Distribusi Ungko dan Siamang di Area Penelitian
keluar dari kelompok namun masih dalam wilayah induknya dan biasanya di tepian perbatasan. Setelah kelompok baru terbentuk maka mereka harus berjuang
untuk mendapatkan teritorinya dengan ancaman dari kelompok lain. Wilayah yang mungkin ditempati mereka diantaranya sebagian wilayah kelompok
induknya, wilayah yang belum ada pemiliknya dan berjuang mendapatkan wilayah kelompok lain. Saat kelompok baru mampu mengusir kelompok lain di
wilayah ini maka kelompok ini telah mendapatkan tempat untuk hidup MacKinnon et al.1977. Pertahanan wilayah selanjutnya dilakukan seperti
kelompok lain dengan melakukan vokalisasi keras untuk menunjukan kepemilikan wilayahnya.
Konflik pada kelompok ungko lebih sering terjadi daripada kelompok siamang. Hal ini di karenakan kepadatan ungko lebih besar. Hutan pegunungan
bawah dan Dipterocarpaceae atas diketahui merupakan habitat baik untuk ungko, dan ungko lebih banyak ditemukan di habitat ini Yanuar 2009. Selain itu ungko
juga memiliki mobilisasi lebih aktif dan acak. Perilaku bersuara ungko sebagai penanda wilayah dilakukan secara bebas dan spontan serta dilakukan cenderung
bukan sebagai respon atas kelompok tetangganya Brockelman et al. 1987. Siamang menunjukan pembagian wilayah yang lebih teratur, jarang dijumpai
perselisihan antar kelompok pada siamang. Sepertinya suara keras siamang efektif sebagai komunikasi pembagian wilayah antar kelompok. Siamang bersuara keras
sebagai respon atas kelompok tetangganya Bates 1970. Terdapat sebagian wilayah di Stasiun Penelitian tidak dijumpai siamang
baik secara langsung maupun tanda keberadaan berdasarkan suara. Lokasi ini diantara kelompok siamang SA, SB, SD, SF, dan SJ Gambar 9 tidak dimiliki
kelompok manapun. Hal yang paling mungkin adalah wilayah tersebut di tinggal pemiliknya atau mati, selain itu mungkin juga memang belum ada kelompok yang
masuk kedalamnya. Kemungkinan lain adalah pengaruh dari kelompok ungko GA dengan 4 individu hitam yang hidup di wilayah tersebut. Namun belum jelas
diketahui penyebabnya dan masih perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut. Hal yang menarik adalah terjadinya tumpang tindih yang sangat besar antara
wilayah kelompok pada siamang dan ungko. Kondisi simpatrik membuat keduanya memiliki mekanisme hidup masing-masing agar tetap dapat hidup
bersama. Mereka memiliki mekanisme pemanfaatan ruang dan sumberdaya sangat erat, namun tidak berada pada relung ekologi yang sama sehingga dapat hidup
simpatrik interspesifik Raemaker 1984. Siamang yang memiliki ukuran tubuh hingga dua kali lipat daripada ungko
memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan. Berdasarkan perilaku bersuara, ungko yang lebih pagi melakukan vokalisasi menunjukan aktivitas yang
lebih awal daripada siamang. Saat vokalisasi siamang mulai terdengar dan mencapai puncaknya, vokalisasi ungko semakin menurun dan kemudian
menghilang. Meskipun keduanya merupakan satwa diurnal serta memanfaatkan sumberdaya dan ruang yang hampir sama, namun waktu beraktifitasnya berbeda
sehingga keduanya dapat hidup simpatrik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa keduanya memiliki perbedaan dalam proporsi
pakan dan perilaku yang lebih spesifik. Secara umum, Hylobates adalah spesialis buah masak yang menggunakan buah ficus sebagai sumber makanan utama
Polomnit 1997; Chivers 2001. Meskipun banyak asumsi bahwa siamang adalah folivorous benar di beberapa lokasi, namun gagasan bahwa siamang bergantung
pada buah ficus ke tingkat yang sama seperti Hylobates banyak ditemukan dalam berbagai penelitian Palombit 1997; Chivers 2000; Elder 2009.
Kesamaan ekologi keduanya dan hidup pada lokasi yang sama memberikan pertanyaan mekanisme mereka sehingga dapat hidup berdampingan. Berdasarkan
ukuran tubuh, siamang diperkirakan memiliki keunggulan dalam persaingannya dengan ungko Raemakers 1978. Ukuran tubuh yang besar memberikan
peningkatan kekuatan dalam mendapatkan sumberdaya. Hal ini menunjukan penguasaan yang lebih dominan oleh siamang dalam persaingannya dengan ungko
menguasai wilayah beserta sumberdaya di dalamnya. Kondisi dominan pada siamang bukan berarti dapat menempati semua ruang
dan kesempatan setiap saat, sehingga ungko dapat memanfaatkannya dan dapat hidup walaupun terjadi tumpang tindih wilayah dengan membagi posisi dan
waktu. Dominasi siamang dalam menguasai wilayah dapat diatasi ungko dengan kecepatan dan kemampuan pergerakan serta jangkauan yang lebih baik. Bahkan,
usaha dan energi siamang untuk bergerak lebih besar karena tubuh mereka lebih