4.10.5.  Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Kategori Komplikasi
Lama  rawatan  rata-rata  penderita  DM  tipe  2  dengan  Komplikasi  yang dirawat  inap  berdasarkan  kategori  komplikasi  di  Rumah  Sakit  Santa  Elisabeth
Medan tahun 2012-2013 dapat dilihat pada tabel ini:
Tabel 4.14.  Lama  Rawatan  Rata-rata  Penderita  DM  Tipe  2  dengan Komplikasi
yang Dirawat
Inap Berdasarkan
Kategori Komplikasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Kategori komplikasi Lama rawatan rata-rata
f Mean
SD
Komplikasi Akut 11
5,45 4,865
Komplikasi kronis 130
6,33 5,110
t = -0,548 df = 139
p= 0,585
Berdasarkan  tabel  4.14  diatas  dapat  diketahui  bahwa  dari  141  penderita DM  tipe  2  dengan  komplikasi  terdapat  11  penderita  DM  yang  mengalami
komplikasi  akut  menjalani  perawatannya  di  rumah  sakit  dengan  lama  rawatan rata-rata  selama  5,45  5  hari,  dan  130  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi
kronik dengan lama rawatan rata-rata 6,33 6 hari. Analisis  statistik  dengan  mengunakan  uji  t-test  diperoleh  p    0,05  berarti
secara statistik tidak ada perbedaan  yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi.
4.10.6.  Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya
Lama  rawatan  rata-rata  penderita  DM  tipe  2  dengan  Komplikasi  yang dirawat inap berdasarkan sumber biaya di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun
2012-2013 dapat dilihat pada tabel ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.15.   Lama  Rawatan  Rata-rata  Penderita  DM  Tipe  2  dengan Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Sumber  Biaya  di
RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Sumber Biaya Lama rawatan rata-rata
f Mean
SD
Biaya sendiri 125
6,14 5,005
Bukan biaya sendiri 16
7,25 5,710
t = -0.825 df = 139
p= 0,411
Berdasarkan  tabel 4.15 di atas dapat dilihat bahwa dari 141 penderita DM tipe  2  dengan  komplikasi  terdapat  125  penderita  dengan  sumber  biaya  sendiri
yang  memiliki  lama  rawatan  rata-rata  6,14  6  hari  dan  16  penderita  dengan sumber biaya bukan biaya sendiri biaya perusahaan dan asuransi Prudential yang
memiliki lama rawatan rata-rata 7,25 7 hari. Analisis  statistik  dengan  mengunakan  uji  t-test  diperoleh  p    0,05  berarti
secara statistik tidak ada perbedaan  yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1.  Sosiodemografi Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
5.1.1.  Umur Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah  Sakit  St.  Elisabeth  Medan  tahun  2012-2013  berdasarkan  umur  dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.1.  Diagram Batang  Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2
dengan  Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Umur  di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Berdasarkan  gambar  5.1  di  atas  diketahui  bahwa  proporsi  tertinggi penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  berdasarkan  umur  terdapat  pada
kelompok umur  65 tahun 31,9 kemudian diikuti kelompok umur 46-55 tahun 31,2,  56-65  tahun,  36-45  tahun  7,8  sedangkan  proporsi  terendah  pada
kelompok umur ≤ 35 tahun 0,7.
Umur  merupakan  salah  satu  faktor risiko terjadinya  DM.  Pada  penelitian ini  jumlah  kasus penderita DM tipe 2 meningkat drastis di usia  45 tahun. DM
0.7 7.8
31.2 28.4
31.9
5 10
15 20
25 30
35
≤ 35 36-45
46-55 56-65
65 P
r o
p o
r si
Umur Tahun
55
Universitas Sumatera Utara
tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa tua meskipun dapat terjadi juga pada usia dewasa  muda  Rustama  dkk,  2010,  seperti  dirumah  sakit  ini  ada  1  orang
penderita  DM  tipe  2  yang  mengalami  komplikasi  pada  usia  dewasa  awal  yaitu pada  usia  30  tahun  dengan  komplikasi  TB  paru.  Usia  maksimum  penderita  DM
tipe  2  dengan  komplikasi  adalah  89  tahun  sebanyak  2  orang,  dimana  keduanya mengalami komplikasi Ulkus Diabetik.
Masyarakat  yang  merupakan  kelompok  beresiko  tinggi  adalah  mereka yang  berusia  40  tahun,  disebabkan  karena  pada  usia  tersebut  mulai  terjadi
peningkatan  intoleransi  glukosa.  Adanya  proses  penuaan  menyebabkan berkurangnya  kemampuan  sel  beta  pankreas  dalam  memproduksi  insulin.
Prevalensi DM akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur terutama pada kelompok  umur  lansia  Bustan,  2007.  Seperti  halnya  di  Rumah  Sakit  St.
Elisabeth  Medan,  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  paling  tinggi  pada kelompok  usia  65  tahun.  Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  Wild  dkk,  2004
tentang  perevalensi  DM  secara  global  yang  menunjukkan  bahwa  semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula prevalensi DM yang ada.
Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  Wuwungan  2013  di Poliklinik  Penyakit  Dalam  Blu  RSUP  Prof.dr.R.D  Kandou  Manado  yang
mendapatkan proporsi DM tipe 2 tinggi pada umur ≥45 tahun yaitu 79,2.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2.  Jenis Kelamin  Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah  Sakit  St.  Elisabeth  Medan  tahun  2012-2013  berdasarkan  jenis  kelamin
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.2.  Diagram Pie Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2  dengan
Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Jenis  Kelamin  di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Berdasarkan gambar 5.2 di atas dilihat bahwa proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi  berdasarkan  jenis kelamin proporsi tertinggi   yaitu  laki-laki
52,5 sedangkan perempuan 47,5. Secara  global,  prevalensi  DM  lebih  tinggi  pada  laki-laki  daripada
perempuan Wild dkk, 2004, menurut WHO 2008 prevalensi DM pada laki-laki lebih  tinggi  pada  Laki-laki  yaitu  9,8  sedangkan  prevalensi  perempuan  yaitu
9,2. Semua  orang  memiliki  resiko  untuk  terkena  penyakit  DM.  Namun
menurut  penelitian  terbaru,  kemungkinan  laki-laki  menderita  DM  lebih  besar dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Sattar memperoleh laki-
52,5 47,5
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Universitas Sumatera Utara
laki  51,920  54,3  dan  perempuan  43.137  45,7.  Seluruhnya  merupakan penderita DM tipe 2 dan umumnya mengalami obesitas Admin, 2011.
Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  Wuwungan  2013  di Poliklinik  Penyakit  Dalam  Blu  RSUP  Prof.dr.R.D  Kandou  Manado  yang
mendapatkan  proporsi  laki-laki  51,7  yang  menderita  DM  lebih  banyak dibandingkan perempuan 48,3.
Berbeda dengan hasil penelitian Sinaga 2012 di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar  tahun  2011  diperoleh  bahwa  proporsi  penderita  DM  tertinggi
adalah  perempuan  65.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  perbedaan kejadian DM tipe 2 dengan komplikasi berdasarkan jenis kelamin.
5.1.3.  Suku Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan tahun 2012-2013 berdasarkan suku dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar 5.3.  Diagram Pie  Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2  dengan
Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Suku  di  RS  St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
82.3 6.4
5,0 4.2
2.1
Suku
Batak Lain-lain
Jawa Nias
Aceh
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan  gambar  5.3  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  proporsi  tertinggi penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  berdasarkan  suku  adalah  Suku  Batak
82,3,  diikuti  lain-lain  6,4  terdiri  dari  suku  Tionghoa  2,1,  India  1,4, Minang  0,7,  Sunda  0,7,  Banten  0,7,  Flores  0,7,  Jawa  5,0,  Nias  4,3,
Aceh 2,1. Proporsi  suku  Batak  lebih  lebih  besar  dari  suku  yang  lainnya,  hal  ini
menunjukkan  bahwa  bukan  berarti  suku  Batak  lebih  beresiko  untuk  menderita DM  tipe  2  dengan  komplikasi  namun  hanya  menunjukkan  bahwa  penderita  DM
yang datang berobat lebih banyak suku Batak. Suku  Batak  terdiri  dari  Batak  Toba,  Karo,  Simalungun,  Mandailing,
Pakpak dan Angkola. Dari penderita DM tipe 2 dengan komplikasi  yang dirawat inap  di  Rumah  Sakit  Santa  Elisabeth  Medan  terdapat  116  82,3  suku  Batak,
diantaranya yaitu Batak Toba 64,7, Karo 21,6, Simalungun 9,5, Mandailing 3,4, dan proporsi terendah Pakpak 0.9.
Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Sinaga 2012 di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 diperoleh bahwa proporsi penderita DM
tertinggi adalah suku Batak sebesar 74,8.
5.1.4.  Agama  Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah  St.  Sakit  Elisabeth  Medan  tahun  2012-2013  berdasarkan  agama  dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.4.  Diagram Pie Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2  dengan
Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Agama  di  RS  St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Berdasarkan  gambar  5.4  di  atas  diketahui  bahwa  proporsi  tertinggi penderita    DM  tipe  2  dengan  komplikasi  berdasarkan  agama  yaitu  Kristen
Protestan  56,8  diikuti  Katolik  24,1,  Islam  17,7  sedangkan  yang  terendah yaitu Budha 1,4.
Proporsi agama Kristen Protestan dan Katolik  lebih banyak bukan berarti lebih beresiko mengalami DM tipe 2 namun hanya menunjukkan bahwa penderita
DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  datang  berobat  mayoritas  Kristen  Protestan dan Katolik. Proporsi ini sesuai bila dibandingan dengan proporsi suku yang lebih
tinggi  pada  suku  Batak,  diamana  biasanya  suku  Batak  mayoritas  agama  Kristen Protestan dan Katolik.
Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  yang  dilakukan  Marpaung  2006  di RSUD  Dr.  Djasamen  saragih  Pematangsiantar  bahwa  proporsi  penderita  DM
tertinggi berdasarkan agama yaitu agama Kristen Protestan sebesar 66,1
56.8 24.1
17.7 1.4
Agama
Kristen Protestan Katolik
Islam Budha
Universitas Sumatera Utara
5.1.5.  Pekerjaan  Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah  Sakit  St.  Elisabeth  Medan  tahun  2012-2013  berdasarkan  pekerjaan  dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.5.  Diagram  Batang Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2
dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di RS  St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Berdasarkan  gambar  5.5  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  proporsi  tertinggi pekerjaan  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  adalah  Ibu  Rumah  Tangga
IRT  30,5    kemudian  diikuti  oleh  Wiraswasta  29,8,  PNSBUMN  15,6, pensiunan  12,1,  Lain-Lain  5,0  PendetaPastor  2,9  dan  SusterBiarawati
2,1,  dan  yang  terendah  adalah  Pegawai  Swasta  dan  Petani  yang  memiliki proporsi sama yaitu 3,5.
Hal ini bukan menunjukkan bahwa IRT lebih beresiko menderita DM tipe 2  dengan  komplikasi  tetapi  menunjukkan  IRT  lebih  banyak  datang  berobat  ke
rumah sakit ini.  Selain itu juga dari seluruh penderita DM yang berjenis kelamin perempuan  pekerjaannya  lebih  banyak  IRT.  Salah  satu  faktor  risiko  DM  adalah
Kurang  aktifitas  fisik,  biasanya  pada  Ibu  Rumah  Tangga  kurang  aktifitas  fisik
30.5 29.8
15.6 12.1
5,0 3.5
3.5 5
10 15
20 25
30 35
Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta PNS
BUMN Pensiunan Lain-lain
Pegawai swasta
Petani
P r
o p
o r
si
Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan  yang  dilakukan  tergolong  ringan  karena  pekerjaan  yang  dilakukan hanya  pekerjaan  rumah  saja,  sehingga  tidak  jarang  IRT  mengalami  obesitas.
Obesitas  juga berisiko menyebabkan terjadinya DM tipe 2. Karena pada keadaan gemuk  respon  sel  beta  pankreas  terhadap  peningkatan  glukosa  darah  menjadi
berkurang. Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  Tarigan  2012  di  RSU  Herna
Medan  tahun  2009-2010,  diperoleh  proporsi  penderita  DM  dengan  komplikasi berdasarkan pekerjaan tertinggi yaitu Ibu Rumah Tangga 43,3.
5.1.6.  Tempat Tinggal  Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi
Distribusi  penderita  DM  tipe  2  dengan  komplikasi  yang  dirawat  inap  di Rumah  St.  Sakit  Elisabeth  Medan  tahun  2012-2013  berdasarkan  tempat  tinggal
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.6.  Diagram Pie Distribusi  Proporsi  Penderita  DM  Tipe  2  dengan
Komplikasi  yang  Dirawat  Inap  Berdasarkan  Tempat  Tinggal di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2012-2013
Berdasarkan gambar 5.6 di atas dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi  berdasarkan tempat tinggal  adalah di  Kota Medan
62,4  sedangkan di Luar Kota Medan 37,6.
62,4 37,6
Tempat Tinggal
Kota medan Luar Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
Penderita  yang  berasal  dari  luar  kota  tempatnya  bervariasi,  ada  yang tempatnya dekat dengan Kota Medan seperti dari Binjai, Langkat, Lubuk Pakam,
Deli  Serdang  dan  Berastagi,  namun  ada  juga  tempat  tinggalnya  jauh  dari  Kota Medan  seperti  dari  Tapanuli  Utara,  Tapanuli  Selatan  dan  Nias  bahkan  ada  juga
yang datang berobat dari luar provinsi seperti dari Riau dan Aceh. Pasien  yang  berasal dari  luar  Kota Medan cukup banyak  yang  berobat ke
rumah  sakit  ini,  kemungkinan  penderita  ingin  mempeloleh  pelayanan  kesehatan yang  lebih  baik  dibandingkan  asal  tempat  tinggalnya,  akan  tetapi  dari  53  orang
yang berasal dari Luar Kota Medan  ada 12 orang pulang atas permintaan sendiri PAPS
Penderita DM tipe 2 dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit St.  Elisabeth  Medan  baik  yang  berasal  dari  Kota  Medan  maupun  Luar  Kota
Medan hampir semuanya datang sendiri, hanya beberapa orang yang dikirim oleh dokter  dari  rumah  sakit  lainnya  pada  kartu  status tidak  dicantumkan  asal  rumah
sakit  sebelumnya.  Penderita  yang  meninggal  7  orang  berasal  dari  Kota  Medan dan 3 orang berasal dari Luar  kota Medan.
Penelitian  ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  Simamora  2011  di  Rumah Sakit  St.  Elisabeth  Medan  tahun  2010,  juga  diperoleh  proporsi  tertinggi  tempat
tinggal penderita Diabetes Mellitus yang dirawat inap yaitu Kota Medan 60,1.
5.2.  Keluhan Utama  Penderita DM Tipe 2 dengan Komplikasi