I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komoditas hortikultura merupakan produk pertanian yang mudah rusak, oleh karena itu peran pascapanen sangat dibutuhkan untuk membantu mempertahankan kualiatas produk sehingga bisa
sampai ke tangan konsumen tanpa mengalami penurunan mutu yang signifikan. Namun pada kenyataannya negara-negara berkembang yang sebagian besar merupakan negara penghasil
hortikultura justru memiliki teknologi pascapanen yang masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Kenyataan ini bertolak belakang dengan apa yang selama ini terjadi, bahwa
produk-produk hortikultura masih dipasok dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju melalui rantai ekspor.
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor komoditas hortikultura ke sejumlah negara maju seperti Singapura, Cina, Taiwan, Hongkong, Belanda, Perancis, Spanyol, dan Timur Tengah.
Produk hortikultura yang diekspor pada umumnya berupa buah segar. Khusus untuk ekspor buah manggis Indonesia menempati urutan ke-2 di dunia setelah Thailand dengan total volume mencapai
9.000 ton dan nilainya mencapai hampir USD 5 Juta pada tahun 2006 Syaffrudin, 2009. Ekspor manggis Indonesia sebesar 34,4 dari total ekspor buah dan 9,62 dari total produksi nasional
Dimyati, 2009. Namun, hanya sekitar 14 dari total produksi manggis nasional yang dapat diekspor, selain itu
kerusakan pascapanen mencapai 20 akibat kondisi lingkungan ataupun akibat kerusakan fisik seperti gesekan dan benturan selama proses panen dan transportasi. Sedangkan kualitas manggis untuk
ekspor sangat ditentukan oleh kualitas dan keutuhan penampilan fisik. Khusus untuk pasar ekspor, perlakuan pascapanen yang tepat untuk buah manggis sangat
dibutuhkan karena kriteria mutu yang diinginkan konsumen luar negeri lebih tinggi dari pada konsumen dalam negeri. Hal yang perlu diperhatikan misalnya memperbaiki disain kemasan yang
digunakan pada rantai ekspor buah manggis. Menurut road map pengembangan agroindustri manggis Departemen Pertanian 2009, buah
manggis segar sebaiknya dikemas dengan kotak karton barukeranjang plastik yang kokoh, baik, bersih dan kering, berventilasi, dengan berat bersih setiap kemasan sebesar 2 kg untuk kemasan karton
dan 10 kg untuk kemasan keranjang plastik. Secara umum, kemasan ekspor yang sering digunakan adalah keranjang plastik dengan dimensi kemasan 45 cm × 35 cm × 15 cm untuk kapasitas sekitar 8
kg sampai 10 kg dan berbahan plastik dengan penyusunan buah secara curah atau tidak beraturan tanpa pola tertentu, keadaan ini menjadikan buah sangat rentan terhadap gesekan, baik antar buah
ataupun buah dengan dinding kemasan sehingga kerusakan buah manggis selama transportasi menjadi meningkat. Sedangkan untuk kemasan berbahan plastik terdapat kendala yaitu bahan ini kedepannya
dilarang terutama untuk ekspor tujuan Eropa karena plastik merupakan bahan yang menimbulkan sampah yang tidak dapat terurai. Oleh karena itu pemilihan kemasan berbahan karton menjadi
alternatif yang tepat. Dari segi efektifitas penggunaan kemasan plastik masih membutuhkan pengemasan ulang atau repackaging setelah buah sampai negara tujuan ekspor. Hal ini dilakukan
karena kapasitas terlalu besar jika langsung dijual ke konsumen. Oleh karena itu perlu adanya disain kemasan baru yang ramah lingkungan, dan dari segi performa dapat mengurangi kerusakan mekanis
buah selama proses transportasi sekaligus langsung bisa dijadikan kemasan display.
B. Tujuan