Proses Termal Sterilisasi TINJAUAN PUSTAKA

21 1991, kekuatan gel tertinggi diperoleh dari hasil ekstraksi komponen pembentuk gel menggunakan abu qi pada konsentrasi 0.3.

D. Proses Pengalengan

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat hermetis dan disterilisasi dengan panas Desrosier, 1978. Setelah proses sterilisasi harus segera dilakukan proses pendinginan untuk mencegah terjadinya over cooking pada makanan dan tumbuhnya kembali bakteri termofilik Winarno dan Fardiaz, 1980. Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan Desrosier, 1978. Persiapan bahan dilakukan dengan pemilihan bahan-bahan yang akan dikalengkan, pencucian, pemotongan menjadi bagian-bagian tertentu, dan persiapan bahan untuk pengolahan selanjutnya Luh dan Woodroof 1975 dalam Sylviana 2005. Pencucian bertujuan untuk memisahkan bahan dari material asing yang tidak diinginkan, seperti kotoran, minyak, tanah, dan sebagainya serta diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba awal yang sangat berguna dalam efektivitas proses sterilisasi Lopez, 1981. Pengisian bahan pangan ke dalam wadah harus memperhatikan ruangan pada bagian dalam atas kaleng head space. Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan kaleng menjadi menggelembung. Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tingginya head space adalah sekitar 0.25 inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jar, direkomendasikan head space yang lebih besar. Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari 0.25 inci, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan medium, diperkenankan produk diisikan sampai hampir penuh dengan meninggalkan sedikit ruang head space Muchtadi, 1994. Pengisian bahan ke dalam harus seragam dengan tujuan untuk mempertahankan keseragaman rongga udara head space, memperoleh produk yang konsisten, dan menjaga berat bahan secara tetap. Menurut Muchtadi 1994, penghampaan udara exhausting adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga dapat mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal initial temperature. Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan udara exhausting yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

E. Proses Termal

Proses termal merupakan suatu ilmu yang berkembang sejak termokopel digunakan untuk mengukur suhu. Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan hingga waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Menurut Hariyadi 2000, ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah : a. terbentuknya tekstur dan cita rasa yang khas dan disukai, 22 b. rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi, c. peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat, d. terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan, dan e. menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak, sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan. Namun, ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu umumnya yang berkaitan dengan mutu organoleptik, seperti tekstur, warna, dan lain-lain, terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, proses pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik. Kontrol terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama pemanasan terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau reduksi mikroba dan inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses pemanasan untuk meningkatkan daya simpan, dilakukan dengan cara blansir, pasteurisasi, dan sterilisisasi.

