18 Tabel 1. Perbedaan beberapa jenis cincau
No. Komponen
Perbedaan Cincau Hijau
Minyak Perdu
Hitam 1
Bahan Baku Daun Segar
Daun segar Daun
dilayukan Brangkas batang
daun kering Daun asli
lemas Daun asli kaku
Daun asli kaku Daun asli lemas Bentuk dan
ukuran asli Bentuk dan
ukuran asli Bentuk dan
ukuran asli Bentuk dan
ukuran telah berubah dan susut
Warna hijau klorofil
Warna hijau klorofil
Warna hijau klorofil
Warna cokelat karena ikatan
klorofil rusak
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Relatif bersih dari kotoran
Banyak kotoran, campuran benda
lain ketika proses pengeringan
Aroma spesifik,
lemah Aroma spesifik,
lemah Aroma langu,
kuat Aroma spesifik,
lemah
2 Proses
Tanpa pemanasan
Tanpa pemanasan
Pelayuan alami dan
dengan air hangat
Perebusan dua kali, ditambahkan
dye dan disaring
Diremas dengan air
matang dingin Diremas dengan
air matang dingin
Diremas dengan air
matang dingin atau hangat,
lalu ditambah bahan
pengental Direbus dan
ditambahkan tepung
Disaring, dicetak
dibiarkan dingin, dan
mengental Disaring,
dicetak dibiarkan
dingin, dan mengental
Disaring, dicetak
dibiarkan dingin, dan
mengental Dicetak dan
dibiarkan dingin
3 Hasil Produk
Sedikit Sedikit
Sedikit- Banyak
Sangat banyak Kebutuhan
keluarga Kebutuhan
keluarga Kebutuhan
keluarga dan komersial
Kebutuhan keluarga dan
komersial
4 Skala usaha
Tanaman sisipan
Tanaman sisipan
Tanaman sisipan atau
khusus Tanaman sisipan
atau khusus Daun tidak
dijual Daun tidak
dijual Daun dijual
Brangkas dijual Sumber : Pitojo dan Zumiati 2005
B. Cincau Hitam
Tanaman cincau hitam merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 30-60 cm dan tumbuh pada ketinggian 150-1800 m diatas permukaan laut Heyne 1987 dalam Rahmawansyah 2006.
Batangnya beruas, berbulu halus dengan bentuk menyerupai segiempat, kebanyakan cabang pada bagian dasarnya, dan berwarna agak kemerahan. Daun tanaman cincau hitam berwarna hijau, lonjong,
19 tipis lemas, ujungnya runcing, pangkal tepi daun bergerigi, dan memiliki bulu halus. Panjang daun
sekitar 10 cm dan bertangkai sekitar 2 cm. Letak daun saling berhadapan dan berselang-seling dengan daun berikutnya Pitojo dan Zumiati, 2005.
Tanaman cincau hitam dapat dibudidayakan dengan cara generatif maupun vegetatif. Cara generatifnya adalah dengan menggunakan biji sedangkan vegetatifnya menggunakan stek batang,
tunas akar, dan cara merunduk Sunanto 1995 dalam Rahmawansyah 1995. Proses pembibitan secara generatif tingkat keberhasilan kecambahnya hanya 1-2 saja dengan waktu 12 bulan. Hal ini
menyebabkan pembibitan cara ini jarang dilakukan Sunanto 1995 dalam Rahmawansyah 1995. Pembudidayaan yang sering dilakukan adalah dengan cara stek batang, tunas akar, dan merunduk.
