II
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakasanakan selama tiga bulan, yaitu mulai dari September hingga bulan November 2010. Tempat pelaksanaa penelitian ini adalah di
Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan Kilang Pengering Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, serta di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bagian Pengeringan Kayu.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa sample kayu dari jenis jamuju, pasang dan rasamala yang mengacu pada standar BS : 373-1957 sifat
fisis dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sample kayu pada uji pendahuluan pengeringan mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Terazawa 1965
berupa papan tangensial berukuran 20cm x 10cm x 2.5cm dari bagian kayu teras dengan jumlah contoh uji sembilan sample untuk tiap jenis kayu. Perlatan yang
digunakan dalam penelitian ini berupa timbangan digital, penggaris, caliper, kalkulator, alat tulis, aluminium foil, dan lem.
Gambar 6 Sampel kayu pasang a, rasamala b dan jamuju c.
3.3 Prosedur pengujian
1. Pengujian Sifat Fisis
Pengujian sifat fisis meliputi pengukuran berat jenis dan susut volume dari jenis kayu jamuju, pasang dan rasamala, dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm
sesuai dengan standar BS: 373-1957.
a b
c
Contoh uji yang telah dibersihkan serat-serat nya menggunakan amplas dan cutter kemudian ditandai dengan garis tengah pada setiap sisinya dan diukur
dimensinya pada bagian yang telah ditandai untuk mengetahui volume awal Va. Setelah dilakukan pengukuran dimensi contoh, contoh uji tersebut di oven pada
suhu 103±2 °C selama 48 jam. Contoh uji selanjutnya ditimbang untuk memperoleh BKT dan diukur kembali Volumenya Vo. Dengan demikian, susut
volume dan berat jenis dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :
SV 100
Keterangan: SV
: Susut Volume Va
: Volume Awal cm
3
Vo : Volume Oven cm
3
BJ BKTVa
1 Keterangan:
BJ : Berat Jenis
BKT : Berat Kering Tanur gram Va
: Volume Awal cm
3
2. Pengujian Pendahuluan dan Sifat Dasar Pengeringan
Contoh uji kayu berukuran 20 cm x 10 cm x 2,5 cm dari jenis yang berbeda dengan sembilan kali pengulangan pada masing-masing jenis kayu dibersihkan
dari serat-serat dengan menggunakan amplas dan cutter. Kemudian contoh uji disusun bertumpuk dengan menggunakan kayu sticker di dalam oven. Selanjutnya
contoh uji tersebut dioven pada suhu 100
o
C hingga mencapai kadar air kering tanur ±0. Evaluasi data jenis cacat yang terjadi yaitu, retakpecah ujung dan
retak permukaan dilakukan tiap dua jam sampai kerusakan maksimum. Ketika kayu mencapai kering tanur, maka diamati deformasi perubahan bentuk dan
retakpecah dalam kayu. Pengujian metode suhu tinggi dan evaluasi cacat yang terjadi ini mengacu pada metode Terazawa 1965.
Penilaian sifat pengeringan kayu didasarkan pada tiga jenis cacat tersebut dan tingkat kerusakan masing-masing jenis cacat menggunakan sistem skala.
Semakin tinggi skala nilai yang digunakan maka semakin parah cacat yang terjadi pada contoh uji kayu. Walau dari kesembilan kayu contoh uji yang diamati hanya
ditemukan satu yang tingkat cacatnya terparah, penetapaan suhu dan kelembaban tetap mengikuti kriteria dari contoh uji yang mengalami cacat terparah.
Berdasarkan hasil evaluasi cacat tersebut, maka disusun suatu rancangan jadwal pengeringan untuk setiap jenis kayu tersebut, yaitu berupa suhu awal dan akhir
serta kelembaban awal dan akhir sehingga kayu tersebut dapat dikeringkan secara optimal. Perubahan tingkat suhu dan kelembaban untuk setiap perubahan kadar air
dalam jadwal pengeringan yang dibuat dari setiap jenis kayu mengacu pada
jadwal pengeringan Forest Product Laboratory FPL Madison Torgeson, 1951
dalam Basri et al. 2000. 3.
Pengujian jadwal pengeringan menggunakan kilang pengering Contoh uji papan tangensial berukuran 60 x 20 x 2,5 cm dari kayu teras
tiga jenis kayu yang berbeda dengan enam kali pengulangan pada masing-masing jenis kayu dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan amplas dan cutter dan
dicatat kondisi kayunya. Selanjutnya kedua ujung kayu dilapisi aluminium foil kemudian seluruh contoh uji disusun bertumpuk menggunakan sticker serta diberi
beban yang cukup pada bagian atas tumpukan di dalam kilang pengering. Percobaan pengeringan ini dilakukan dalam kilang pengering yang dilengkapi
dengan alat pengatur suhu serta kelembaban udara. Proses pengeringan yang dilakukan menggunakan jadwal pengeringan dari kayu yang diperoleh dari
pengujian sebelumnya pengujian pendahuluan menggunakan suhu tinggi. Penentuan kadar air dilakukan melalui penimbangan contoh uji berulang
kali sampai kondisi kering oven. Selanjutnya kadar air dihitung menggunakan rumus :
100 Keterangan :
KA : Kadar Air
BB :Berat Basah gram
BKT : Berat Kering Tanur gram
Proses penghitungan kadar air ini dilakukan setiap hari hingga kadar air masing-masing kayu mencapai kondisi kering tanur oven kemudian dilakukan
penentuan laju pengeringan menggunakan rumus : KAa KAb
T Keterangan :
L : Laju pengeringan hari
KA
a
: Kadar air awal KA
b
: Kadar air akhir T
: Waktu atau lama pengeringan hari Menjelang akhir pengeringan diberikan perlakuan conditioning selama 2
jam untuk menstabilkan kondisi kayu setelah pengeringan agar tidak ada cacat tambahan akibat perbedaan tegangan. Pada akhir pengeringan alat pengatur suhu
dan kelembaban dimatikan namun kipas dibiarkan tetap menyala selama sekitar 6 jam sebelum papan pengamatan dikeluarkan dari dapur pengering.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisis Kayu