kayu dengan berat jenis rendah. Hal ini disebabkan air terikat yang dikeluarkan dari dinding sel lebih banyak, selain itu masa kayu yang menyusut dari jenis kayu
dengan berat jenis tinggi lebih banyak.
4.2.1 Laju Pengeringan
Laju pengeringan merupakan indikator yang menentukan kesulitan kayu untuk dikeringkan. Hal ini terkait waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan air
dari dalam kayu pada proses pengeringan. Laju pengeringan kayu yang tinggi pada umumnya didukung oleh sifat struktur kayu, seperti dinding sel kayu yang
tipis, ukuran pori yang besar serta tidak adanya hambatan berupa tylosis dan zat amorf. Hasil penelitian sifat pengeringan menunjukan bahwa kayu jamuju lebih
cepat dikeringkan dibanding kayu rasamala dan pasang. Laju pengeringan kayu jamuju sebesar 152,31 hari sedangkan kayu pasang dan rasamala 53,51 hari
dan 53,39 hari. Dalam penelitian ini kayu jamuju memiliki berat jenis terendah 0,45
dibandingkan kayu lainnya. Berat jenis yang rendah identik dengan dinding sel kayu yang tipis. Tipisnya dinding sel tersebut memudahkan proses keluarnya air
dari dalam rongga sel kayu. Selain itu pada kayu jamuju tidak terdapat endapan tylosis dan zat amorf Lemmens 1995, sehingga proses pengeluaran air dalam
kayu ini relatif lancar. Laju pengeringan kayu pasang sebesar 53,51hari. Nilai ini menandakan
kayu pasang cukup sulit dikeringkan. Adapun hal yang mempengaruhi lambatnya pengeringan kayu pasang antara lain, berat jenisnya cukup tinggi yaitu 0,83 yang
menunjukkan dinding selnya tebal sehingga masa kayu yang harus dilewati air cukup banyak. Sel-sel pori pada kayu ini juga berisi tylosis. Kayu rasamala
memiliki laju pengeringan yang tidak berbeda jauh dari pada kayu pasang yaitu sebesar 53,39 hari. Hal ini dikarenakan berat jenis kayu rasamala yang hampir
sama dengan kayu pasang yaitu 0,81. Sel-sel pori kayu rasamala juga mengandung tylosis Abdurrohim et al. 2004.
4.2.2 Cacat Pengeringan
Pada penelitian ini, kerusakan yang sering dijumpai adalah pecah permukaan, pecah ujung dan deformasi. Cacat pecah permukaan pada umumnya
terjadi diawal proses pengeringan ketika kadar air kayu cukup tinggi. Permukaan kayu mengering lebih cepat dibandingkan bagian dalam kayu yang relatif masih
basah sehingga terjadi tegangan tarik dipermukaan dan tegangan tekan dibagian dalam kayu, sehingga dapat menimbulkan retakpecah. Retak permukaan sering
berawal dari jari-jari kayu atau saluran resin. Berdasarkan Martawijaya dan Barly 1995 cacat ini dapat diminimalisir dengan pemberian kelembaban tinggi atau
perlakuan pengukusan pada awal pengerigan. Cacat berupa perubahan bentuk atau yang dikenal dengan deformasi pada
umumnya terjadi pada proses pengeringan dengan kondisi kayu yang sangat basah dengan permeabilitas sel yang rendah dan atau terdapatnya penyumbatan pada
pori kayu Bramhall dan Wellwood 1976. Selain itu, deformasi dapat diakibatkan oleh perbedaan penyusutan yang besar pada arah radial, tangensial dan
longitudinal atau karena adanya kayu tekan compression wood, kayu tarik tension wood, kayu juvenile, dan mata kayu. Jenis deformasi yang sering
dijumpai dalam penelitian ini adalah collapse, memuntir twisting dan memangkuk cupping. Pencegahan cacat deformasi dapat dilakukan dengan
mengatur kondisi penumpukan, tebal dan jarak ganjal serta pembebanan yang merata pada bagian atas tumpukan Basri dan Nurwati 2004.
Pada umumnya ketika kayu mengering, air yang keluar dari rongga sel kayu langsung digantikan oleh udara sehingga memenuhi rongga sel. Namun pada kayu
yang sangat basah dan memiliki permeabilitas dinding sel yang rendah, udara hanya masuk melalui difusi. Air yang keluar dari rongga sel kayu tidak cepat
terganti oleh udara, maka dinding sel tersebut tertarik kedalam rongga sel sehingga terjadi collapse. Hal ini juga diungkapkan oleh Kobayashi 1986 yang
menyatakan bahwa collapse pada sel kayu disebabkan oleh tegangan cairan dalam kayu yang diakibatkan oleh proses pengeringan. Oleh karena itu, waktu aman
untuk menaikkan suhu pengeringan adalah ketika kayu telah mencapai kondisi titik jenuh serat, yaitu ketika sudah tidak ada lagi air bebas dalam rongga sel.
Perlakuan berupa pengukusan atau penggunaan suhu rendah pada awal proses
pengeringan pada kayu yang sangat basah juga dapat mencegah kayu dari cacat collapse dan pecah bagian dalam.
Retak di bagian dalam kayu dapat merupakan cacat lanjutan dari retak permukaan. Setelah kayu mencapai titik jenuh serat, bagian permukaan yang
sebelumnya mengalami retak dapat menutup kembali sedangkan bagian dalam yang pecah tidak menutup lagi Bramhall dan Wellwood 1976. Cacat kayu
tersebut sangat menentukan kualitas kayu karena dapat menurunkan kekuatan kayu. Retak dalam internalhoneycombing check juga dapat diakibatkan oleh
tegangan pertumbuhan dalam batang pohon growth stress Wang et al. 1994. Apabila penyusutan melebihi kekuatan tarik tegak lurus serat kayu maka akan
menimbulkan retak. Sedangkan rasio penyusutan antara arah tangensial dan radial yang aman sebaiknya tidak melebihi nilai 2.
