46 Pada ulangan 1, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode formula untuk
perhitungan pada broken heating curves, diperoleh nilai F keseluruhan proses adalah 9,87 menit.
Kurva dan langkah perhitungan F dengan menggunakan metode formula dapat dilihat pada Lampiran
4a. Nilai ini berbeda jauh dengan nilai F keseluruhan proses yang dihitung dengan metode umum
yaitu 24 menit. Pada ulangan 2, nilai F
yang diperoleh dari perhitungan dengan metode formula adalah 8,45 menit. Nilai F
ini berbeda jauh dengan nilai F keseluruhan proses yang diperoleh pada perhitungan
dengan metode umum, yaitu 22 menit. Kurva dan langkah perhitungan F pada ulangan 2, dapat
dilihat pada Lampiran 4b. Perbedaan suhu proses yang digunakan mengakibatkan perbedaan yang
cukup signifikan terhadap nilai F . Selain itu, perbedaan nilai F
antara ulangan 1 dengan ulangan 2 disebabkan oleh komponen pembentuk gel pada ulangan 2 telah mengalami sineresis akibat
penyimpanan terlalu lama pada udara terbuka sehingga air keluar akibat tekanan yang terjadi pada air yang berada diantara rantai polisakarida McCabe 2008 dalam Karni 2011. Hal ini menyebabkan
viskositas lebih rendah yang berpengaruh pada proses perambatan panas dan tekstur gel lebih lunak karena sineresis yang sudah lebih dahulu terjadi saat masih dalam ekstrak gel, sehingga nilai F
pada ulangan 2 lebih kecil dibanding ulangan 1 walaupun suhu proses lebih rendah dibanding ulangan ke 2.
Metode umum biasanya digunakan untuk mengevaluasi suatu proses termal, sedangkan metode formula digunakan untuk merancang suatu proses termal. Faktor keamanan pada metode formula
dapat bertanggungjawab pada perhitungan kecukupan panas di dalam industri pangan yang bertujuan menghilangkan bahaya botulisme pada makanan kaleng olahan komersial Toledo, 2007.
E. Keasaman Gel Cincau Hitam Dalam Kaleng
Faktor penting tentang karakteristik produk pangan yang berhubungan dengan proses sterilisasi adalah nilai pH. Menurut McGlynn 2003, pH dalam makanan menunjukkan kehadiran ion hidrogen
dalam makanan, yang dihasilkan dari asam yang terdapat pada makanan. Suatu bahan pangan disebut pangan pH rendah disebabkan oleh konsentrasi ion hidrogen yang meningkat, karena meningkatnya
asam. Menurut Muhtadi 1991, berdasarkan nilai pH-nya, produk pangan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu bahan pangan berasam rendah pH 4,5, bahan pangan asam pH 4,0-4,5,
dan bahan pangan berasam ti nggi pH 4,0. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan pH meter,
maka dapat diketahui bahwa pH gel cincau hitam dalam kaleng adalah 5,6 untuk ulangan 1 dan 5,9
untuk ulangan 2. Hasil pengukuran pH gel cincau hitam dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa gel cincau hitam dalam kaleng tergolong dalam bahan pangan berasam rendah low
–acid foods.
Tabel 6. Hasil pengukuran pH gel cincau hitam dalam kaleng
Ulangan 1 Ulangan 2
1 5,7
5,7 2
5,5 6,1
Rataan 5,6
5,9 Menurut Hariyadi 2000, untuk produk pangan berasam rendah, kondisi anaerob pada kaleng
adalah kondisi yang tepat bagi Clostridium botulinum untuk tumbuh, berkembang, dan membentuk racun. Clostridium botulinum ini juga tahan panas dan membentuk spora. Oleh karena itu, proses
sterilisasi komersial produk pangan berasam rendah harus mampu menginaktivasi spora Clostridium botulinum.
47 Menurut Kusnandar et al. 2006 dalam Surya 2011, aplikasi sterilisasi pada produk pangan
tepat dilakukan jika produk pangan memenuhi empat kriteria : 1 produk tergolong berasam rendah pH ≥4,6, 2 produk memiliki aktifitas air relatif tinggi a
w
≥ 0,85, 3 produk akan dikemas secara anaerob, dan 4 produk akan disimpan pada suhu ruang.
Clostridium botulinum merupakan mikroorganisme yang harus diperhatikan oleh para pelaku proses pengalengan, karena dapat memproduksi toksin yang mematikan, yaitu botulin dan terdapat
pada tanah dan air sehingga bahan pangan dapat dengan mudah terkontaminasi. Beberapa strain C. botulinum bersifat proteotik dan putrefaktif, yaitu membentuk bau karena degradasi protein.
Miroorganisme ini tumbuh baik pada suhu 30˚C sampai 37˚C, walaupun dapat tumbuh pada suhu 10˚C dan 38˚C. Strain yang lainnya menggunakan karbohidrat seperti gula dan pati dan tidak
menghasilkan senyawa yang menyebabkan bau. Beberapa strain ini diasosiasikan dengan lingkungan laut, dapat tumbuh pada suhu 4˚C dan lebih toleran terhadap oksigen. Strain C. Botulinum tertentu
sangat resisten terhadap pemanasan pada suhu 100˚C selama 10 jam. Akan tetapi, toksin botulinnya tidak tahan panas. Toksin tersebut dalam makanan dapat diinaktivasi dengan mendidihnya makanan
tersebut Hariyadi, 2000.
F. Sineresis Gel Cincau Hitam Kaleng