Manajemen Kesehatan di Habitat Eks-Situ

Manajemen kesehatan di suaka elang berbeda dengan di kedua PPS. Burung elang yang masuk di suaka elang berasal dari PPS yang mana sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan perilaku secara ketat. Burung elang yang baru datang dimasukkan ke kandang transit, di kandang transit burung elang dibiasakan pada ligkungan barunya. Ketika sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan suaka elang maka burung akan dipindahkan pada kandang pelepasliaran release. Ketika sudah layak untuk dilepaskan maka burung elang akan dibawa ke lokasi pelepasan, yang mana di lokasi tersebut sudah disediakan kandang habituasi. Kandang habituasi ini berguna untuk mengadaptasikan burung elang pada lingkungan barunya, ketika sudah siap maka burung elang akan dilepaskan ke habitat alaminya. Burung elang tersebut yang mengalami perubahan perilaku dan terdapat cacat tubuh maka akan dipindahkan pada kandang peraga dari kandang transit. Burung tersebut akan digunakan sebagai bahan pendidikan lingkungan bagi para pengunjung. Bila selama di kandang peraga kondisi kesehatan dan perilaku sudah kembali normal maka burung tersebut bisa dipindahkan pada kandang pelepasliaran yang nantinya untuk dilepaskan ke alam. Gambar 8 Bagan alur manajemen kesehatan burung elang di Suaka Elang Suaka Elang Kandang transit Kandang Release Kandang Peraga Kandang Habituasi Alam

BAB IV METODE PENELITIAN

4. 1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Desember tahun 2009 hingga bulan Juli tahun 2010 di Suaka Elang Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Gunung Salak 1, Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga dan Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, serta Laboratorium Helminthologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet FKH IPB.

4. 2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama pengambilan sampel dilapangan adalah kantung plastik ukuran ¼ kg, spidol permanen, label nama, cool box, tisu gulung, sendok, binokuler, kamera digital dan alat tulis, formalin 10, jelly pack dan es balok. Adapun alat dan bahan yang digunakan selama analisis di laboratorium adalah feses dari 4 ekor burung elang jawa dan 12 ekor elang brontok, air, larutan gula garam jenuh, dan KOH 5. Sedangkan alat yang digunakan antara lain: timbangan digital, gelas plastik, saringan sendok, vortex, sentrifugator, pompa vacuum penyedot, penyemprot, filter bertingkat 400 µm, 100 µm, 40 µm, mikroskop cahaya, mikroskop video micrometer, syringe, pipet, label nama, tisu gulung, gelas obyek, cover glass, kamera digital, gelas sedimentasi gelas Baermann, dan lemari es refrigerator.

4. 3 Rancangan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari pengamatan perilaku, pengambilan sampel feses di Suaka Elang, PPS Cikananga dan PPS Gadog serta pemeriksaan sampel di laboratorium. Pengamatan perilaku menggunakan metode Ad libitum Sampling dilakukan secara intensif dengan dua tahapan. Tahap pertama dilakukan pada pukul 08.00-11.30 sedangkan tahap kedua dilakukan pada pukul 13.00-16.00. Kedua tahap tersebut dilakukan dalam satu hari dengan obyek yang diamati hanya satu, namun jika lokasi kandang yang satu dengan yang lainnya berdekatan maka pengamatan dapat dilakukan dalam satu hari dengan dua obyek. Hal tersebut dilakukan setelah tempat pengamatan telah ditentukan yaitu dimana lokasinya tidak terlalu jauh antara tempat pengamatan dengan kandang dan pandangan pengamat tidak terlalu terhalangi, sehingga obyek yang diamati tidak merasa terganggu. Total obyek yang akan diamati sebanyak 16 individu, yang terdiri dari 4 individu Elang jawa dan 12 individu Elang Brontok, maka total waktu pengamatan yang dilakukan adalah selama 16 hari. Kegiatan pengamatan yang dilakukan adalah mencatat waktu dan jumlah defekasi yang terjadi dalam satu hari, mengamati kondisi fisik, dan perilaku harian pada kedua jenis elang tersebut. Pengumpulan sampel dilakukan pada setiap kandang, sampel yang diambil adalah sampel segar atau yang berumur kurang dari satu hari untuk menghindari telur cacing yang menetas dan berubah menjadi larva. Sampel tinja diperiksa kondisi fisik dari feses tersebut. Feses yang dimasukan kedalam kantung plastik bening dan ditambahkan dengan beberapa tetes formalin 10, kemudian disimpan dalam cool box yang berisi jelly pack beku. Data yang disertakan dalam pengambilan sampel adalah data mengenai waktu pengambilan, konsistensi, warna, dan materi lain selain feses. Peubah yang diukur dari sampel tersebut adalah jenis telur cacing dan derajat infeksi. Jenis cacing ditemukan berdasarkan teknik identifikasi morfologi telur dengan menggunakan metode flotasi dan sedimentasi, sedangkan derajat infeksi ditentukan dengan menghitung jumlah Telur Tiap Gram Tinja TTGT yang diperoleh berdasarkan metode McMaster.

4. 4 Metode Pemeriksaan Sampel Feses

4.4.1 Metode flotasi

Metode ini bersifat kualitatif untuk mengetahui adanya telur nematoda dan cestoda dalam feses. Feses ± 1gram ditambahkan dengan larutan KOH 10 sebanyak ± 10 ml kemudian dihomogenkan dengan menggunakan sendok teh lalu disaring menggunakan saringan teh sebanyak 3 kali. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang kemudian ditutup dengan penutup. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam sentrifuse selama 10 menit dengan 15 rpm. Setelah selesai bagian supernatannya dibuang, prosedur selanjutnya diulang dengan cara yang sama hingga memperoleh supernatan yang bening. Untuk setiap tahap pengulangan, sebelum dimasukkan kedalam sentrifuse kembali terlebih dahulu supernatan dihomogenkan dengan vortex sampai terlihat terhomogen dengan rata.