salinitas di perairan Teluk Kotania berkisar antara 29,55-33,50 dengan nilai rata-rata 31,00. Salinitas tertinggi dimiliki oleh stasiun di Pulau Burung dan
terendah di dapati di stasiun di Pulau Tatumbu. Kondisi tersebut layak untuk pertumbuhan biota laut, seperti terumbu karang, dimana kisaran salinitas optimal
untuk biota ini adalah 32-35. Kontribusi kecepatan arus sangat penting bagi pertumbuhan terumbu
karang yaitu dengan tetap menjamin aliran masa air yang mengandung nutrient dan mengurangi tingkat sedimentasi. Kecepatan arus berkisar antara 20 cmdetik-
35cmdetik, dengan kecepatan arus terendah di Pulau Burung dan yang tertinggi pada stasiun Pulau Tatumbu dan Pelita Jaya. Stasiun Pelita Jaya dan Pulau
Tatumbu memiliki kecepatan arus diatas rata-rata, hal ini diduga karena masih besarnya pengaruh daratan dan tidak adanya pulau-pulau kecil di depan stasiun
Pelita Jaya. Arus yang masuk ke daerah Pelita Jaya dan Pulau Tatumbu membawa massa air air tawar, nutrien dan sedimen yang lebih banyak, hal ini ditunjukan
oleh rendahnya salinitas dan tingginya kekeruhan di kedua stasiun tersebut. Nilai rata-rata pH dilokasi pengamatan berkisar antara 7.0-7.5, dengan
nilai pH relatif rendah dimiliki pada umumnya terdapat di stasiun-stasiun yang memiliki ekosistem mangrove dan hanya stasiun Tanjung Kawa yang tidak
memiliki vegetasi mangrove namun memiliki nilai pH yang rendah. Namun demikian kondisi pH yang dimiliki dari seluruh stasiun merupakan kondisi yang
normal dan ideal bagi kelangsungan hidup suatu organisme perairan. Hasil
pengukuran kekeruhan rata-rata selama pengamatan 0.308 NTU dengan kisaran antara 0.20 NTU sampai dengan 0,51 NTU, dimana nilai kekeruhan tertinggi pada
stasiun Pulau Tatumbu yaitu 0.51 NTU dan terendah di stasiun Tanjung Kawa 0.20 NTU. Tingginya kekeruhan di stasiun Pulau Tatumbu diduga akibat dari
tingginya tingkat sedimentasi di daratan yang terlihat nyata pada substrat perairan stasiun ini yaitu pasir bercampur sedimen.
4.3. Karakteristik Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir
Habitat pesisir memiliki peran penting bagi perlindungan wilayah pesisir dan keberlanjutan aktifitas di wilayah pesisir. Semakin luas dan beragamnya
ekosistem di wilayah pesisir semakin besar pula peranannya terhadap resiliensi wilayah pesisir. Habitat pesisir yang terdapat di Teluk Kotania terdiri dari
ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Ketiga habitat pesisir ini memiliki peran serta fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat pesisir di sekitar Teluk Kotania. Keberadaan ketiga ekosistem utama pesisir ini memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi
sumberdaya di Teluk Kotania, seperti sumberdaya ikan, moluska dan sumberdaya lainnya.
Mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta memiliki daya dukung yang cukup besar terhadap lingkungan perairan yang ada di
sekitarnya. Ekosistem mangrove terdapat hampir di sepanjang kawasan Teluk Kotania. Komunitas mangrove tumbuh dan berkembang sangat baik di dalam
kawasan Teluk Kotania, terdiri dari 19 jenis pohon bakau yang tergolong dalam 10 famili, disamping beberapa jenis yang tergolong dalam tanaman pantai ataupun
shrubsferm. Sebaran mangrove di Teluk Kotania sangat beragam, ada yang menyebar di wilayah pantai daratan sepanjang Dusun Pohon Batu sampai Dusun
Taman Jaya dan ada kelompok mangrove yang tumbuh dan menyebar di wilayah pantai dari pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Kotania. Dari pengamatan yang
dilakukan, jenis Rhizophora stylosa yang umumnya tumbuh di pantai dengan substrat berpasir dan sedikit berlumpur tampak mendominasi komunitas
mangrove di kawasan ini. Pada umumnya di wilayah pantai dari pulau-pulau kecil di Teluk Kotania,
komunitas mangrove yang tumbuh merupakan tipe asosiasi Rhizophora- Brugueira. Dari genus Rhizophora hanya terdapat jenis Rhizophora stylosa yang
secara umum kerapatannya berimbang dengan jenis Bruguiera gynmorrhiza. Formasi ini banyak dijumpai terutama di lokasi-lokasi yang langsung berhadapan
dengan laut. Sedangkan untuk wilayah pantai dari daratan sepanjang Dusun Pohon Batu, bagian utara Dusun Pelita Jaya sampai Dusun Kotania , komunitas
mangrove didominasi oleh jenis R. stylosa yang tumbuh di lokasi yang langsung berhadapan dengan laut. Formasi jenis mangrove lainnya, seperti Brugueira-
Avicennia-Ceriops yang bercampur dengan R. Apiculata di jumpai di belakang zonasi Rhizophora. Formasi Brugueira-Ceriops-Avicennia dengan Aegiceras atau
Acrstichum yang tumbuh secara sporadis di beberapa tempat, pada umumnya tumbuh berdekatan dengan formasi hutan pantai.
Masyarakat pesisir Teluk Kotania belum terlalu memiliki kepedulian yang tinggi terhadap eksositem mangrove walaupun mereka menyadari keberadaan
mangrove sangat penting dalam mendukung aktifitas masyarakat dan sumberdaya perikanan di sekitar kawasan. Manfaat ekosistem mangrove bagi masyarakat
adalah 1 sebagai daerah penangkapan ikan fishing ground; 2 sebagai bahan bakarkayu bakar; 3 sebagai bahan pembuat tambatan perahu; dan 4 sebagai
pelindung dari terpaan angin; serta 5 sebagai bahan pembuatan rumah panggung dan tempat penjemuran hasil-hasil laut seperti rumput laut, ikan dan biota laut
lainnya. Lamun dan rumput laut pada umumnya ditemukan di daerah perairan
dangkal, terdapat di sepanjang garis pantai dari sebelah utara hingga ke sebelah selatan. Lebar hamparan flora laut bervariasi, mulai dari 10-30 meter di perairan
Pohon Batu, 10-50 meter di perairan Pelita Jaya, 100-300 meter di perairan sekitar Pulau Osi, dan 50-150 meter di di beberapa perairan di Teluk Kotania. Dari
pengamatan ditemukan 2 jenis flora laut, yaitu rumput laut seaweed dan Lamun seagrass. Dilihat dari substrat, lamun lebih menyukai substrat yang lembut
dibandingkan dengan rumput laut, namun demikian tidak jarang rumput laut dan lamun ditemukan hidup bersama.
Dari pengamatan yang dilakukan ditemukan 22 jenis flora laut yang terdiri dari 5 jenis lamun dan 17 jenis rumput laut. Flora laut berturut-turut didominasi
oleh Thalasia hemprichii, Enhalus sp., Halodule sp., Cymodoceae sp., dan Padina sp. Dominasi Thalassia hemprichii yang tampak jelas terlihat di Pulau Osi.
