22
3. Corporate Governance
a. Definisi Corporate Governance
Istilah corporate governance untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Comitte pada tahun 1992 yang menggunakan istilah
tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal dengan nama Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik turning
point yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance di seluruh dunia Lestari dan Pamudji, 2013.
Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI pada tahun 2001 mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Dengan kata lain, corporate
governance merupakan suatu sistem yang mengendalikan perusahaan, dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan. Sedangkan,
menurut The
Organization for
Economic Corporation and Development OECD dalam Larasati 2009,
corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan, mengatur
pembagian tugas hak dan kewajiban mereka para pemegang saham,
23 dewan pengurus, para manajer, danatau pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
corporate governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan sehingga dapat mendorong perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
b. Manfaat Corporate Governance
Penerapan corporate governance, menurut FCGI 2001 dalam Larasati 2009, memberikan empat manfaat, yaitu :
1 Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
perusahaan, serta
lebih meningkatkan
pelayanan kepada
stakeholders.
2 Mempermudah diperolehnya dana pembiyaan yang lebih murah
yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3 Mengembalikan kepercayaan
investor untuk
menanamkan
modalnya di Indonesia.
4 Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus meningkatkan
shareholdes’s values dan dividen.
24
c. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Organization for Economic Cooperation and Development OECD pada tahun 1999 telah menerbitkan dan mempublikasikan
OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip tersebut ditujukan untuk membantu para negara anggotanya ataupun negara
lain, berkenaan dengan upaya-upaya untuk mengevaluasi dan meningkatkan kerangka kerja hukum, institusional, dan ketentuan-
ketentuan corporate governance serta memberikan pedoman dan saran-saran untuk pasar modal, investor, perusahaan, dan pihak-pihak
lain yang memiliki peran dalam mengembangkan corporate governance.
Menurut OECD dalam Darmawati 2004, pilar-pilar yang melandasi prinsip-prinsip corporate governance adalah fairness
keadilan, transparency transparasi, accountability akuntabilitas, dan responsibility pertanggung jawaban. Fairness berkenaan dengan
keadilan dan kesetaraan perlakuan pemegang saham minoritas agar terlindungi dari kecurangan serta perdagangan dan penyalahgunaan
oleh orang dalam self-dealing atau insider wrong doing. Transparency dilakukan melalui penyempurnaan pengungkapan
disclosure informasi kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Akuntabilitas manajemen dilakukan melalui pengawasan
efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan pengawas, pengurus, pemegang saham dan auditor. Tanggung jawab perusahaan berkenaan
25 dengan perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk menaati hukum
dan bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. Berdasarkan OECD 1999 dalam Darmawati 2004, prinsip-
prinsip corporate governance terdiri dari lima hal sebagai berikut: 1 Hak-hak pemegang saham
Kerangka kerja corporate governance harus melindungi hak-hak pemegang saham.
2 Perlakuan yang adil kepada pemegang saham Corporate governance harus meyakinkan adanya kesetaraan
perlakuan kepada seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus
memiliki kesempatan untuk mendapatkan perbaikan redress yang efektif atas penyimpangan dalam hak-hak mereka.
3 Peranan stakeholder dalam corporate governance Corporate governance harus mengakui hak-hak stakeholder seperti
yang ditentukan oleh hukum dan mendorong kerja sama yang aktif antara
perusahaan dan
stakeholder dalam
menciptakan kesejahteraan, pekerjaan-pekerjaan, dan kemampuan untuk
mempertahankan perusahaan yang sehat secara finansial. 4 Pengungkapan dan transparansi
Corporate governance harus meyakinkan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat telah dilakukan atas seluruh hal-hal
yang material berkenaan dengan perusahaan, termasuk situasi
26 keuangan, kinerja, kepemilikan, dan ketaatan perusahaan
governance of the company. 5 Tanggung jawab dewan direksi
Corporate governance harus meyakinkan pedoman strategi perusahaan, pemonitoran yang efektif pada manajemen oleh
dewan, dan akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham.
