BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2011. Lokasi penelitian berada di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli
Utara - Sumatera Utara, tepatnya di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program YEL-SOCP. Kegiatan penelitian
dilakukan para area seluas 2.400 ha. Stasiun Penelitian memiliki transek sebagai penunjuk lokasi Gambar 2.
Gambar 2 Peta transek Stasiun Penelitian YEL-SOCP.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah peta lokasi penelitian, Global Positioning System GPS, binokuler, kompas, kamera, jam tangan, head ligh dan alat tulis.
Bahan penelitiannya adalah ungko dan siamang yang merupakan obyek utama dan Kawasan Hutan Batang Toru sebagai habitatnya.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari kegiatan pengamatan di
lapangan menggunakan metode pengambilan data yang sudah ditentukan. Sedangkan data sekunder merupakan data maupun informasi yang diperoleh dari
hasil studi literatur yang relevan sebagai pendukung kajian penelitian. Sensus cukup sulit dilakukan karena mereka cenderung berada di tempat
yang tinggi, kanopi yang rapat, sangat waspada dan memiliki respon tidak terduga dari deteksi manusia dengan berpindah diam-diam dan kemudian bersembunyi
O‟Brian et al. 2004. Penentuan metode yang tepat sangat menentukan akurasi data. Brockelman et al. 1987 merekomendasikan penggunaan metode
penghitungan titik untuk menghindari masalah yang terkait dengan keterbatasan visibilitas objek pada kanopi dan variabel responnya untuk terdeteksi oleh
manusia. Perilaku Hylobatidae melakukan morning call yang dapat terdengar hingga
lebih dari 2 km pada beberapa medan O‟Brien at al. 2004, meskipun great call umumnya terdengar sejauh 1 km di dalam hutan Brockelman at al. 1987. Karena
sifat vokal satwa ini, metode audio sampling terbukti lebih efektif dibandingkan metode transek garis Brockelman et al. 1993. Triangle count diperlukan untuk
menentukan lokasi akurat keberadaan Hylobatidae karena topografi bergelombang dan tutupan hutan, jarak pengamat dengan Hylobatidae sulit diketahui
berdasarkan volume suara.
3.3.1 Triangle Count
Triangle count didesain untuk mengetahui posisi objek dengan menarik sudut sehingga menemukan satu titik pertemuan garis-garis direksi. Satu area
pengamatan terdapat tiga pos pada formasi triangle count, yaitu pos A, B dan C.
Masing-masing pos berpencar membentuk segitiga. Jarak tiap antar pos antara 300-500 m Brockelman et al. 1993; Buckley et al. 2006; Cheyne et al. 2008.
Group call digunakan untuk pengambilan sempel populasi Hylobatidae. Probabilitas bersuara Hylobatidae stabil saat hari ke-4 Brockelman et al. 1987;
Brockelman et al. 1993; O‟Brien et al. 2004; Buckley et al. 2006, sehingga
pengamatan dilakukan selama minimal 4 hari berturut-turut dalam satu area. Pengamatan hanya dilakukan pada saat cuaca cerah atau tidak hujan. Apabila
hujan terjadi maka pengamatan hari itu diganti hari berikutnya. Pengamatan dilakukan pada pukul 05.00-12.00 WIB
O‟Brien et al. 2004. Waktu ini ditentukan berdasarkan perilaku Hylobatidae saat melakukan aktivitas
bersuara pagi. Area pengamatan ditentukan pada tempat-tempat yang strategis agar suara dapat terdengar lebih jelas, misalnya di bukit-bukit yang memiliki
ketingian lebih dibandingkan tempat lainnya. Setelah sebelumnya melakukan survei didapat 16 pos pendengaran dalam 4 area.
Metode ini dilakukan oleh tiga orang pengamat yang berada pada pos-pos terpisah yang sudah ditentukan sebelumnya. Masing-masing pengamat diam di
titik yang telah ditentukan dan mencatat data, yaitu cuaca, jenis, waktu dimulainya suara, lamanya suara didengar, arah suaraazimut, estimasi jarak dan
jenis suara. Luas area penelitian setiap area merupakan radius 1 km dari tiap pos pengamat. Radius 1 km digunakan dengan asumsi kemampuan pengamat
mendengar suara Hylobatidae secara optimal.