Kelimpahan Thalassia hemprichii di Pulau Osi 4 kali lebih besar dibandingkan dengan Enhalus accoroides. Pulau Marsegu merupakan daerah yang termasuk
miskin akan flora laut, karena selain hamparan flat yang sempit juga substrat yang tidak mendukung kehidupan flora laut yaitu bersubstrat pasir kasar dan pecahan
karang. Hamparan ini didominasi oleh kehidupan terumbu karang, namun demikian ditemukan juga jenis Enhalus acaroides mendominasi jenis flora laut di
lokasi ini. Pulau Buntal terletak di sebelah selatan Pulau Osi, konsentrasi lamun
terletak di sebelah timur Pulau Buntal, dimana sedimenya berupa pasir putih bercampur remahan karang dan sedikit kandungan lumpur. Padang lamun yang
terdapat di pulaui, sangat luas di bagian utara pulau hampir seluruh areal pasang surut merupakan padang lamun.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting dalam menunjang keberlanjutan sumberdaya di wilayah pesisir. Di Teluk Kotania
terumbu karang masih dapat tumbuh dengan baik sampai pada kedalaman 26 meter. Pengamatan yang dilakukan di Pulau Burung dan Pulau Buntal serta
stasiun Pelita Jaya, terumbu karang masih dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman 18 meter, sedangkan di Pulau Tatumbu terumbu karang tumbuh baik
hanya sampai pada kedalaman 12 meter, Pulau Osi dan Pulau Marsegu sampai pada kedalaman 23 meter.
Tanjung kawa merupakan stasiun yang memiliki terumbu karang dengan kedalaman 34 meter. Perbedaan pertumbuhan terumbu
karang ini diduga karena pengaruh bentuk topografi dasar laut beberapa stasiun yang memiliki flat curam, serta beberapa stasiun dipengaruhi oleh sedimentasi
yang terjadi dari daratan seperti pada Pulau Tatumbu. Di Perairan Teluk Kotania memiliki 141 jenis karang dari 53 marga dan 22 suku, termasuk diantaranya 12
jenis karang lunak dari 11 marga dan 8 suku. Sangaji 2003 menyatakan panjang reef flat di lokasi utara dan timur laut
Pulau Osi lebih kurang 300 meter, namun pada pengamatan yang dilakukan saat ini luasan reef flat di utara Pulau Osi kondisinya cukup baik namun di timur laut
telah berbentuk spot-spot dalam kondisi memprihatinkan. Hal ini diduga kuat karena aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bom dan
penangkapan ikan hias dengan potasium serta terdapat aktifitas pengambilan karang untuk bahan bangunan yang dilakukan secara kontinyu sehingga
menyebabkan degradasi terumbu karang dengan skala yang sangat tinggi. Kondisi ini terlihat nyata dari topografi dasar laut memiliki kolam-kolam dari ukuran kecil
sampai besar akibat dari aktifitas pengeboman ikan dan penambangan karang. Hal yang sama juga ditunjukan dengan bentuk substrat yang didominasi oleh
remahanpatahan karang mati bercampur pasir kasar. Analisa citra satelit Landsat tahun 1988 tercatat terumbu karang di Teluk Kotania seluas 1059,442 ha, namun
di tahun 2010 tercatat 251,905 ha, dengan demikian dalam kurun waktu 1988- 2010 terjadi degradasi terumbu karang seluas 807,753.
Komuitas yang terdapat di reef flat di Pulau Osi selain karang dari arah pantai adalah rumput laut diselingi dengan komunitas sponge dari jenis
Xestospongia sp., selain itu pada daerah ini banyak dijumpai bintang laut dari jenis Pentagonaster sp., Pentaceraster sp., Ophiocomina sp., dan Achantaster
plancii. Profil dasar lokasi ini memiliki dataran yang panjang sampai pada tubir dan langsung membentuk dinding yang curam sampai kedalaman 25 meter.
Keunikan dari lokasi ini adalah ditemukannya sejumlah besar Acidian dari marga Polycarpa dan Rhopalaceae, sejumlah besar sponge dan hydrozoa, kelinci laut
Nudibranch, dan karang dari suku Caryophyllidae yakni Plerogyra sinnosa, Euphyllia ancora, dan Physogyra lichtenstenii.
