Penatalaksanaan Prognosis Karsinoma Nasofaring 1. Anatomi dan Histologi Nasofaring

2.1.12. Penatalaksanaan

Terapi baku dengan menggunakan radioterapi, dengan angka ketahan hidup sekitar 50-70, tetapi beberapa penulis menganjurkan untuk mengkombinasikan dengan kemoterapi. 34 Undifferentiated Cacinoma lebih radiosensitif sedangkan keratinizing squamous cell carcinoma merupakan yang paling tidak radiosensitif. 10 KNF mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap radiasi dibanding kanker pada kepala dan leher lain. Radioterapi pada KNF stadium dini I dan II merupakan terapi pilihan, sedangkan pada stadium lanjut III dan IV dikombinasikan dengan kemoterapi. 6,13 Kemoterapi diberikan pada KNF dengan indikasi metastasis ke KGB leher, metastasis jauh dan kasus residif. Pemberian kemoterapi dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan sebelum radioterapi neoadjuvant, selama radioterapi concurrentconcomitant atau setelah radioterapi adjuvant. 6 Terapi bedah kurang dipakai dalam penalaksanaan KNF, terbatas pada diseksi leher untuk mengontrol KGB yang radioresisten dan metastasis leher setelah radioterapi. Terapi bedah juga dilakukan pada kasus relaps di nasofaring atau di KGB tanpa metastasis jauh. 6

2.1.13. Prognosis

Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia lebih baik pada pasien usia muda, staging klinik dan lokasi dari metatasis regional lebih baik pada yang homolateral dibandingkan pada metastasis kontralateral dan metastasis yang terbatas pada leher atas dibandingkan pada leher bawah. 10 Studi terakhir dengan menggunakan TNM Staging System menunjukkan 5 years survival rate untuk Universitas Sumatera Utara stadium I 98, stadium II A-B 95, stadium III 86, dan stadium IV A-B 73. 10,34 Berdasarkan tipe histologik, prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan dengan yang lainnya. 10,35 Diagnosa dini sangat menentukan prognosis penderita. Hal ini sukar dicapai karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak maupun leher. Diagnosis dini yaitu menemukan kasus KNF pada stadium I dan IIA, dimana belum terjadi metastasis regional. Keadaan ini sangat sulit dicapai baik di Indonesia maupun di luar negeri. 13

2.2. LMP1

EBV-Encoded Latent Membrane Proteins 1 LMP1 merupakan protein membran integral dengan potensi onkogenik, dikode oleh gen BNLF-1 juga dikenal sebagai gen LMP1 dari EBV, dapat mentransformasi sel hewan pengerat dan mengubah fenotipe baik sel limfoid maupun sel sepitel. LMP1 terekspresi dalam kebanyakan KNF, dan diduga kuat memiliki peranan penting dalam patogenesis dan perkembangan KNF dan ekspresinya berhubungan dengan prognosis yang buruk. 9,17,21,28,40 Studi oleh Zheng et al menyatakan LMP1 merupakan protein membran integral yang mengandung cytoplasmic amino terminus, six transmembrane domains, dan long cytoplasmic carboxy terminal portion. LMP1 berfungsi sebagai pengganti tumor necrosis factor receptor TNFR, mengaktivasi sejumlah jalur sinyal. Secara fungsional LMP1 mirip dengan CD40 yang merupakan anggota tumor necrosis factor receptor superfamily, menimbulkan sinyal pertumbuhan dan Universitas Sumatera Utara