3.3.2 VES Visual Encounter Survey
Pengamat mencari dan melihat kelompok Hylobatidae secara langsung dan mencatat jumlah individu, komposisi dan kepadatan kelompok. Data jumlah
individu didapat dengan menghitung individu dari semua kelompok. Komposisi kelompok dibagi berdasarkan struktur umur yang diidentifikasi dari ukuran tubuh
dan perilakunya. Kelompok dibedakan dengan mengidentifikasi jumlah, struktur umur, ciri
fisik dan lokasi penemuan. Pengambilan data kepadatan populasi dilakukan dengan VES lapang untuk menemukan ukuran dan komposisi kelompok ungko
maupun siamang. Kelompok yang ditemukan sebisa mungkin diikuti sehingga
data yang didapat semakin akurat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi anggota kelompok yang sedang memisahkan diri.
VES dilakukan di area transek dan di fokuskan di wilayah selatan dan timur stasiun penelitian. Jumlah pengamat sebanyak 5-8 pengamat yang terbagi menjadi
3-4 tim selama 40 hari. VES dilakukan mulai pukul 07.30-15.00 WIB. VES tidak dilakukan saat turun hujan.
3.3.3 Pemetaan
Hasil titik triangle count dan perjumpaan langsung saat dituangkan dalam peta setiap setelah pengamatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui distribusi
Hylobatidae dan memberikan data kepadatan kelompok. Titik-titik triangle count pada masing-masing jenis dengan jarak 500 m terpisah dianggap kelompok
berbeda. Pada ungko, Jarak ini ditentukan berdasarkan perkiraan diameter perpindahan kelompok Hylobatidae diantara waktu bersuara
O‟Brien et al. 2004. O‟Brien et al. 2004 menjelaskan dengan wilayah jelajah 70 ha, bila
diasumsikan berbentuk lingkaran akan didapat diameter 472 m. Sehingga 500 m adalah jarak pemisahan konservatif antar titik suara untuk membedakan kelompok
O‟Brien et al. 2004. Pada siamang, perpindahan dalam 3 jam pertama aktivitas sehari-harinya sangat jarang melebihi 500 m
O‟Brien et al. 2004. Sehingga 500 m merupakan batas jarak untuk membedakan suara kelompok berbeda
Brockelman et al. 1993; O‟Brien et al. 2004.
3.4 Analisis Data
Distribusi ungko dan siamang dianalisis berdasarkan peta dari perjumpaan langsung dan triangle count. Hasil distribusi dua metode dikembangkan
membentuk sketsa pembagian home range masing-masing spesies. Selanjutnya tumpang tindih home range dan teritori antar spesies dianalisis secara deskriptif
terkait distribusi intra dan interspesifik. Perkiraan kepadatan diperoleh berdasarkan perhitungan denagan rumus
Brockelman et al. 1993:
D = n [ p m x E]
D adalah kepadatan, n adalah jumlah kelompok terdengar per periode sampel, p m adalah proporsi bersuara kelompok selama periode sampel dan E adalah area
efektif pendengaran. Area efektif pendengaran ditentukan berdasarkan polygon yang terbentuk dari titik-titik terluar suara kelompok terdeteksi. Proporsi bersuara
kelompok selama periode sampel [p m], ditentukan dengan rumus:
p m = 1 – [ 1 – p 1 ]
m
dimana p 1 adalah probabilitas rata-rata bersuara selama hari tertentu dan m
adalah jumlah hari survei.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Secara administratif Kawasan Hutan Batang Toru KHBT terletak di Propinsi Sumatera Utara yang mencakup tiga kabupaten yaitu Tapanuli Utara,
Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan. Secara geografis KHBT terletak di antara 98
53‟ – 99 26‟ Bujur Timur dan 02
03‟ – 01 27‟ Lintang Utara Gambar 3.
Luas KHBT sebesar 132.716 ha terbagi 90.106 ha atau sekitar 60 di Kab. Tapanuli Utara, 45.953 ha atau sekitar 31 di Kab. Tapanuli Selatan dan 12.510
ha atau sekitar 8.4 di Kab. Tapanuli Tengah. Berdasarkan fungsi hutan dan penetapannya, KHBT terbagi menjadi hutan produksi tetap seluas 115.241,6 ha,
hutan lindung seluas 17.382,7 ha, hutan suaka alam 12.994,7 ha dan hutan produksi terbatas seluas 2.951,1 ha Perbatakusuma et al. 2007. Lokasi penelitian
ditunjukan pada Gambar 3.
Gambar 3 Lokasi penelitian Kawasan Hutan Batang Toru.