41
Gambar 12. Proses penutupan kaleng
C. Penentuan Titik Terdingin Produk, Waktu Venting, dan Come Up Time
Setelah gel cincau hitam dikemas dalam kaleng, maka selanjutnya dilakukan proses termal dengan melakukan sterilisasi komersial. Menurut Hariyadi 2000, sterilisasi komersial adalah suatu
kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi mikroorganisme yang hidup. Bahan pangan yang telah mengalami proses
sterilisasi mungkin saja masih mengadung spora bakteri terutama bakteri non-patogen, namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen bersifat dorman tidak dalam kondisi
aktif bereproduksi, sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal.
Proses termal diawali dengan pengukuran distribusi panas. Pengukuran distribusi panas dilakukan dengan bantuan termokopel yang dihubungkan dengan recorder. Termokopel dipasang
pada 7 tempat yaitu 3 buah dipasang di dalam kaleng produk untuk menentukan titik terdingin coldest point dan 4 buah dipasang di dalam retort untuk mengukur suhu lingkungan pada bagian
kanan, kiri, atas, dan bawah. Hasil uji distribusi panas dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan
hasil uji distribusi panas, titik terdingin coldest point pada produk terdapat pada ½ tinggi kaleng. Menurut Kusnandar et al. 2006, untuk produk yang kental sehingga transfer panas terjadi secara
konduksi, sehingga titik terdingin terletak pada pusat geometri kaleng. Gambar 13 menunjukkan
kurva perbandingan suhu pada titik-titik yang diramalkan sebagai coldest point. Hasil pengujian
penentuan titik terdingin dapat dilihat pada Lampiran 2.
42
Gambar 13. Kurva penentuan titik terdingin coldest point.
Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort sebelum proses sterilisasi dimulai yang bertujuan untuk menghindari terjadinya penghambatan penetrasi panas dari
retort ke dalam kaleng yang akan mempengaruhi keberhasilan proses sterilisasi. Selain itu, venting juga bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu dengan tekanan, serta meningkatkan suhu awal
kaleng agar sesuai dengan suhu retort Kusnandar et al., 2006. Berdasarkan kurva distribusi panas
pada Gambar 14 dan Gambar 15 dapat dilihat waktu venting dan come up time pada ulangan 1 dan
ulangan 2.
Gambar 14. Kurva distribusi panas ulangan 1
43
Gambar 15. Kurva distribusi panas ulangan 2
Dari kurva diatas, dapat diketahui bahwa waktu venting ulangan 1 yaitu 4 menit pada suhu retort
114,1˚C dan pada ulangan 2 waktu venting berada pada menit ke 4 pada suhu 113,5˚C. Menurut Kusnandar et al. 2006, venting berlangsung kira-kira 8 menit hingga suhu retort
mencapai 110˚C. Setelah venting selesai, saluran klep venting ditutup, sedangkan saluran uap panas tetap dalam
keadaan terbuka. Setelah mencapai suhu venting, saluran uap panas masih dalam keadaan terbuka, sehingga
suhu retort semakin meningkat hingga mencapai suhu proses yang diinginkan. Suhu proses pada ulangan 1 mencapai 120,1˚C. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu retort yang diinginkan
yaitu 10 menit yang dinamakan sebagai come up time. Pada ulangan 2, suhu proses yang digunakan yaitu 117,7˚C. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu retort tersebut yaitu 12 menit. Menurut
Kusnandar et al. 2006, come up time CUT adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu
retort sampai mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu retort. Dari pengalaman empiris,
diketahui bahwa hanya 40 dari CUT mempunyai efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas. Perbedaan suhu proses antara ulangan 1 dengan ulangan 2 disebabkan oleh adanya
kebocoran pada retort pada saat ulangan 2 dilakukan, sehingga suhu proses yang digunakan tidak dapat sesuai yang direncanakan.
D. Penentuan Kecukupan Panas Pada Proses Sterilisasi Gel Cincau Hitam