30
Menurut Sasiela 2004 penggunaan batter dan breader memiliki efek yang signifikan dalam mengurangi biaya sebesar 20-30. Batters dan breader juga dapat diformulasikan
untuk mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan, mengontrol migrasi kelembaban dalam bahan makanan, mencegah oksidasi dari minyak goreng, dan memperbaiki profil nutrisi
Ballard 2003. Hal ini menarik bagi konsumen yang semakin perhatian terhadap masalah kesehatan antara mengkonsumsi makanan yang digoreng fried food dan mengurangi asupan lemak.
Formulasi baru berkenaan dengan batter dan breader sedang dikembangkan sebagai carrier antioksidan, mikronutrien, dan fat soluble vitamin tanpa mengurangi kualitas produk.
Tabel 13. Parameter fisik pick up, susut masak, dan rendemen nuget tempe
Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata p0.05. A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.
Susut masak keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 Lampiran 10f. Susut masak keempat nuget tempe berkisar antara 18.22-19.85. Sala satu faktor yang dapat
mempengaruhi susut masak adalah viskositas batter. Semakin tinggi viskositas batter semakin rendah angka susut masak. Mallikarjunan et al. 2010
. Walaupun memiliki nilai pick up batter dan breader yang tinggi ternyata nuget H memiliki nilai yang tinggi pula pada parameter susut masak.
Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh adanya pengaruh temperatur. Mukprasirt et al. 2000 dan Baixauli et al. 2003 menemukan adanya pengaruh temperatur terhadap viskositas batter,
dimana semakin tinggi temperatur maka viskositas batter akan menurun. Penurunan viskositas dapat berpengaruh terhadap pick up dan susut masak.
Rendemen nuget tempe keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 Lampiran 10g. Rendemen keempat nuget tempe berkisar 129.33-135.18. Rendemen nuget
dipengaruhi oleh temperatur dan waktu penggorengan, menyusutnya kadar air, dan penyerapan minyak dalam produk Mallikarjunan et al. 2010
. Pada parameter temperatur dan waktu penggorengan dapat diabaikan karena termasuk ke dalam variabel yang terkontrol dalam penelitian
kali ini. Bila ditinjau dari komposisi proksimat nuget tempe dan dikaitkan dengan hasil rendemen nuget tempe. Nuget tempe dengan kadar dan kadar lemak tinggi cenderung memiliki rendemen
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nuget tempe B yang memiliki kadar lemak paling tinggi memiliki nilai rendemen paling besar secara angka, dan nuget tempe A dan G2 yang memiliki kadar lemak
paling kecil memiliki nilai rendemen kecil pula secara angka.
3. Karakteristik Sensori Nuget Tempe
Produk nuget tempe yang dihasilkan kemudian diuji secara sensori dengan uji ranking hedonik untuk mengetahui preferensi panelis terhadap keempat jenis nuget yang dihasilkan.
Rekapitulasi dan pengolahan data uji ranking hedonik dapat dilihat pada Lampiran 11a-11b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 15.
Parameter
Tempe
Nugget A
Tempe
Nugget B
Tempe
Nugget H
Tempe
Nugget G2 Pick up batter
12.54
a
13.46
a
14.59
a
13.10
a
Pick up breader 6.38
a
4.74
a
7.35
a
6.57
a
Susut masak 18.22
a
19.43
a
19.85
a
18.41
a
Rendemen 129.33
a
135.18
a
135.10
a
133.93
a
31
Hasil uji ranking hedonik menunjukkan bahwa dari parameter warna, kekenyalan, tekstur, rasa, dan penerimaan secara overall menunjukkan bahwa nuget tempe B memiliki nilai rata-rata
preferensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki preferensi yang lebih terhadap nuget tempe B dibanding yang lain. Hal ini sejalan dengan hasil uji penerimaan pada karakteristik
sensori tempe dimana tempe B memiliki nilai rata-rata penerimaan yang tinggi. Keempat nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Salah satu faktor yang memengaruhi
konsumen dalam memilih preferensi nuget adalah karakteristik produk makanan yang dihasilkan disamping faktor-faktor lain Rahmawati 2004.
Warna nuget dipengaruhi oleh proses penggorengan yang menghasilkan warna kecoklatan karena reaksi Maillard. Kandungan protein dan karbohidrat dalam bahan yang digunakan dalam
pembuatan nuget akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Dalam hal ini komposisi proksimat tempe dan tepung yang digunakan berpengaruh terhadap warna nuget yang dihasilkan.
Juiciness nuget dipengaruhi oleh kandungan air dalam produk setelah digoreng. Keempat nuget memiliki kandungan kadar air cukup tinggi sehingga memiliki tekstur juicy. Nuget tempe B
memiliki nilai preferensi kesukaan juiciness yang cukup tinggi memiliki kadar air yang cukup tinggi pula. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan kaitan antara kadar air dengan tekstur juicy pada
produk. Nuget tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan yang cukup tinggi pada parameter kekenyalan tekstur produk. Hal tersebut berkaitan dengan hasil analisis TPA yang dihasilkan yaitu
nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka.
Tabel 14. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik Sample
Warna Aroma
Juiciness Kekenyalan
Tekstur Rasa
Overall Tempe Nugget A
2.49
ab
3.23
c
2.36
a
2.70
a
2.77
a
3.11
c
2.96
b
Tempe Nugget B 1.98
a
2.23
ab
2.40
a
2.26
a
2.23
a
2.02
a
2.00
a
Tempe Nugget H 2.72
b
1.96
a
2.72
a
2.49
a
2.47
a
2.34
ab
2.45
ab
Tempe Nugget G2 2.81
b
2.57
b
2.51
a
2.55
a
2.53
a
2.53
ab
2.60
b
Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 0.05 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan
Skala 1 paling disuka sampai 4 paling tidak disuka.
A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan
Gambar 10. Nuget tempe A, B, H, dan G2
G2 H
A B
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Hasil karakteristik kimia kedelai menunjukkan kadar air keempat varietas kedelai berkisar 8.81-9.03 bb, kadar abu 5.07-5.68 bk, kadar protein 37.58-38.68 bk, kadar lemak 22.75-
22.75 bk, dan kadar karbohidrat 30.29-34.19 bk. Kedelai B memiliki ukuran dan massa bulir kedelai yang paling besar yaitu 6.53 mm dan 203.0
mg. Keempat tempe yang dihasilkan memiliki kadar air 63.90-65.46 bb, kadar abu 2.30-3.02 bk, kadar protein 49.85-51.18 bk, kadar
lemak sebesar 18.76-24.42 bk, dan kadar karbohidrat 23.20-27.74 bk. Kekerasan hardness keempat tempe berkisar 8.09-8.70 mm. Nilai rendemen keempat tempe berkisar 163.08-179.59.
Tempe yang paling disukai penelis berdasarkan parameter sensori adalah tempe yang menggunakan kedelai varietas B.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula nuget tempe yang paling disukai oleh panelis adalah Formula nuget tempe I. Komposisi bahan baku pada formula I terdiri atas 73 tempe; tapioka,
terigu, dan tepung sagu masing-masing 4; putih telur sebanyak 8 serta bumbu-bumbu sebanyak 7 dengan basis 100 g bahan baku.
Keempat nuget tempe yang dihasilkan mengandung kadar air yang berkisar 49.82-51.15, kadar abu 3.40-4.01 bk, kadar protein 26.31-29.23 bk, kadar lemak 30.35-36.18
bk, dan kadar karbohidrat 30.96
-39.34 bk. Daya cerna protein in vitro keempat nuget tempe berkisar 82.11-83.70. Kekerasan hardness keempat nuget tempe yang dihasilkan berkisar 2697.10-4370.53
gf, elastisitas springiness antara 0.68-0.77 rasio, daya kohesif cohesiveness 0.36-0.41 rasio, kelengketan gumminess 1089.21-1588.96 gf, dan daya kunyah chewiness 834.50-1067.22 gf.
Pick up batter keempat nuget tempe berkisar 4.74-7.35 dan pick up breader berkisar 12.54-14.59. Susut masak keempat nuget tempe berkisar 18.22-19.85 dan rendemennya berkisar 129.33-
135.18. Nuget tempe yang paling disukai panelis berdasarkan parameter sensori adalah nuget tempe
dengan bahan baku kedelai varietas B, dengan skor rata-rata overall tertinggi 2 disuka pada uji ranking hedonik dengan empat skala mulai dari 1 paling disuka sampai 4 paling tidak disuka.
B. SARAN
Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah pengembangan formulasi nuget tempe, misalnya membuat dengan rasa yang bervariasi dan meningkatkan kualitas tekstur agar nilai
kesukaannya dapat lebih ditingkatkan. Selain itu, perlu pengujian daya cerna protein in vitro pada kedelai dan tempe yang digunakan, tidak hanya pada nuget tempe, agar dapat diketahui pengaruh
pengolahan terhadap kualitas protein.