Pembudidayaan dengan cara vegetatif ini tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dan tingkat keberhasilan juga tinggi. Selain itu, tanaman yang dihasilkan memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Tanaman cincau hitam mudah dibudidayakan, terutama di daerah dataran menengah hingga tinggi. Tanaman tersebut umumnya cocok ditanam di tegalan, pekarangan, dan ladang secara
monokultur atau tumpang sari dengan tanaman lain. Dalam rangka konservasi lahan, tanaman tersebut dapat ditanam di galengan teras atau ditempat yang berlereng. Hal ini didukung oleh sifat perakaran
yang lebat dan kuat mengikat tanah Pitojo dan Zumiati, 2005. Proses pemeliharaan tanaman cincau hitam dilakukan dengan melakukan penyiraman pada
waktu pagi dan sore hari agar diperoleh kondisi tanah yang tetap lembab dan tidak kekeringan. Pupuk yang digunakan untuk tanaman ini pupuk yang mengandung zat N nitrogen seperti pupuk urea. Hal
ini bertujuan agar dapat merangsang pertumbuhan daun yang lebih banyak Sunanto 1995 dalam Rahmawansyah 1995. Hama yang mungkin tumbuh selama penanaman cincau ini adalah jenis
Maenas maculifascia yang akan merusak daun cincau. Untuk mengatasinya dilakukan penyemprotan insektisida. Penyemprotan dilakukan apabila diketahui gejala penyebarannya yaitu dengan banyaknya
daun cincau yang berlubang. Insektisida yang digunakan adalah insektisida jenis Azordin 15 WSC atau Dursban 20 EC dengan dosis ringan 1,5 ml per liter air.
Setelah berumur 3-4 bulan setelah tanam, dilakukan pemanenan pertama dengan cara memotong sebagian tanaman menggunakan sabit sehingga bagian yang tertinggal dapat tumbuh
kembali. Pada pemanenan yang kedua dilakukan pada bulan ke 7-8, semua tanaman dicabut sampai ke akar-akarnya Anonim, 2002. Pohon janggelan yang telah di panen selanjutnya dikeringkan dengan
cara menghamparkannya di atas permukaan tanah, hingga warnanya berubah dari hijau menjadi cokelat tua. Tanaman cincau yang telah kering inilah yang merupakan bahan baku utama pembuatan
cincau hitam. Tanaman cincau yang telah kering tahan untuk disimpan hingga satu tahun, akan tetapi selama penyimpanan harus dilakukan proses pengeringan sebab jika kondisinya lembab maka akan
tumbuh jamur pada tanaman kering tersebut. Bagian tanaman yang memiliki komponen polisakarida yang paling banyak ada pada bagian batang dan daunnya, sehingga dalam proses pengolahannya
digunakan bagian daun dan batang tanaman cincau hitam Pitojo dan Zumiati, 2006. Tanaman cincau ini merupakan tanaman yang memiliki komponen pembentuk gel, sehingga
dapat tergolong ke dalam tanaman penghasil hidrokoloid. Untuk memperoleh komponen pembentuk gel dari tanaman cincau dilakukan melalui ekstraksi dalam waktu tertentu. Ekstraksi dilakukan
menggunakan bahan baku tanaman cincau hitam yang telah dikeringkan. Komponen pembentuk gel dari tanaman cincau hitam ini jika berdiri sendiri tidak mampu menghasilkan gel yang kokoh. Akan
tetapi apabila komponen pembentuk gel cincau dicampurkan dengan pati dan abu qi maka akan dihasilkan gel yang kokoh. Perbandingan antara komponen pembentuk gel, pati, dan abu qi
menentukan kekokohan dari gel cincau hitam.
20
Tabel 2. Komposisi kimiawi daun cincau hitam Komponen
Jumlah per 100 gram
Kalori 122.0 kal
Protein 6.0 gram
Lemak 1.0 gram
Karbohidrat 26.0 gram
Kalsium 100.0 mg
Fosfor 100.0 mg
Besi 3.3 mg
Vitamin A 10,750 SI
Vitamin B1 80.0 mg
Vitamin C 17.0 mg
Air 66.0 gram
Bahan yang dapat dicerna b.d.d 40
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1992 dalam Widyaningsih 2007
C. Gel Cincau Hitam