2.2.5 Pakan
Elang brontok sering kali memangsa burung yang berukuran sedang sampai besar dan juga mamalia kecil sampai besar Winkler et al. 2001. Menurut
Hoogerwerf 1949 dan Prawiradilaga et al. 1998 dalam Wijayanti 2002 Pakan elang brontok hampir sama dengan pakan elang jawa, namun pakan elang jawa
lebih sedikit memangsa burung. Menurut Prawiradilaga et al. 2003 pakan elang brontok pada umumya hewan-hewan di darat seperti mamalia, burung, tupai
pohon, bajing, bunglon, reptilia lainnya dan katak.
2.3 Cacing Parasit Saluran Pencernaan
Menurut Kusumamihardja 1995 parasit adalah organisme yang hidup pada atau dalam organisme lain dan atas beban organisme yang ditumpanginya
inanghost. Parasit dalam arti luas mencakup kuman, virus, kapang, protozoa,
helminth dan arthropoda serta semua organisme yang merugikan bagi inangnya, sedangkan dalam pengertian sehari-hari parasit hanya mencakup protozoa,
helminth, dan arthropoda. Helminth adalah kelompok cacing parasitik dan non parasitik yang terdiri dari filum Platyhelminthes cacing pipih dan
Nemathelminthes cacing gelang. Cacing selalu dapat ditemukan pada burung pemangsa, baik hidup bebas
atau berada di penangkaran Krone Cooper 2002. Burung pemangsa biasanya terinfeksi oleh berbagai spesies cacing parasitik dari kelas nematoda, trematoda,
cestoda, dan acanthocephala. Cacing dapat menyebabkan masalah yang serius pada individu burung elang dalam kandang rehabilitasi, serta pada burung yang
baru datang ditempat penangkaran dengan kondisi yang terkadang dalam keadaan stres oleh penyakit, cedera, dan atau aklimatisasi dengan lingkungan baru Smith
1993. Kerugian yang di akibatkan oleh kecacingan helminthosis adalah kelemahan umum akibat infeksi cacing yang berdampak sangat buruk terhadap
kinerja burung pemangsa dalam aktivitas berburu Krone Cooper 2002; Kusumamiharja 1995.
2.3.1 Trematoda
Kelas Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes yang terdiri dari dua sub kelas yaitu Aspidogastrea dan Digenea. Semua trematoda unggas
termasuk dalam sub kelas digenea. Ciri-ciri morfologi digenea memiliki satu batil hisap oral sucker dan satu batil hisap perut ventral sucker. Saluran pencernaan
digenea merupakan saluran yang diawali mulut, farings, dan dilanjutkan saluran usus yang buntu. Sistim reproduksi digenea bersifat hermaprodit yang terdiri dari
organ reproduksi jantan sirus, yang dilanjutkan dengan saluran vas defferens dan vas efferens dan diakhiri dengan butir-butir testis dan organ reproduksi betina
saluran vagina, vesica seminalis, ootype, kelenjar mehlis, ovarium, dan uterus Permin Hansen 1998; Soulsby 1982; Kusumamihardja 1995.
Digenea memiliki siklus hidup tidak langsung yang memerlukan berbagai jenis inang antara dengan tahapan pra dewasa yang bervariasi. Secara umum
siklus hidup trematoda diawali dengan keluarnya telur bersama dengan feses inang definitif. Telur yang mengandung embrio bersilia mirasidium memiliki
ukuran relatif besar yang dilengkapi dengan operkulum yang segera menetas di lingkungan akuatik dengan cahaya yang cukup. Mirasidium berenang aktif hingga
menemukan satu jenis atau lebih inang antara yang cocok. Di dalam tubuh inang antara mirasidum berkembang menjadi tahapan-tahapan sporokysta, redia induk,
redia anak, dan serkaria. Tahapan-tahapan tersebut bersifat spesifik pada jenis trematoda tertentu. Cercaria yang memiliki ekor akan keluar secara aktif dari
tubuh inang antara hingga menemukan tempat yang cocok untuk mempertahankan diri yang kemudian berubah menjadi metasercaria atau menemukan inang antara
kedua apabila diperlukan. Inang definitif terinfeksi cacing trematoda karena memakan jenis vegetasi tertentu yang mengandung metaserkaria atau makan
hewan yang berperan sebagai inang antara Permin Hansen 1998; Soulsby 1982; Kusumamihardja 1995.
Distribusi geografis trematoda sangat luas dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang mempengaruhi distribusi inang antaranya. Kondisi ini meliputi
faktor-faktor biotik misalnya jenis vegetasi dan faktor-faktor abiotik seperti ukuran, kedalaman rata-rata, salinitas, dan karakteristik sedimen. Misalnya jenis