F. Sterilisasi

Menurut Muchtadi 1994, sterilisasi adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya, teksturnya, dan citarasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak. Sterilisasi pada sebagian besar makanan kaleng biasanya dilakukan secara komersial. Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan di dalam kaleng, plastik, atau botol. Bahan pangan yang disterilkan secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun toksin dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga mikroba pembusuk. Spora bakteri non-patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di dalam makanan setelah proses pemanasan, tetapi bersifat dorman tidak dalam kondisi aktif berproduksi, sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal Hariyadi, 2000. Makanan yang telah dilakukan sterilisasi komersial memiliki daya simpan yang tinggi. Menurut Muchtadi 1994, sterilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1 jenis mikroba yang dihancurkan, 2 kecepatan perambatan panas ke dalam titik dingin, 3 suhu awal bahan pangan di dalam wadah, 4 ukuran dan jenis wadah yang digunakan, 5 suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi, dan 6 keasaman atau pH produk yang dikalengkan. Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan dikombinasikan dengan kemasan yang kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminasi. Kondisi pengemasan yang kedap udara ini dapat menyebabkan terbatasnya jumlah udara yang ada, sehingga bakteri yang bersifat aerob tidak akan mampu tumbuh pada produk pangan tersebut. Umumnya, proses pengemasan bagi bahan pangan yang disterilisasi dikombinasikan dengan teknik pengemasan yang akan menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini akan memberikan beberapa keuntungan, antara lain mikroba tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan dan kondisi anaerobik ini dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi selama proses pemanasan maupun selama proses penyimpanan setelah proses. Untuk mempertahankan kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam kemasan kedap udara. 23 Operasi sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang dapat berasal dari air panas mendidih atau dengan menggunakan uap air panas bertekanan selama waktu yang ditentukan. Produk dalam kemasan disterilisasi dengan menggunakan ketel uap retort. Retort yang disebut juga autoclave atau sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber di luar retort. Sumber uap panas tersebut dapat berbentuk boiler atau steam generator. Menurut Muchtadi 1994, berdasarkan derajat keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 212˚F 100˚C yang merupakan suhu air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus disterilisasi pada suhu lebih tinggi dari 212˚F100˚C. Bahan pangan yang asam pH 4.5 seperti sari buah, buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya disterilisasi dengan cara memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu pada titik dingin mencapai 200˚F atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang dapat membusukkan bahan pangan asam telah dapat hancur. Golongan bahan pangan lainnya yang memiliki pH 4.5 seperti sayuran yang tidak asam, sup, daging, dan hasil olahannya, ikan, dan unggas, dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah tekanan, agar diperoleh tingkat sterilitas yang memadai. Ketahanan panas bakteri yang penting dalam sterilisasi komersial disebutkan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Ketahanan panas bakteri yang penting pada proses sterilisasi komersial Golongan Bakteri Ketahanan Panas D Z Bahan Pangan Berasam Rendah pH diatas 4,5 Termofilik spora  Golongan Flat-Sour B. stearothermophilus  Golongan PembusukProduksi Gas C. thermosaccharolyticuum  Golongan Pembentuk Bau Sulfida C. nigrificans Mesofilik Spora  PAPutrefactive Anaerob C. botulinum tipe A dan B C. sporogenes termasuk PA.367a 4,0-5,0 3,0-4,0 2,0-3,0 0,1- 0,20 0,1- 0,15 14-22 16-22 16-22 14-18 14-18 Bahan Pangan Asam pH 4,0 – 4,5 Temofilik spora C. coagulans Mesofilik B. polymiyxa dan B. macerans Anaeron butirat C. Pasterianum 0,01-0,07 0,01-0,05 0,01-0,05 14-18 12-16 12-16 Bahan Pangan Berasam Tinggi pH ˂ 4,0 Lactobacillus sp, Leuconostoc sp, dan Kapang serta Khamir 0,50-1,00 8-10 Sumber : Muhtadi, Tien R. 2008 Untuk bahan pangan yang tergolong tidak asam dapat ditambahkan larutan garam atau larutan gula yang diasamkan sebagai mediumnya, sehingga sterilisasi dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah misalnya hanya pada suhu 100˚C, tekanan atmosfer sehingga mutu produk dapat lebih dipertahankan. 24 Menurut Reuter 1993, kerusakan mutu pangan selama proses sterilisasi adalah rendah ketika bahan pangan tersebut diberi perlakuan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat. Penentuan waktu dan suhu sterilisasi dipengaruhi oleh kecepatan perambatan panas, keadaan awal produk pH, dimensi produk, dan jumlah mikroba awal, wadah yang digunakan, dan ketahanan panas mikroba atau sporanya. Setiap partikel makanan harus menerima panas dalam jumlah yang sama. Kombinasi waktu dan suhu yang diberikan pada produk yang disterilisasi harus cukup untuk mematikan mikroba patogen dan mikroba pembusuk. Untuk itu, guna memastikan tidak aktifnya enzim yang terdapat pada bahan pangan dan tercapainya waktu sterilisasi yang singkat, proses pre-sterilisasi dapat dilakukan dengan proses blansir. Proses sterilisasi komersial dengan menggunakan panas di desain untuk melindungi kesehatan konsumen dan untuk melindungi produk dari mikroba pembusuk yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis Scmitdt, 1957.

G. Perhitungan Proses Termal

Dokumen yang terkait

Strategi Pemasaran Cincau Hitam(Mesona Palustris ) Di Kota Medan

5 71 83

Mempelajari Proses Pembuatan Cincau hitam (Mesona palustris BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Radikal Bebas Makrofag Mencit sebagai Indikatot Imunostimulan secara in vintro

1 12 86

Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam (Mesona palustris) Dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor

5 27 91

Karakteristik rheologi gel cincau hitam (Mesona palustris BL)

7 49 101

JURNAL REVIEW: POTENSI CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl.), DAUN PANDAN (Pandanus amaryllifolius) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) SEBAGAI BAHAN BAKU MINUMAN HERBAL FUNGSIONAL Black Cincau (Mesona palustris Bl.), Pandanus Leaves (Pandanus amaryllifol

0 6 9

FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (Mesona palustris BL) SKALA PILOT PLANT: KAJIAN PUSTAKA Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant Scale: A Review

1 1 8

LIANGTEH BERBASIS CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl), PANDAN (Pandanus amaryllifolius), DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale) : KAJIAN PUSTAKA Herbal Tea Based Black Cincau (Mesona palustris Bl), Pandanus (Pandanus amaryllifolius) and Red Ginger (Zingiber

0 2 6

POTENSI CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl.) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN: KAJIAN PUSTAKA Healthy Potential of Black Grass Jelly (Mesona palustris Bl.) As Functional Foods: A Review

0 0 5

Strategi Pemasaran Cincau Hitam(Mesona Palustris ) Di Kota Medan

0 0 11

KARYA TULIS ILMIAH PEMERIKSAAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) PADA MINUMAN CINCAU HITAM (Mesona palustris) YANG DIJUAL DI WILAYAH KECAMATAN KENJERAN SURABAYA

0 0 15