METODE PENELITIAN Inventarisasi cacing saluran pencernaan elang Jawa (Spizaetus bartelsi Stressman, 1924) dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus Gmelin, 1788) di habitat eks-situ

pengamat tidak terlalu terhalangi, sehingga obyek yang diamati tidak merasa terganggu. Total obyek yang akan diamati sebanyak 16 individu, yang terdiri dari 4 individu Elang jawa dan 12 individu Elang Brontok, maka total waktu pengamatan yang dilakukan adalah selama 16 hari. Kegiatan pengamatan yang dilakukan adalah mencatat waktu dan jumlah defekasi yang terjadi dalam satu hari, mengamati kondisi fisik, dan perilaku harian pada kedua jenis elang tersebut. Pengumpulan sampel dilakukan pada setiap kandang, sampel yang diambil adalah sampel segar atau yang berumur kurang dari satu hari untuk menghindari telur cacing yang menetas dan berubah menjadi larva. Sampel tinja diperiksa kondisi fisik dari feses tersebut. Feses yang dimasukan kedalam kantung plastik bening dan ditambahkan dengan beberapa tetes formalin 10, kemudian disimpan dalam cool box yang berisi jelly pack beku. Data yang disertakan dalam pengambilan sampel adalah data mengenai waktu pengambilan, konsistensi, warna, dan materi lain selain feses. Peubah yang diukur dari sampel tersebut adalah jenis telur cacing dan derajat infeksi. Jenis cacing ditemukan berdasarkan teknik identifikasi morfologi telur dengan menggunakan metode flotasi dan sedimentasi, sedangkan derajat infeksi ditentukan dengan menghitung jumlah Telur Tiap Gram Tinja TTGT yang diperoleh berdasarkan metode McMaster.

4. 4 Metode Pemeriksaan Sampel Feses

4.4.1 Metode flotasi

Metode ini bersifat kualitatif untuk mengetahui adanya telur nematoda dan cestoda dalam feses. Feses ± 1gram ditambahkan dengan larutan KOH 10 sebanyak ± 10 ml kemudian dihomogenkan dengan menggunakan sendok teh lalu disaring menggunakan saringan teh sebanyak 3 kali. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang kemudian ditutup dengan penutup. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam sentrifuse selama 10 menit dengan 15 rpm. Setelah selesai bagian supernatannya dibuang, prosedur selanjutnya diulang dengan cara yang sama hingga memperoleh supernatan yang bening. Untuk setiap tahap pengulangan, sebelum dimasukkan kedalam sentrifuse kembali terlebih dahulu supernatan dihomogenkan dengan vortex sampai terlihat terhomogen dengan rata. Setelah supernatan terakhir dibuang kemudian ditambahkan larutan gula garam sebanyak 10 ml, lalu dihomogenkan dengan vortex sampai terlihat homogen serta kembali dimasukkan kedalam sentrifuse selama 10 menit dengan 15 rpm. Ketika selesai supernatan ditambahkan larutan gula garam sampai cembung lalu ditutup dengan cover glass. Setelah 15 menit cover glass diangkat dan ditaruh pada object glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop cahaya untuk diperiksa telurnya Shaikenov et al 2004.

4.4.2 Metode sedimentasi dan penyaringan bertingkat

Metode ini bertujuan untuk mengetahui jenis telur cacing trematoda dalam feses, metode ini pun merupakan metode pemeriksaan feses secara kualitatif. Feses sebanyak ± 1gram dihomogenkan dengan menggunakan 10 ml air dan disaring dengan menggunakan saringan teh sebanyak 3 kali. Filtrat dimasukkan ke dalam gelas Baermann dan ditambah air sebanyak hingga ¾ volume gelas. Setelah didiamkan selama ± 15 menit, supernatan dibuang menggunakan pompa vacuum. Prosedur yang sama diulang sehingga diperoleh supernatan yang jernih. Sedimen yang tersisa disaring dengan menggunakan saringan bertingkat berukuran 45, 100, 400 µ. Proses penyaringan juga dibantu menggunakan penyemprot yang berisi air. Sedimen yang tersaring pada ukuran 45µ dibilas dengan air dan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditunggu selama ±10 menit, kemudian sedimen yang tersisa dipipet untuk ditaruh di atas obyek glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya Willingham et al 1998.

4.4.3 Metode McMaster

Satu gram feses dilarutkan ke dalam 29 mililiter larutan gula garam jenuh. Selanjutnya dihomogenkan, saring, dan dihomogenkan kembali. Larutan yang sudah homogen kemudian dimasukan ke dalam kamar hitung McMaster dengan menggunakan pipet. Setelah 3 menit, maka telur akan terapung. Kamar hitung diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 X dan nilai TTGT diperoleh denga rumus menurut Whitlock 1948: TTGT Keterangan : n : jumlah telur cacing dalam kamar Vk : volume kamar hitung 0,3 Vt : volume sampel total Bf : berat feses

4.4.4 Metode pengamatan perilaku

Pengmatan perilaku menggunakan metode Ad Libitum Sampling yaitu mencatat setiap perilaku yang teramati dan waktu yang digunakan tanpa batasan sistemik dengan mencatat perilaku yang penting tetapi jarang terjadi. Pencatatan mengenai perilaku ini dilakukan menggunakan metode Time Sampling dengan interval 10 menit, yaitu satu burung satu hari dan dibagi menjadi dua tahap yang difokuskan pada pengamatan perilaku buang air besar defekasi, mengamati kondisi fisik dan perilaku harian. Tahap pertama dilakukan dari pukul 09.00-11.00 WIB dan tahap kedua dilakukan dari pukul 13.00-15.00 WIB.

