Tipe Resiliensi Engineering Rancang bangun model pengelolaan terumbu karang berbasis resiliensi eko-sosio system (kasus di Teluk Kotania Provinsi Maluku)

inheren di dalamnya merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dalam sistem ekologis. Selanjutnya, hasil-hasil penelitian mengenai pengelolaan adaptif sumberdaya dan lingkungan pada ekosistem regional dimana aspek sosial dan teori ekologi digunakan bersama untuk menganalisis bagaimana ekosistem terbentuk dan bertingkah laku, serta bagaimana institusi dan masyarakat yang berasosiasi dengannya diorganisir dan bertingkah laku yang menekankan pentingnya “belajar mengelola perubahan” daripada sekedar “bereaksi terhadap perubahan”. Perspektif tersebut dalam hubungannya dengan teori resiliensi berlawanan dengan pemahaman yang berpusat pada ekuilibrium, strategi command and control yang diarahkan untuk mengontrol variabilitas dari sumberdaya tertentu sebagai perspektif yang mendominasi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan kontemporer. Strategi seperti ini cenderung menyelesaikan permasalahan dalam jangka pendek, misalnya penurunan hasil panen, keberhasilan mengontrol satu variabel yang seringkali berfluktuasi yang menyebabkan perubahan variabel-variable pada skala temporal dan spasial, misalnya dinamika nutrien dan makanan. Pengelolaan seperti ini menyebabkan praktek budidaya pertanian dan perikanan yang ada dijadikan homogen secara spasial yang rentan terhadap gangguan yang sebelumnya masih mampu diserap Holling et al., 1998. Perspektif di atas pada awalnya banyak ditentang oleh ilmuwan ekologi, karena lebih mudah mendemonstrasikan pergeseran shift antara berbagai keadaan dalam model dibandingkan pada dunia nyata Holling 1973, May 1977, dinamika non linier dan perubahan equilibrium domains of attraction jarang ditemukan dalam kasus-kasus ekologis. Untuk menggambarkan perkembangan teori resiliensi, berikut ini disajikan 3 tiga tipe resiliensi yang terkait dengan proses perkembangan tersebut.

1. Tipe Resiliensi Engineering

Dalam ilmu ekologi, pendefinisian resiliensi dilakukan berdasarkan penekanan perbedaan antara dua aspek stabilitas. Holling 1973 pertama kali menekankan perbedaan aspek stabilitas tersebut yaitu antara efisiensi di satu pihak dengan persistensi di lain pihak, antara kondisi konstan dengan perubahan, atau antara kepastian dengan ketidakpastian. Resiliensi merupakan kemampuan dari sebuah ekosistem untuk mentolerir perubahan tanpa menyebabkan pengurangan kondisi kualitatifnya. Kemampuan ini dikendalikan oleh seperangkat proses, dimana sebuah ekosistem yang resilient dapat bertahan terhadap perubahan mendadak dan memperbaiki keadaannya sendiri jika diperlukan. Batasan di atas difokuskan kepada efisiensi, kontrol, keadaan konstan, dan kepastian yang semuanya merupakan atribut kondisi optimal. Definisi ini berdasar pada pemahaman lama yaitu kondisi alam yang stabil dan mendekati keadaan keseimbangan tetap, dimana resistensi terhadap gangguan dan kecepatan untuk kembali ke keadaan seimbang digunakan sebagai ukuran. Tipe resiliensi seperti ini disebut Resiliensi Engineering. Pemahaman tipe ini merupakan intisari dari teori ekonomi. Gambar 3. Gambaran besarnya gangguan yang dapat diserap sebelum terjadi perubahan dinamika keseimbangannya secara total Sumber : Holling, 1973 Penggunaan asumsi ekuilibrium tunggal pada skala sempit dan eksperimentasi jangka pendek terus saja dipakai. Asumsi ini mendominasi arus utama ilmu ekologi dan kemudian dipakai menginterpretasikan resiliensi sebagai waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke keadaan semula setelah adanya gangguan yang dinamakan engineering resilience Holling 1996. Resiliensi ini berfokus pada tingkah laku mendekati ekuilibrium stabil dan laju dimana sistem mendekati kondisi tetap steady state setelah perubahan, yaitu kecepatan kembali ke titik ekuilibrium. Resiliensi diestimasi dari jumlah waktu yang dibutuhkan untuk merubah kerusakan ke fraksi tertentu dari kondisi awal. Sebagai catatan, hal di atas hanya dapat diaplikasikan pada sistem linier atau pada sistem non-linier yang memiliki kondisi mendekati ekuilibrium stabil dimana dalam hal ini aproksimasi linier masih dimungkinkan Ludwig et al 1997. Pandangan ekuilibrium tunggal secara substansial telah mewarnai pengelolaan sumberdaya dan lingkungan kontemporer dengan tujuan untuk mengontrol aliran sumberdaya secara optimal. Interpretasi ini digunakan dalam banyak studi ekologis seperti pada studi pemulihan atau waktu yang dibutuhkan kembali ke keadaan semula recovery bagi dominasi karang setelah terjadinya pemutihan.

2. Tipe Resiliensi EkosistemEkologi