Karang lunak soft coral yang ditemukan di Pulau Osi di dominasi oleh jenis Sinularia sp., Sarcophyton sp., dan
Labophyton sp. Pulau Marsegu secara umum memiliki pantai yang sempit khususnya
disebelah utara dan timur laut dengan kisaran 5-10 meter. Panjang reef flat sekitar 30 meter. Profil dasar lokasi ini memiliki reef flat yang padat dengan koloni
karang keras dan lunak, antara lain jenis Montipora sp., Acropora sp., Sinularia sp., Sarcophyton sp., dan Lobophyton sp.. Kemudian pada daerah tubir jenis
karang didominasi oleh Sinularia sp., setelah itu langsung membentuk dinding curam. Pada reef flat sebelah timur laut Pulau Marsegu, banyak ditemukan karang
biru Heliopora sp. dan karang api Millepora sp., pada lokasi ini juga terdapat mamalia laut dari jenis Stenella lorgiastris lumba-lumba, juga ditemukan penyu
sisik Eretmochelys imbricata. Keunikan yang terdapat di lokasi utara Pulau Marsegu adalah bentuk dinding tubir yang dipenuhi oleh lubang-lubang tempat
jenis ikan Odonus niger bersembunyiberlindung sampai batas pangkal ekor, sehingga dinding tersebut tampak seperti hamparan ekor ikan yang berwarna biru.
Selain itu, dinding tersebut juga ditemukan belut laut marga Gynmothorax, dan koloni akar baharcambuk laut jenis Junchella sp., dan kipas laut dari suku
Plexauridae dan Subergorgiidae. Kondisi perairan lokasi tenang dengan jarak padang fertikal dan horisontal antara 15 meter sampai 20 meter.
Lokasi Stasiun Pelita Jaya merupakan salah satu lokasi yang dipengaruhi oleh daratan Pulau Seram. Profil dasar lokasi ini dari arah pantai ke laut
ditumbuhi mangrove, lamun dan memiliki reef flat dengan lebar yang sempit dan
curam. Pada daerah tubir karang didominasi marga Acroporidae dan Poritidae serta beberapa jenis karang lunak soft coral. Keunikan yang dimiliki lokasi
adalah bentuk dinding tubir yang curam dan membentuk selokan-selokan kecil diantara dinding tubir, dan pada daerah ini ditemukan juga duyung dugong-
dugong serta belut laut. Pada beberapa lokasi terumbu karang tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik khususnya pada perairan yang dangkal 3 sampai 5
meter dan mulai di dominasi oleh algae. Kondisi ini diduga disebakan oleh aktifitas pengeboman beberapa tahun lalu dan kegiatan bameti serta adanya
pengaruh sedimentasi, yang menyebabkan degradasi terumbu karang, sehingga terumbu karang pada kedalaman ini ditemukan dalam bentuk koloni-koloni
karang muda pada beberapa spot. Pengamatan di Tanjung Kawa ditemukan reef flat yang didominasi oleh
karang keras hard coral khususnya dari family Poritidae, yang menyebar hampir di semua perairan dangkal khususnya pada kedalaman sampai 3 meter,
namun daerah tubir di dominasi oleh karang dari family Acroporidae. Lokasi ini memiliki perairan yang cukup jernih dan seluruh perairan di dominasi oleh
ekosistem terumbu karang karena di lokasi ini tidak terdapat ekosistem lamun maupun mangrove. Profil dasar perairan ini sangat curam, sekitar 3 sampai 5
meter dari tepi bibir pantai langsung tubir yang curam, namun kehidupan terumbu karang pada lokasi sangat baik karena rendahnya tekanan ekologis dan aktivitas
penangkapan ikan karang. Kondisi perairan ini agak bergelombang dan pada musin-musim tertentu hampir dapat dipastikan tidak ada aktifitas penangkapan
ikan di lokasi ini. Pada lokasi ini banyak dijumpai moluska dari jenis Tridacna gigas, juga ditemukan komunitas lobster dari jenis Panulirus versicolor yang
mendiami beberapa koloni terumbu karang dengan jumlah 5 sampai 9 ekor lobster setiap koloni terumbu karang. Pada Tanjung Kawa, terumbu karang masih dapat
tumbuh sampai pada kedalaman 34 meter. Pengamatan ekosistem terumbu karang pada Pulau Tatumbu dilakukan di
