berduaan dengan pacar menjadi keinginan primer mereka. Realitas free sex dikalangan mahasiswa juga telah menodai fitrah mahasiswa sebagai agent of change and agent of
control.
4.2. Dampak Terhadap Lingkungan Sekitar
Perilaku seks bebas mahasiswa tidak hanya berdampak pada pelaku seks itu sendiri tetapi juga bagi lingkungan masyarakat di kecamatan Medan Baru. Perilaku tersebut
mengakibatkan keresahan sosial seperti pengakuan para informan yaitu masyarakat mengaku resah karena faktor lingkungan yang tidak sehat tersebut dapat mempengaruhi anak-anak
mereka dan tempat mereka akan tercemar oleh perilaku mahasiswa yang melanggar moral. Seperti yang dikatakan informan dibawah ini:
“ udah pasti saya akan merasa terganggu kalo misalnya ada la kayak gitu karena saya khawatir sama anak saya, itu kan bisa mempengaruhi
anak-anak disekitarnya. Walau pun kami orang tuanya ini sudah memberi nasehat-nasehat atau pengawasan sama anak tapi pasti akan
merasa resah juga” Wawancara dengan informan Ginting, 2013. Dia melanjutkan;
“ kalau memang betul ada kayak gitu di lingkungan kita, udah pasti kita merasa terganggu, karna saya punya anak walaupun kita sering nasehati
tapi kan lingkungan ini sangat berpengaruh sama anak. Saya kira mahasiswa yang melakukan seks bebas itu pun sering juga di nasehati
orang tuanya tapi kayak gitu juga la mereka” Wawancara dengan informan Ginting,2013.
Hal serupa di ungkapkan oleh informan berikut ini: “saya merasa terganggu karena perilaku seks bebas akan sangat
berpengaruh terhadap lingkungan, apalagi saya masih mempunyai anak yang masih duduk di bangku SMP. Mereka kan masih sulit membedakan
mana hal yang berbahaya dan mana yang tidak ,walaupun sering kita awasi tapi kan takut juga la karna gak bisa kita 24 jam mengawasi itu.”
Wawancara dengan informan Sahrul, 2013. Hal yang sama juga dikatakan oleh informan lainnya, berikut ini:
“ sudah pasti saya sangat merasa terganggu karena saya punya anak, saya khawatir anak saya terpengaruh. Lagi pula kita merasa risih
melihat tingkah laku anak-anak kost ini” Wawancara dengan informan Rani, 2013.
4.3. Pandangan Pelaku Persoalan Dampak Virginitas Terhadap Dirinya
Masalah keperawanan atau keperjakaan dalam budaya populer bukan lagi dianggap hal yang sakral. Tapi meski begitu, himbauan klasik untuk menjaga keperawanan dan
keperjakaan tak hanya terkait norma tapi lebih dari itu memiliki manfaat kesehatan yang besar. Keperawanan dan keperjakaan merupakan tanda kesucian bagi sebagian orang.
Keperawanan juga sering di istilahkan dengan Virginitas. Berbicara virginitas, bukan hanya dominasi kaum perempuan namun kaum pria juga turut ambil bagian dalam masalah ini.
Karena makna virgin bukan hanya ‘kegadisan’ saja, tapi juga mencakup ‘keperjakaan’.Virginitas sangat dekat hubungannya dengan melakukan hubungan seks.
Menjaga virginitas berarti menjaga hubungan pergaulan dengan lawan jenis agar tidak kebablasan.
Virgin atau tidaknya seseorang bukan hanya pada kondisi selaput dara saja bagi perempuan, tapi sudah pada perilaku seksual dia yang menjurus. Virginitas bukan melulu
pada utuh tidaknya selaput dara yang menunjukkan kegadisan seorang perempuan. Tapi virginitas adalah kondisi mental dan akhlak seseorang dalam perilaku seksualnya. Jadi pihak
laki-laki juga bisa dikatakan tidak virgin kalau ia sudah mulai berani melakukan seks bebas sebelum menikah. Peneliti menemukan bahwa bagi sebagian pelaku seks keperawanan dan
keperjakan bukan menjadi tuntutan dipernikahan kelak. Hal ini seperti yang di tuturkan para oleh informan dibawah ini:
“ kalau kita nikah sama orang kampung maka perawan itu akan terasa penting, karena mereka mengartikan perawan itu suci. Itu juga kalau
orang kampung yang memang masih menjaga keperjakaannya atau yang masih kental kampungnya. Tapi zaman sekarang jarang wanita yang
masih perawan.” Wawancara dengan informan TN, 2013.
“ mau gimana lagi semuanya udah terlanjur. Saya merasa gak punya hak untuk berharap dapat pasangan yang masih perjaka. Menurut saya
kalau saya udah sukses orang pasti bisa terima saya. Banyak laki-laki yang mencari pasangannya hanya dari sisi materi”Wawancara dengan
informan ST, 2011.
Bagi saya sih, kalau calon saya memang suka sama saya pasti dia akan menerima saya apa adanya dan menurut saya perlu memberitahu calon
suami kalau saya udah gak suci lagi agar ke depannya tidak menimbulkan pertengkaran” Wawancara dengan informan ST, 2013.
“gak kupikirkan lagi itu, terserah la mau kayak mana nanti kan gak bisa juga di balek kan keperawanan itu, laki-laki pun banyak nya yang udah
gak perjaka berarti masih ada nya harapan ada yang mau sama awak” Wawancara dengan informan VS,2013”
“ orang baik pasti dapat orang baik juga. Jadi menurut saya laki-laki yang masih perjaka seharusnya dapat pasangan yang perawan juga.
Untuk apa kita berharap dapat perjaka sementara kita sendiri udah gak perawan. Tapi kalau memang dapat yang perjaka syukuri aja mudah-
mudahan kita bisa lebih baik” Wawancara dengan informan
RD, 2013.
Namun ada juga informan lainnya yakni informan laki-laki menganggap bahwa keperawanan menjadi tuntutan dan dianggap penting dalam pernikahan walaupun ia sendiri
tidak menganggap penting mempertahankan keperjakaannya. Hal ini seperti yang dikatakan informan berikut ini :
“ walau pun saya udah gak perjaka lagi tapi saya menuntut istri saya harus masih perawan. Perawan atau tidaknya calon istri itu perlu saya
tahu karna saya gak mau istri saya bekas orang. Sejahat-jahatnya saya, kalau untuk istri harus perempuan baik-baik”Wawancara dengan
informan AS, 2013.
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa makna virginitas baik keperawanan ataupun keperjakaan tidak begitu penting lagi bagi sebagian pelaku seks bebas.
Mereka beranggapan keperawanan dan keperjakaan bukan menjadi syarat yang penting untuk pernikahan kelak.
4.4. Sikap Masyarakat terhadap Pelaku Pergaulan Bebas