4. 5 Analisis Data

Jenis cacing berdasarkan klasifikasi kelas yang ditemukan dianalisis secara deskriptif menurut jenis burung dan lokasi di habitat eks-situ.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Jenis Telur Cacing yang Ditemukan pada Elang Jawa dan Elang

Brontok Tabel 2 Jenis-jenis telur cacing yang ditemukan pada elang jawa dan elang brontok di habitat eks-situ Jenis Elang Telur cacing yang ditemukan Suaka Elang PPS Cikananga PPS Gadog Elang Jawa Heterakis sp Strigea sp Capillaria sp Elang Brontok Strigea sp - Neodiplostomum sp Heterakis sp Capillaria sp Ascaridia sp Keterangan: 0 : tidak ditemukan, - : tidak dilakukan pengambilan sampel, PPS Cikananga: Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, PPS Gadog: Pusat Penyelamatan Satwa Secara umum dapat dijumpai bahwa baik elang jawa maupun elang brontok peka terhadap infeksi jenis cacing. Pada elang jawa ditemukan tiga jenis telur cacing yaitu Heterakis sp yang ditemukan pada sampel dari Suaka Elang, Strigea sp yang ditemukan pada sampel dari PPS Cikananga, dan Capillaria sp yang ditemukan pada sampel dari PPS Gadog. Pada elang brontok ditemukan lima jenis telur cacing yang ditemukan pada sampel dari PPS Cikananga Neodiplostomum sp, Strigea sp, Heterakis sp, Ascaridia sp, dan Capillaria sp. Pada sampel dari Suaka Elang tidak ditemukan jenis cacing, sedangkan pada PPS Gadog tidak dilakukan pengambilan sampel. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan tiga metode diperoleh lima jenis telur cacing yaitu Neodiplostomum sp, Strigea sp, Heterakis sp, Ascaridia sp, dan Capillaria sp. Pada pemeriksaan dengan metode flotasi diperoleh tiga jenis telur nematoda yaitu Heterakis sp, Ascaridia sp, dan Capillaria sp. Heterakis sp diperoleh dari pemeriksaan pada sampel feses yang berasal dari Suaka Elang yaitu pada elang jawa 1, serta dari PPS Cikananga yaitu pada elang brontok 3, elang brontok 4, elang brontok 7 dan elang brontok 9. Ascaridia sp dapat ditemukan pada pemeriksaan sampel feses elang brontok 4, elang brontok 7, elang brontok 8, dan elang brontok 10 dari PPS Cikananga. Capillaria sp ditemukan pada pemeriksaan sampel feses yang berasal dari PPS Cikananga yaitu pada elang brontok 3 dan elang brontok 6, serta dari PPS Gadog yaitu pada elang jawa. Pada pemeriksaan dengan metode sedimentasi diperoleh dua jenis telur trematoda yaitu Neodiplostomum sp dan Strigea sp. Neodiplostomum sp diperoleh dari pemeriksaan sampel yang berasal dari PPS Cikananga yaitu pada elang brontok 3, elang brontok 4, dan elang brontok 7. Strigea sp ditemukan pada sampel feses dari PPS Cikananga yaitu elang jawa, elang brontok 1, elang brontok 3, dan elang brontok 7. Pada pemeriksaan dengan metode McMaster juga diperoleh dua jenis telur cacing yaitu Ascaridia sp dan Capillaria sp yang dapat terdeteksi nilai TTGTnya. Kedua jenis telur cacing tersebut ditemukan pada sampel feses yang berasal dari PPS Cikananga yaitu pada elang brontok 4 terdapat telur Ascaridia sp dengan nilai 147,5 TTGT, sedangkan dari PPS Gadog yaitu pada elang jawa diperoleh telur Capillaria sp dengan nilai 1868 TTGT tabel 3. Berat atau ringannya infeksi biasanya dihubungkan dengan dampak patologis pada inangnya. Dampak patologis pada hewan hidup adalah timbulnya gejala klinis yang biasanya diakibatkan oleh infeksi berat. Pada infeksi berderajat sedang biasanya ditunjukan dengan perubahan patologi anatomi dan histopatologi yang belum tentu menunjukkan gejala klinis. Adapun derajat infeksi yang ringan tubuh inang masih mampu mengatasi infeksi tersebut. Jumlah TTGT yang menunjukkan ukuran derajat infeksi berbeda-beda tergantung pada jenis cacing. Kisaran jumlah TTGT yang menunjukkan ukuran derajat infeksi setiap jenis yang menginfeksi unggas belum banyak dipelajari, tidak seperti pada ruminansia. Nilai TTGT yang diperoleh berbeda-beda berdasarkan jumlah telur yang masuk kedalam kamar hitung. Pada sampel feses yang lain tidak dilakukan penghitungan telur dikarenakan bobot sampel feses yang tersedia tidak bisa mencukupi standar bobot yang digunakan yaitu satu gram. Selain itu karena infeksi pada sampel feses yang lain berdasarkan metode flotasi sangat ringan ataupun sama sekali tidak ditemukan telur.