sebelah timur laut yang berhadapan dengan komunitas mangrove, hal ini disebabkan karena pada beberapa lokasi disekitar pulau ini sudah tidak memiliki
komunitas terumbu karang akibat dari tingginya aktifitas penangkapan ikan dan budidaya rumput laut serta adanya kondisi lingkungan perairan dengan tingkat
sedimentasi dan kekeruhan yang sangat tinggi. Kondisi seperti ini tentu saja tidak disukai oleh terumbu karang. Pada lokasi pengamatan dijumpai terumbu karang
dari family Poritidae yang mendominasi, dengan panjang reef flat sekitar 15 meter. Terumbu karang yang dijumpai di lokasi ini dapat tumbuh baik pada
umumnya di daerah dengan kedalaman 5 sampai 8 meter namun pada kedalaman 12 meter masih ditemukan terumbu karang, makin dalam kepadatan pertumbuhan
terumbu karang makin berkurang. Bentukan terumbu karang di lokasi ini umumnya didominasi oleh bentuk karang massive dan solitary. Di lokasi ini
sering ditemukan penyu. Pulau Buntal merupakan pulau kecil di Teluk Kotania yang berhadapan
langsung dengan Dusun Wael. Lokasi ini memiliki hamparan reef flat yang sangat luas yang menyebar mengelilingi pulau, namun terumbu karang dengan
pertumbuhan yang baik hanya dapat ditemukan di sebelah utara laut, sedangkan di barat laut dan bagian selatan lokasi ini yang menurut beberapa penelititan
sebelumnya terumbu karang tumbuh dengan presentasi yang baik, ternyata saat pengamatan dilakukan ditemui presentase terumbu karang menurun drastis
bahkan beberapa lokasi telah berubah menjadi gosong akibat dari degradasi yang tinggi, kalaupun ada koloni terumbu karang yang tumbuh dengan spot-spot dan
umumnya koloni karang muda. Dari informasi yang diperoleh di lapangan bahwa lokasi Pulau Buntal beberapa tahun yang lalu merupakan daerah primadona bagi
tempat penangkapan ikan hias dan ikan kerapu. Terumbu karang tumbuh dengan baik pada kedalaman 5 sampai 10 meter, namun terumbu karang ditemukan masih
dapat tumbuh sampai kedalaman 18 meter. Bentuk koloni terumbu karang pada zona perairan yang dangkal dengan jarak 35 meter dari batas lamun di dominasi
berturut-turut oleh bentuk branching dan massive yang berasosiasi dengan bentuk soft coral dan algae. Lokasi ini ditemukan moluska dari jenis kima raksasa
Tridacna gigas, kima kuning T. squamosa, dan kerang dara Anadara ganosa. Selain itu, lokasi ini sering dijumpai penyu sisik Eretmochalys imbricate, penyu
hijau Chelonia mydas, sontongsotong Sepia spp, gurita Octopus vulgaris dan cumi-cumi Loligo edulis dan Loligo spp.
Ekosistem terumbu karang di Pulau Burung memiliki sebaran yang mengelilingi pulau namun mengalami degradasi yang umumnya disebabkan oleh
aktivitas penangakapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan racun sianida. Di lokasi ini terumbu karang dapat ditemukan pada zona tepi tubir dengan
kedalaman sekitar 5 meter dan umumnya didominasi oleh karang-karang massive. Luas habitat pesisir di Teluk Kotania dari setiap periode berbeda-beda
karena terjadi degradasi. Saat ini, dari analisis citra satelit yang dikombinasikan dengan pengamatan lapangan dan citra google earth, luasan habitat ekosistem
pesisir, komponen terumbu karang serta substrat perairan adalah sebesar 3.073,4 ha, dengan perincian mangrove seluas 1.483,3 ha, padang lamun seluas 887,9 ha,
karang hidup seluas 251,9 ha, karang mati seluas 60,7 ha, campuranmix karang hidup, karang mati, pasir seluas 197,9 ha dan pasir seluas 191,7 ha. Pada
umumnya beberapa pulau kecil yang terdapat di Teluk Kotania memiliki luasan ekosistem perairan lebih besar dibandingkan dengan luasan daratan yang dimiliki.
Gambaran komponen ekosistem pesisir di Teluk Kotania dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Komponen ekosistem pesisir di Teluk Kotania
4.4. Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat