Parameter Kecukupan Proses Termal

26 Ball menggunakan fakta bahwa nilai sterilitas porsi pemanasan dari suatu proses termal merupakan fungsi dari kemiringan kurva pemanasan h f dan perbedaan suhu medium pemanas dengan suhu produk pada akhir pemanasan T T r  = g . Berdasarkan persamaan suhu produk dengan waktu pemanasan, maka diperoleh persamaan berikut:         g I j f t h h h B log II.4     i r pih r h T T T T j    log log , i r h T T I   II.5 Dari tabel hubungan h f dan waktu pemanasan pada suhu retort untuk mencapai sterilitas yang diinginkan r L F U   deng an nilai g , dapat ditentukan nilai g , sehingga nilai B t dapat dihitung. Jika nilai B t sudah diketahui, nilai sterilitas proses F dapat dihitung dengan :           U f L f F h r h II.6   z T r r L 250 10   II.7 Dimana: r L = letalitas B t = waktu proses menit F = nilai sterilitas proses menit Broken heating curves adalah kurva pemanasan pada produk yang pada periode pertama pemanasan mengalami kenaikan suhu yang cepat dan pada periode berikutnya mengalami kenaikan suhu yang lambat.

H. Parameter Kecukupan Proses Termal

Dalam suatu perancangan proses termal, karakteristik ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya merupakan hal penting yang harus diketahui. Karakteristik ketahanan panas dinyatakan dengan nilai D dan nilai z. Nilai D adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu untuk mereduksi mikroorganisme sebanyak 90 atau menjadi 110. Sedangkan nilai z adalah derajat kenaikan atau penurunan suhu untuk menurunkan atau menaikkan nilai D menjadi 10 kali dari nilai awalnya. Nilai D dan nilai z suatu mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 3 yang menggambarkan ketahanan panas bakteri yang penting pada proses sterilisasi komersial. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan dalam suatu perancangan proses termal, maka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Secara matematis penentuan siklus logaritma penurunan mikroba S dinyatakan dengan persamaan 1 berikut: Nt No S log  II.8 Dimana: Nt = jumlah populasi mikroba setelah proses termal „t‟ menit No = jumlah populasi mikroba sebelum proses termal Setelah siklus logaritma penurunan mikroba ditentukan, kemudian dihitung nilai sterilitasnya pada suhu tertentu F . F disebut sebagai nilai sterilisasi jika proses yang berlangsung adalah 27 sterilisasi, namun jika proses yang berlangsung adalah pasteurisasi, maka F adalah nilai pasteurisasi. F adalah ekuivalen letalitas proses te rmal dengan waktu pemanasan pada suhu 250˚F. Nilai F ini ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai F dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, dimana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai z. Secara umum, nilai F menggambarkan waktu menit yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. o D S F   II.9 Proses pengujian keamanan makanan kaleng yang berasam rendah, maka kriteria sterilitas yang digunakan berdasarkan spora bakteri yang lebih tahan panas daripada spora Clostridium botulinum, yaitu spora Bacillus stearothermophilus atau FS flat sour 1518. Disebut sebagai FS 1518 karena pertumbuhan bakteri ini akan mengakibatkan kebusukan akibat diproduksinya asam tetapi tanpa gas sehingga bentuk tutup kaleng tetap normal flat. Untuk makanan kaleng yang asam, proses sterilisasi dengan menggunakan panas ini biasanya didesain berdasarkan pada ketahanan panas bakteri fakultatif anaerob, seperti Bacillus coagulan B. thermoacidurans, B. mascerans, dan B. polymyxa.

I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Proses Termal

Menurut Kusnandar, et al. 2006, faktor-faktor kritis yang mempengaruhi proses termal dan sterilisasi yang perlu diidentifikasi pengaruhnya adalah : a karakteristik produk yang dikalengkan, yang terdiri dari pH keseimbangan, metode pengasaman, konsistensiviskositas dari bahan, bentukukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio padatancairan, perubahan formula, ukuran partikel, syrup strength, jenis pengental, jenis pengawet yang ditambahkan, dan sebagainya, b kemasan, yang terdiri dari jenis dan dimensi, metode pengisian bahan ke dalam kemasan, c proses dalam retort, yang terdiri dari jenis retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort, tumpukan wadah, pengaturan kaleng, kemungkinan terjadinya nesting, dan sebagainya. Beberapa faktor kritis tersebut dijelaskan sebagai berikut: a Keasaman Nilai pH Tingkat keasaman nilai pH merupakan salah satu karakteristik produk pangan yang menentukan apakah suatu produk harus dilakukan sterilisasi atau pasteurisasi. Pada produk pangan yang diasamkan, maka prosedur pengasaman menjadi sangat penting, yang harus menjamin pH keseimbangan dari bahan harus berada di bawah pH 4.5. Untuk itu, perlu diketahui metode pengasaman yang digunakan dan jenis acidifying agent yang digunakan misalnya asam sitrat, asam asetat, asam malat, saus tomat, asam tartarat, dan sebagainya. Bila pengasaman dilakukan secara benar, maka proses termal dapat menerapkan pasteurisasi. b Viskositas Viskositas suatu produk berhubungan dengan cepat atau lambatnya laju pindah panas pada bahan yang dipanaskan yang mempengaruhi efektifitas proses panas. Pada produk yang memiliki viskositas rendah cair pindah panas berlangsung secara konveksi yaitu merupakan sirkulasi dari molekul-molekul panas sehingga hasil transfer panas menjadi lebih efektif. Sedangkan pada produk yang memiliki viskositas tinggi padat, transfer panas berlangsung secara konduksi, yang mengakibatkan terjadinya tumbukan antara yang panas dan yang dingin sehingga efektifitas pindah panas menjadi berkurang. Koefisien pindah panas secara konveksi dinyatakan dengan „h‟, sedangkan koefisien pindah panas secara konduksi dinyatakan dengan „k‟. Koefisien pindah panas tersebut menunjukkan mudah atau tidaknya pindah panas yang terjadi pada suatu produk. 28 c Jenis medium pemanas Jenis medium pemanas pada umumnya menggunakan uap steam dengan teknik pemanasan secara langsung direct heating. Teknik pemanasan dengan menggunakan uap steam secara langsung ini terdiri dari dua macam, yaitu : i steam injection, yang dilakukan dengan menyuntikkan uap secara langsung ke dalam ruangan chamber yang berisi bahan pangan, dan ii steam infusion, adalah teknik pemanasan dimana bahan pangan disemprotkan kedalam ruangan yang berisi uap panas. d Jenis dan ukuran kaleng Jenis kemasan yang digunakan berpengaruh pada kecepatan perambatan panas ke dalam bahan. Sementara ukuran kaleng yang berdiameter lebih besar, efektifitas transfer panas lebih rendah dibandingkan kaleng dengan ukuran diameter yang lebih kecil, karena penetrasi panas lebih cepat. 29

BAB III METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro, Cikaret, Bogor.

B. Alat dan Bahan

1. Alat Pada penelitian ini, menggunakan alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan gel cincau hitam, diantaranya panci untuk merebus, kompor, pengaduk, saringan halus, toples besar, gelas ukur volume 1 liter dan 10 ml, dan timbangan digital. Untuk proses pengukuran analisa sifat fisik, digunakan alat pengukur kadar gula total padatan terlarut hand refractometer, refrigerator dan cawan untuk pengukuran sineresis, serta rheometer untuk pengukuran kekuatan gel. Pengukuran analisa sifat kimia, digunakan alat pH meter untuk mengukur derajat keasaman. Sedangkan untuk pengukuran analisis mikroba, menggunakan stomacher, incubator, dan media PCA Plate Count Agar. Untuk pengukuran penetrasi panas digunakan termokopel, recorder, dan retort. Pada proses pengemasan, digunakan kaleng yang berukuran 306 x 405 8.5 cm x 11 cm yang diproduksi oleh UNITED CAN COMPANY dan double seamer penutup kaleng. 2. Bahan Dalam proses pembuatan gel cincau hitam, bahan yang digunakan antara lain, simplisia kering janggelan tanaman cincau hitam air, abu qi cair, tepung tapioka, dan gula. Untuk analisa sifat kimia, bahan yang digunakan yaitu larutan buffer pH 4.0, serta larutan pengencer untuk analisa mikrobiologi.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan dan Pengalengan Gel Cincau Hitam

Proses pembuatan gel cincau hitam dijelaskan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 3 di bawah ini.

Dokumen yang terkait

Strategi Pemasaran Cincau Hitam(Mesona Palustris ) Di Kota Medan

5 71 83

Mempelajari Proses Pembuatan Cincau hitam (Mesona palustris BL) Instan dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Radikal Bebas Makrofag Mencit sebagai Indikatot Imunostimulan secara in vintro

1 12 86

Pengembangan Produk Minuman Cincau Hitam (Mesona palustris) Dalam Kemasan Cup Polipropilen di PT Fits Mandiri Bogor

5 27 91

Karakteristik rheologi gel cincau hitam (Mesona palustris BL)

7 49 101

JURNAL REVIEW: POTENSI CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl.), DAUN PANDAN (Pandanus amaryllifolius) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii) SEBAGAI BAHAN BAKU MINUMAN HERBAL FUNGSIONAL Black Cincau (Mesona palustris Bl.), Pandanus Leaves (Pandanus amaryllifol

0 6 9

FAKTOR PENGARUH EKSTRAKSI CINCAU HITAM (Mesona palustris BL) SKALA PILOT PLANT: KAJIAN PUSTAKA Influence Factor of Black Cincau (Mesona palustris BL) Extraction in Pilot Plant Scale: A Review

1 1 8

LIANGTEH BERBASIS CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl), PANDAN (Pandanus amaryllifolius), DAN JAHE MERAH (Zingiber officinale) : KAJIAN PUSTAKA Herbal Tea Based Black Cincau (Mesona palustris Bl), Pandanus (Pandanus amaryllifolius) and Red Ginger (Zingiber

0 2 6

POTENSI CINCAU HITAM (Mesona palustris Bl.) SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN: KAJIAN PUSTAKA Healthy Potential of Black Grass Jelly (Mesona palustris Bl.) As Functional Foods: A Review

0 0 5

Strategi Pemasaran Cincau Hitam(Mesona Palustris ) Di Kota Medan

0 0 11

KARYA TULIS ILMIAH PEMERIKSAAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) PADA MINUMAN CINCAU HITAM (Mesona palustris) YANG DIJUAL DI WILAYAH KECAMATAN KENJERAN SURABAYA

0 0 15