mangabsorbsi gangguan dan membangun kembali sistem yang didominasi karang.
Faktor-faktor yang secara teoritis memegang peranan penting di dalam resiliensi terumbu karang meliputi keanekaragaman hayati, skala dan redundansi
fungsi ekologis, memori ekologis, dan herbivory. Banyaknya faktor yang terlibat di dalam pengukuran resiliensi menjadikan pengukuran tersebut tidak mudah
dilakukan hingga saat ini. Namun sebelum mengkaji keempat faktor resiliensi tersebut, pemahaman tentang perubahan komunitas dan gangguan pada terumbu
karang juga sangat penting di dalam pengelolaan. Secara umum faktor-faktor yang berperan penting dalam resiliensi terumbu karang dapat dijelaskan sebagai
berikut;
1. Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati memiliki peran yang sangat penting di dalam menjaga stabilitas ekosistem. Keanekaragaman hayati di tingkat spesies
memberikan kekuatan kepada komunitas karang terhadap gangguan pemutihan karang dan pemangsaan oleh Achanthaster plancii dan Drupella. Kedua
pemangsa karang tersebut memiliki preferensi terhadap karang jenis Acroporidae dan Pocilloporidae Moran 1990, Cuming 1999, sehingga dalam intensitas
gangguan yang sedang anggota komunitas karang lainnya tidak terganggu oleh pemangsa
karang tersebut.
Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa
keanekaragaman yang tinggi diperlukan untuk berlangsungnya proses-proses ekologis, namun sebenarnya yang dibutuhkan bukanlah keanekaragaman spesies
melainkan keanekaragaman fungsional Peterson et al 1998. Semakin tinggi keanekaragaman kelompok fungsional pada komunitas
karang, semakin tinggi pula tingkat resiliensinya. Kelompok fungsional komunitas karang dapat ditunjukan oleh bentuk tumbuh koloninya. Walaupun masing-
masing bentuk tumbuh dapat menyediakan fasilitas yang sama sebagai habitat, tetapi bentuk tumbuh tersebut dapat dianggap mencerminkan derajat kompleksitas
habitat yang berbeda-beda, sehingga merupakan kelompok fungsional yang berbeda. Diantara kelompok fungsional tersebut keselingkupan antar fungsi
ekologis masih dapat terjadi, misalnya antara karang bentuk massif CM dengan karang bentuk sub-masif CS dan Acropora submasif ACS; dan antara karang
bercabang CB dengan karang Acropora bercabang ACB dan Acropora digitate ACD. Keanekaragaman fungsi ekologis dan keselingkupan antar fungsi
keduanya meningkatkan resiliensi ekosistem. Pada komunitas ikan-ikan terumbu karang, keanekaragaman kelompok
fungsional tersebut pada dasarnya mencerminkan lima fungsi ekologi yaitu: piscivori pemangsa ikan, invertivori pemangsa invertebrate, planktivori
pemangsa plankton, koralivori pemgnsa karang, dan herbivor pemakan algae. Fungsi ekologis piscivori diperankan oleh ikan-ikan Lutjanidae, Serranidae,
Synodontidae dan Fistulariidae. Ikan-ikan yang melakukan invertivori meliputi family Mullidae, Pomacenthridae, Labridae, Balistidae, Plesiopidae dan
Lethrinidae. Ikan-ikan planktivora meliputi family Apogonidae, Syngnathidae, dan Blenniidae. Fungsi ekologi koralivori pemakan karang dilakukan oleh
Chaetodontidae dan Scraridae. Fungsi herbivore pemakan algae diperankan oleh
ikan-ikan Pomacenthridae,
Acanthuridae, Scaridae,
dan Siganidae.
Pembagian fungsi ekologis dari famili-famili ikan tersebut tidak bersifat mutlak. Semakin banyak fungsi ekologis yang dapat diidentifikasi semakin mudah
penjelasan mekanisme ekologisnya, walaupun semakin sulit penanganan datanya. Walaupun keanekaragaman fungsi ekologis lebih penting dalam resiliensi,
keanekaragaman spesies juga dapat digunakan sebagai garansi atau petunjuk singkat
tentang resiliensi suatu
ekosistem Bengtsson 2002.
Tingginya keanekaragaman spesies merupakan suatu jaminan bahwa fungsi-fungsi ekologis
masih akan berjalan ketika gangguan yang mendadak terjadi di masa mendatang, yaitu gangguan yang skala dan intensitasnya belum pernah terjadi sepanjang
sejarah ekosistem. Belum diketahui spesies mana yang akan berperan penting menjalankan fungsi ekologis jika terjadi gangguan tersebut, sehingga jalan terbaik
untuk menjaga resiliensi adalah menjaga keseluruhan spesies yang ada. Tingginya kekayaan spesies secara umum masih dapat digunakan sebagai indikasi resiliensi
ekosistem.
2. Skala dan Redundansi