Karakteristik Parameter Fisika-Kimia Perairan

kurang dari 1 meter pada waktu pasang tertinggi. Dengan demikian maka, proses tektonik adalah proses yang pertama kali membentuk bentang alam kawasan Teluk Kotania, dan selanjutnya aktifitas ekologis-biologis adalah proses utama yang merubah atau memodifikasi bentang alam yang terbentuk oleh proses tektonik.

4.2. Karakteristik Parameter Fisika-Kimia Perairan

Kondisi lingkungan perairan Teluk Kotania yang mencakup suhu, salinitas, konsentrasi nutrien, dan beberapa faktor fisika-kimia lainnya merupakan hasil kompilasi dari berbagai sumber, baik data primer maupun data sekunder. Beradasarkan data yang diperoleh dilapangan saat ini, suhu permukaan rata-rata di lokasi penelitian adalah 28,30 o C dengan kisaran antara 25 o C-30 o C dan berbeda pada setiap lokasi pengamatan. Nilai suhu tertinggi pada stasiun marsegu 3, pulau tatumbu dan pulau burung yaitu sebesar 30 o C, sedangkan suhu terendah dimiliki stasiun tanjung kawa dan marsegu 2 yaitu sebesar 25 o C. Kisaran suhu ini berbeda pada periode 1982-1993, dimana rata-rata suhu permukaan Teluk Kotania berkisar antara 28,9 o C dan 29,3 o C, dengan kisaran antara 27,5 o C-33,0 o C Wouthuyzen dan Sapulete 1994. Sedangkan Sangaji 2003 melakukan pengukuran terhadap suhu perairan Teluk Kotania pada bulan April berkisar antara 29 o C-35 o C. Perbedaan kisaran ini disebabkan karena lokasi dan waktu pengukuran yang tidak sama, dari pengamatan yang dilakukan kisaran suhu yang relatif tinggi dicapai pada bulan Maret-April, sedangkan yang rendah pada bulan November-Desember. Kisaran suhu ini masih tergolong normal untuk perairan daerah tropis, dan menunjukan suhu masih dalam batas toleransi untuk pertumbuhan terumbu karang dengan kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan terumbu karang adalah 25 o C-30 o C. Namun bila diamati kisaran suhu di Teluk Kotania memiliki trend kenaikan secara berkala, hal ini menandakan telah terjadi perubahan suhu permukaan di Teluk Kotania akibat dampak perubahan iklim climate change. Salinitas di perairan sangat penting untuk mempertahankan tekanan osmosis antara tubuh dan perairan, karena itu salinitas dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang secara umum. Salinitas yang tinggi akan mengakibatkan tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat sehingga energy yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pun meningkat. Pengukuran salinitas di perairan Teluk Kotania berkisar antara 29,55-33,50 dengan nilai rata-rata 31,00. Salinitas tertinggi dimiliki oleh stasiun di Pulau Burung dan terendah di dapati di stasiun di Pulau Tatumbu. Kondisi tersebut layak untuk pertumbuhan biota laut, seperti terumbu karang, dimana kisaran salinitas optimal untuk biota ini adalah 32-35. Kontribusi kecepatan arus sangat penting bagi pertumbuhan terumbu karang yaitu dengan tetap menjamin aliran masa air yang mengandung nutrient dan mengurangi tingkat sedimentasi. Kecepatan arus berkisar antara 20 cmdetik- 35cmdetik, dengan kecepatan arus terendah di Pulau Burung dan yang tertinggi pada stasiun Pulau Tatumbu dan Pelita Jaya. Stasiun Pelita Jaya dan Pulau Tatumbu memiliki kecepatan arus diatas rata-rata, hal ini diduga karena masih besarnya pengaruh daratan dan tidak adanya pulau-pulau kecil di depan stasiun Pelita Jaya. Arus yang masuk ke daerah Pelita Jaya dan Pulau Tatumbu membawa massa air air tawar, nutrien dan sedimen yang lebih banyak, hal ini ditunjukan oleh rendahnya salinitas dan tingginya kekeruhan di kedua stasiun tersebut. Nilai rata-rata pH dilokasi pengamatan berkisar antara 7.0-7.5, dengan nilai pH relatif rendah dimiliki pada umumnya terdapat di stasiun-stasiun yang memiliki ekosistem mangrove dan hanya stasiun Tanjung Kawa yang tidak memiliki vegetasi mangrove namun memiliki nilai pH yang rendah. Namun demikian kondisi pH yang dimiliki dari seluruh stasiun merupakan kondisi yang normal dan ideal bagi kelangsungan hidup suatu organisme perairan. Hasil pengukuran kekeruhan rata-rata selama pengamatan 0.308 NTU dengan kisaran antara 0.20 NTU sampai dengan 0,51 NTU, dimana nilai kekeruhan tertinggi pada stasiun Pulau Tatumbu yaitu 0.51 NTU dan terendah di stasiun Tanjung Kawa 0.20 NTU. Tingginya kekeruhan di stasiun Pulau Tatumbu diduga akibat dari tingginya tingkat sedimentasi di daratan yang terlihat nyata pada substrat perairan stasiun ini yaitu pasir bercampur sedimen.

4.3. Karakteristik Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir