kecenderungan dan ketertarikan terhadap Islam. Artinya tujuan dakwah adalah bagaimana kita mengajak orang lain agar senantiasa mengamalkan
yang diperintahkan oleh Allah SWT, yang timbul dari kemauan mereka sendiri.
35
c. Quraish Shihab berpendapat, bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan
kepada jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
36
d. Sedangkan dakwah menurut H.N.S Nasrudin Latif, dakwah artinya setiap
usaha atau aktifitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariah serta akhlak islamiyah.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dakwah itu menyampaikan dan memanggil serta mengajak manusia ke jalan Allah SWT,
untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dalam mencapai kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, sesuai dengan tuntutan dan contoh
Rasulullah SAW.
2. Unsur-Unsur Dakwah
a. Da’i
Da‟i secara bahasa diambil dari bahasa Arab, bentuk isim fa’il dari asal kata
da’a-yad’u-da’watan, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara
35
Ahmad Mubarok, Dakwah Islam, Bogor: Thariqul Izzah, 2002, Cet. Ke-1, hal.13.
36
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999, Cet. Ke-XIX, hal.194.
terminology, da‟i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf akil baligh dengan kewajiban dakwah.
37
Jadi da‟i adalah seorang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok, berbentuk organisasi
ataupun lembaga. Kata da‟i ini secara umum sering disebut dengan sebutan maubaligh atau muballighih orang yang menyempurnakan agama Islam.
38
Adapun syarat atau kemampuan yang harus dimiliki seorang da‟i adalah: a
Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar b
Memiliki pemahaman hakekat gerakan dan tujuan dakwah c
Memiliki akhlakul karimah d
Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas e
Mencintai audiens atau mad‟u dengan luas f
Mengenal kondisi dengan baik.
39
Setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya da‟i
seyogyanya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, bai kepribadian yang bersifat rohaniah psikologis atau kepribadian
yang bersifat jasmaniah fisik.
40
37
Quraish Shihab, membumian Al-Quran Fungsi Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999, Cet. Ke, XIXI, hal. 194.
38
Nurul Badruttamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta: Grafindo, 2005, Cet. Ke-1. h. 101.
39
Abdul Munir Mulkham, Idiologi Gerakan Dakwah, Yogyakarta: Sipress, 1996, h. 237-239.
40
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 262.
b. Objek Dakwah Mad’u
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama
Islam maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan.
41
Objek dakwah adalah manusia yang dijadikan sasaran untuk menerima dakwah yang sedang dilakukan oleh da‟i. keberadaan objek dakwah yang sering
dikenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideology, pendidikan, status
sosial, kesehatan dan sebagainya.
42
Menurut Muhammad Abduh dalam buku manajemen dakwah karangan M. Munir dan Wahyu Ilahi
mad’u menjadi tiga golongan
43
, yaitu:
a Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara
kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan b
Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian
yang tinggi c
Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu
membahas secara mendalam Sedangkan
mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokan dalam delapan rumpun, yaitu
44
:
41
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, edisi ke-1, Cet. Ke-2, hal. 23.
42
Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta: Grafindo, 2005, Cet. Ke-1, hal. 107.
43
Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal. 23-24.