Tujuan dan Fungsi Retorika

3. Lima Hukum Retorika

Ada lima tahap penyusunan pidato atau yang sering dikenal dengan the five connons rethoric atau lima hukum retorika. Menurut Aristoteles dalam buku diksi dan gaya bahasa yang ditulis oleh Gorys Keraf, berikut pejelasannya. a. Invension atau Heuresis, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi. Langkah ini sebenarnya mencakup kemampuan untuk menemukan, mengumpulkan, menganalisis dan memilih materi yang cocok untuk pidato, menurut Aristoteles argumen-argumen harus dicari melalui rasio, moral dan afeksi. Karena ini dianggap sebagai bagian yang sangat penting. b. Disposition atau Taxis atau Oikonomia, adalah penyusunan dan pengurutan materi argumen dalam sebuah pidato. c. Elocution atau Lexis, yaitu pengungkapan atau penyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar elucutio, yaitu komposisi, kejelasan, dan langgam bahasa; kemegahan, hiasan pikiran dengan upaya retorika. d. Memoria atau Mneme yaitu menghafalkan pidato, latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam pidato yang sudah disusun. e. Action Hypokrisis, yaitu menyajikan pidato, penyajian efektif dari sebuah pidato akan ditentukan juga oleh suara, sikap, dan gerak-gerik tubuh. 28 Ada 3 prinsip pidato atau yang biasa disebut trisila pidato yaitu: a. Pelihara kontak visual dan kontak mental dengan khalayak kontak. 27 I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Pengantar, hal. 65. 28 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1984, Cet. Ke-7, hal 9-10. b. Gunakan lambang-lambang audiktif atau usahakan agar suara anda memberikan makna yang lebih baik kaya pada bahasa anda olah vokal. c. Berbicaralah dengan seluruh kepribadian anda: dengan wajah, tangan, dan tubuh anda olah visual. 29 Dari tiga prinsip pidato di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pidato adalah suatu bakat yang dapat dipelajari oleh seseorang yang ingin memiliki retorika yang baik dengan cara menguasai trisila pidato tersebut.

4. Pembagian Retorika

Mengenai pembagian retorika P Dori Wuwur Hendrikus membagi kedalam 3 bentuk, yaitu: 1. Gaya retorika monologika atau monolog. Seni berbicara secara monolog dimana hanya ada seorang saja yang berbicara, dalam model komunikasi ini biasanya terjadi dalam proses pidato yang bersifat satu arah, sebab hanya satu orang yang berbicara komunikator, dan yang lain hanya sebagai pendengar komunikan. 2. Dialogika, seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara mengambil bagian dalam suatu proses pembicaraan. Gaya retorika ini biasanya memang jarang ditemui dalam acara-acara pidato atau orasi politik yang dihadiri banyak orang massa di sebuah lapangan terbuka. 29 A.H. Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1982, hal.5. 3. Pembinaan teknik berbicara. Efektifitas monologika dan dialogika tergantung pada teknik bicara. Bahkan teknik bicara ini menjadi syarat penting dalam retorika. Mulai dari bagaimana cara ia mengatur pernafasan, teknik membina suara dan berbicara. Semua harus diperhatikan dan diatur agar bicaranya bias menjadi efektif. 30 Sedangkan menurut Jalaluddin Rakhmat, retorika dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: a. Informatif Pidato informatif, seperti namanya, bertujuan untuk menyampaikan informasi. Pidato informatif merupakan upaya untuk menanamkan pengertian. Karena itu, secara keseluruhan, pidato informatif harus jelas, logis, dan sistematis. b. Persuasif Pidato persuasif adalah pidato yang memiliki tujuan untuk menarik perhatian, meyakinkan dan menyentuh atau menggerakkan hati pendengarnya untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh orator. c. Rekreatif Pidato rekreatif adalah pidato yang bertujuan untuk menggembirakan, melepaskan ketegangan, menggairahkan suasana atau sekedar memberikan selingan yang enak setelah rangkaian acara yang melelahkan. Pidato rekreatif tidak selalu melucu. Orator dapat menceritakan pengalaman yang luar biasa, eksotik, atau cerita yang aneh tetapi nyata atau aneh tetapi tidak nyata. 31 30 P. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi, Beragumentasi, Bernegosiasi, hal. 16-17. 31 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 1998, hal.89.

B. Dakwah dan Ruang Lingkupnya

1. Pengertian Dakwah

Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk isim masdar dari kata da’a-yad’u-da’watan yang artinya menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu. 32 Toha Yahya Umar menegaskan, bahwa dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti, seruan, panggilan atau undangan. 33 Yang dimaksud dakwah menurut Islam adalah, mengajak dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Sedangkan menurut istilah, dakwah mengandung beberapa makna yang berbeda namun tujuan dan arti dakwah itu sendiri sama, sedangkan dakwah secara terminology dapat kita lihat dari berbagai pendapat ulama, yaitu: a. M. Arifin menyatakan bahwa dakwah adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan serta pengamalan ajaran agama tanpa adanya unsur paksaan. 34 b. Ahmad Mubarok, memahami dakwah sebagi upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan, oleh karena itu dalam dakwah tidak hanya terbatas pada aktifitas lisan semata, akan tetapi mencakup seluruh aktifitas lisan maupun perbuatan yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan 32 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah, 1973, hal. 127. 33 Toha Umar Yahya, Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1983, Cet Ke-3, hal.1. 34 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara, 1993, hal. 6.