Prinsip-prinsip ini mengharuskan perusahaan untuk memberikan laporan bukan saja kepada pemegang saham, calon investor, kreditor
dan pemerintah saja, akan tetapi juga kepada stakeholder lainnya, seperti masyarakat umum dan karyawan. Laporan ini berfungsi sebagai
media pertanggungjawaban perusahaan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Laporan yang diberikan
perusahaan menunjukkan tingkat kinerja yang dicapai oleh perusahaan, dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki untuk memberikan nilai
tambah kepada para stakeholder. Corporate governance harus memberikan insentif yang tepat
untuk dewan direksi dan manajemen dalam rangka mencapai sasaran- sasaran yang ditentukan dari sisi kepentingan perusahaan dan para
pemegang saham dengan fasilitas fungsi monitoring yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya
secara efisien.
27 Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Jadi, corporate governance berkaitan bagaimana investor
yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh
investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer.
d. Mekanisme Corporate Governance
Penelitian ini menggunakan lima aspek corporate governance yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris
independen, komite audit dan kualitas audit.
1 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dapat bermakna suatu bentuk kepemilikan saham suatu perusahaan oleh pemilikinvestor non-
individual entitas institusi yang dapat bergerak dalam bidang keuangan, non-keuangan danatau dalam bentuk entitas ekonomi
berbadan hukum lain, dalam kisaran dan pola kepemilikan tertentu Besaran kepemilikan oleh pemilikinvestor institusi dapat
digunakan sebagai indikator yang baik dalam menilai kualitas tata
28 kelola perusahaan karena dapat mencerminkan signifikansi
kemampuan danatau kualitas pengendalian oleh pemegang sahaminvestor atas perusahaan.
Investor institusional cenderung memiliki kapabilitas lebih dalam
menganalisis kinerja
perusahaan karena
investor institusional umumnya mempunyai akses atas sumber informasi
yang lebih tepat waktu dan relevan dibandingkan investor individual sehingga keberadaannya berpotensi menjadi salah satu
alat monitoring yang efektif bagi manajemen perusahaan yang dapat mendorong peningkatan nilai perusahaan.
2 Kepemilikan Manajerial
Menurut Fatmawati dan Sabeni 2013, kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan,
keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya presentasi kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan
informasi penting bagi pengguna laporan keuangan, maka, informasi ini akan diungkapkan dalam catatan laporan atas laporan
keuangan perusahaan. Adanya kepemilikan oleh manajemen tersebut merupakan
suatu hal yang menarik apabila dikaitkan dengan agency theory sebagaimana diuraikan di muka. Dalam kerangka agency theory,
29 hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan
sebagai hubungan antara agent dan principal. Manajer sebagai agent diberi mandat untuk menjalankan perusahaan demi
kepentingan principal. Maka, setiap keputusan bisnis yang diambil manajer dalam rangka upaya memaksimalkan sumber daya
utilitas perusahaan pada dasarnya menyangkut pula kepentingan pemegang saham. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika
manajer bertindak tidak untuk kepentingan perusahaan melainkan untuk kepentingannya sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar
dalam agency theory, yaitu adanya konflik kepentingan antara pemegang saham dan manajer dimana masing-masing pihak
berseberangan dalam upaya saling memaksimalkan tujuannya. Dengan kondisi seperti ini, masing-masing pihak akan memiliki
resiko terkait dengan fungsinya. Pemegang saham ber-resiko kehilangan modal dan nilai kesempatan dengan kegagalannya
dalam pemercayaan kepada agent yang tidak co-operative. Sedangkan, bagi manajer, fungsinya sebagai agent merupakan
pertaruhan trust dan posisinya. Dapat dikatakan bahwa kondisi tersebut merupakan
konsekuensi adanya pemisahaan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas akan berbeda jika kondisinya
manajer sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan
30 kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas perusahaan
dengan kepemiikan manajerial tentu akan berbeda nilainya dengan perusahaan tanpa kepemilikan menajerial. Dalam perusahaan
dengan kepemilikan manajerial, manajer sekaligus sebagai pemegang saham cenderung akan lebih berusaha menselaraskan
kedua kepentingan tersebut. Kepemilikian manajerial merupakan isu penting dalam teori
keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling 1976 dalam Herawaty 2008 yang menyatakan semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen salam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang
saham yang juga adalah dirinya sendiri. Kepemilikan manajerial juga merupakan salah satu
program kebijakan insentif remunerasi alternatif dalam suatu perusahaan yang berpotensi dapat mengurangi masalah keagenan.
3 Komisaris Independen
Pengertian dari komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota
dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan. Status
independen terfokus kepada tanggung jawab untuk melindungi
31 pemegang saham, khususnya pemegang saham independen dari
praktik curang atau melakukan tindak kejahatan pasar modal.
