uikalui
71,00, kemudian disusul Hansisi 45,00 dan Otan 41,00 , hal ini diduga karena daerah tersebut adalah daerah yang ada di kawasan Pulau Semau, dimana
terumbu karang di kawasan tersebut hampir seluruhnya rusak akibat aktivitas penangkapan dengan menggunakan bom, dan sudah lama ditinggalkan oleh
nelayan pengebom, sehingga soft coral sebagai biota pioneer akan tumbuh mendominasi daerah tersebut.
Komponen penyusun substrat bentik berupa alga merupakan komponen yang paling rendah atau paling sedikit tumbuh di semua stasiun penelitian, yaitu
berkisar antara 0,00-2,33 dengan rerata persentase penutupannya sebesar 0,52. Stasiun tertinggi persentase tutupan alganya ada di Pulau Kambing, dan
terendah ada di Bolok, Tanjung Uikalui, Hansisi, Uiasa, Pasir Panjang dan Paridiso yang masing-masing sebesar 0,00 Gambar 11 dan Lampiran 2.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7 ST 8 ST 9 T
ut upa
n
Stasiun Penelitian Soft Coral SC
Sponge SP Zoanthids ZO
Others OT
45
Gambar 11 Persentase tutupan alga.
Persetase tutupan alga di semua stasiun penelitian rendah, hal ini diduga banyaknya komunitas ikan herbivore yang memiliki peran ekologi sangat penting
dalam mengontrol pertumbuhan alga. Hasil pengamatan terhadap komunitas kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang, ikan kelompok herbivore hampir
mendominasi di semua stasiun pengamatan.
4.3.2 Indeks mortalitas karang