Pada penelitian ini, contoh uji yang digunakan diambil dari bagian kayu teras yang merupakan bagian pohon yang terdiri dari jaringan yang telah mati dan
mengandung zat ekstraktif, sehingga lebih sulit dikeringkan dan cenderung mudah mengalami cacat pengeringan apabila dibandingkan dengan kayu gubalnya
Tobing 1988. Selain itu kadar air yang terkandung dalam kayu masih cukup tinggi yaitu pada kisaran 55- 140, sehingga masih banyak air dalam rongga sel
yang harus dikeluarkan. Berikut penjelasan mengenai fenomena cacat pengeringan yang terjadi pada saat pengujian sifat dasar pengeringan dengan suhu
tinggi. Kayu Jamuju
Berdasarkan hasil uji sifat dasar pengeringan, kayu jamuju memiliki sifat pengeringan yang agak buruk. Jadwal pengeringan kayu jamuju lebih ditentukan
oleh cacat retak permukaan sebagai tingkat cacat terparah dengan nilai 5 agak buruk. Jenis cacat deformasi maksimal pada kayu ini bernilai 2, untuk cacat
pecah dalam nilai maksimal sebesar 1. Kadar air dari kayu ini cukup tinggi dibandingkan 2 jenis kayu lainnya yaitu 149,21 dengan berat jenis 0,45. Kayu
jamuju memiliki stabilitas dimensi yang cukup baik dibanding kayu rasamala dan pasang yaitu sebesar 3,29 untuk susut volumenya, hal ini disebabkan oleh
tipisnya dinding sel kayu jamuju yang diidentikkan dengan berat jenis yang rendah.
Cacat retak permukaan yang terjadi dipengaruhi oleh rapatnya sel jari-jari yang lemah dan berdinding tipis pada kayu jamuju, sebagaimana yang
diungkapkan Lemmens 1995 bahwa jari-jari kayu jamuju tergolong uniseriate dengan jarak 4-8mm. Ukuran pori kayu ini sebesar 40-65µ, kondisi pori ini
tergolong kecil karena ukurannya kurang dari 100µ Pandit 2008. Walaupun ukuran pori kayu jamuju tergolong kecil tetapi laju pengeringannya tergolong
cepat dan mudah dikeringkan, karena kecepatan pengeringan pada penelitian ini lebih dipengeruhi oleh ketebalan dinding sel. Begitu pula yang terjadi pada kayu
rasamala dan pasang, ukuran pori tidak mempengaruhi kecepatan pengeringan namun lebih dipengeruhi oleh ketebalan dinding sel yang terkait dengan berat
jenis.
Gambar 8 Cacat retak ujung a pada kayu jamuju dalam uji pengeringan.
Kayu pasang Quercuss spp Kayu pasang rawan mengalami retak ujung, retak permukaan dan
deformasi berupa collapse. Hal ini terkait dengan pori kayu pasang yang berkelompok dan relatif besar dengan ukuran 200-300 Abdurrohim et al.
2004. Ukuran ini cukup besar dibanding jenis lain dalam penelitian ini, kondisi pori yang seperti ini sangat berpotensi menimbulkan retak karena pori merupakan
titik lemah pada permukaan kayu ketika terjadi tegangan tarik. Jari-jari pada kayu ini terdapat dua macam yaitu jari-jari halus dan jari-jari lebar. Kondisi jari-jari
lebar mudah mengalami retak ketika terjadi penyusutan kearah tangensial. Selain
a
itu berat jenis kayu pasang yang cukup tinggi 0,83, mengindikasikan dengan tebalnya dinding sel yang berdampak terhadap rendahnya permeabilitas pada kayu
ini.
Gambar 9 Cacat internalchecking a dan cupping pada kayu pasang dalam uji Pengeringan.
Gambar 10 Cacat collapse a pada kayu pasang dalam uji pengeringan.
Kayu rasamala Sama halnya dengan kayu pasang, kayu rasamala mengalami deformasi
yang buruk pada uji sifat dasar pengeringan. Cacat perubahan bentuk yang jelas terlihat pada contoh uji kayu rasamala adalah cacat memuntir. Faktor struktur
anatomi yang diduga mengakibatkan terjadinya cacat ini ialah arah serat kayu yang berbeda lurus pada sisi yang satu dan miring pada sisi yang lain seperti
yang terlihat dalam Gambar 15. Hal lain yang diduga mempengaruhi terjadinya cacat pada kayu rasamala ini adalah dinding sel kayu yang tebal, yang identik
dengan berat jenis kayu ini yang cukup tinggi, sebesar 0,75. Pada kayu dengan berat jenis tinggi, air lebih lama keluar dari dalam kayu karena dinding selnya
lebih tebal. Pada saat dikeringkan maka bagian permukaan akan lebih dahulu
a
b
a
mengering dan kondisi ini akan mengakibatkan perbedaan tegangan antara bagian dalam dan bagian permukaan kayu yang dapat memicu terjadinya cacat. Selain
itu ukuran pori kayu ini relatif kecil 75-90µ serta berisi tylosis, atau endapan berwarna kuning. Jari-jari kayu ini pun mengandung deposit berwarna merah
kecoklatan Abdurrohim et al. 2004. Hal ini juga mendukung rendahnya permeabilitas kayu rasamala.
Gambar 11 Cacat retak ujung a dan twisting b pada kayu rasamala.
Gambar 12 Arah serat miring a pada bagian depan dan arah serat lurus b pada bagian belakang kayu rasamala.
4.3 Jadwal pengeringan