Dewan komisaris memegang peran penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta
memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian dari pencapaian tujuan
perusahaan. Meskipun pedoman good corporate governance tidak menentukan jumlah komisaris independen, namun, dalam
Peraturan Bapepam-LK, emiten atau perusahaan publik wajib memiliki sekurang-kurangnya satu orang anggota komisaris
independen. Sedangkan, Bursa Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30 dari jumlah anggota dewan komisaris
perusahaan adalah komisaris independen. Menurut Praditia 2010, dalam menjalankan tugasnya,
komisaris independen mempunyai misi sebagaimana ditetapkan oleh Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia 2006, yaitu:
a Mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan fairness di antara berbagai
kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan
keputusan oleh dewan komisaris perusahaan;
32 b Komisaris independen harus mendorong diterapkannya prinsip
dan praktek tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance pada perusahaan.
Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik
good corporate governance di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi perusahaan secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, maka komisaris independen harus secara proaktif
mengupayakan agar dewan komisaris perusahaan melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi perusahaan
yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran, dan
efektivitas strategi tersebut; b Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan
manajer-manajer yang profesional; c Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem
pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik;
33 d Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya;
e Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik;
f Memastikan prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik.
Untuk memastikan
komisaris independen
dapat melaksanakan tugasnya secara independen, menurut Task Force
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia 2006 dalam
Praditia 2010, komisaris independen harus memenuhi kriteria formal sebagai berikut:
a Mampu melakukan perbuatan hukum; b Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi
atau dewan komisaris yang menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit;
c Tidak pernah dipidana karena merugikan keuangan negara; d Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham
pengendali perusahaan bersangkutan; e Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direksi danatau
komisaris lainnya pada perusahaan bersangkutan;
34 f Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang
terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan; g Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan
bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan- perusahaan lain yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun
terakhir; h Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan
yang memberikan jasa pelayanan profesional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain yang terafiliasi;
i Tidak menjadi pemasok dan pelanggan signifikan atau menduduki jabatan eksekutif dan dewan komisaris perusahaan
pemasok dan pelanggan signifikan dari perusahaan yang bersangkutan atau perusahaan-perusahaan lain yang terafiliasi;
j Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterpretasikan akan
menghalangi atau
mengurangi kemampuan
komisaris independen untuk bertindak dan berpikir independen demi
kepentingan perusahaan; k Memahamai peraturan perundang-undangan PT, UU Pasar
Modal, dan UU serta peraturan-peraturan lain yang terkait.
4 Komite Audit
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh dewan direksi yang bertugas melaksanakan pengawasan independen atas
35 proses laporan keuangan dan audit ekstern. Dalam hal pelaporan
keuangan, peran dan tanggung jawab komite audit adalah memonitor dan mengawasi audit laporan keuangan dan
memastikan agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi, memeriksa ulang laporan keuangan apakah
sudah sesuai dengan standar dan kebijksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota
komite audit, serta menilai mutu pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal.
Dengan demikian, komite audit dalam perusahaan dapat menjadi salah satu mekanisme pengawasan terhadap objektivitas
kebijakan-kebijakan perusahaan.
5 Kualitas Audit
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat pada manajer dan
pemegang saham perusahaan dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan Salfauz
et al, 2012. Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih independen dari manajemen dibandingkan auditor internal
berpotensi dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan
keuangan.
36 Laporan keuangan yang berkualitas, relevan dan dapat
dipercaya dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya
pada laporan keuangan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas dibandingkan dengan auditor yang kurang berkualitas,
karena mereka menganggap bahwa untuk mempertahankan kredibilitasnya auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan
proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan. Auditor yang berkualitas akan melakukan audit yang berkualitas pula.
Maka, dapat dikatakan bahwa reputasi auditor dapat sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan karena semakin besar
ukuran kantor akuntan publik, akan semakin baik pula kualitas audit. Demikian juga dengan semakin baik independensi dan
kualitas auditor akan berdampak pula terhadap pendeteksian earnings
management yang
berdampak negatif
terhadap pengukuran kinerja perusahaan Widyanindyah, 2001. Hal ini
menunjukkan bahwa reputasi auditor dapat merupakan salah satu penghalang bagi perusahaan untuk melakukan manajemen laba.
4. Ukuran Perusahaan