Karakteristik Penyesuaian Diri Gambar Aspek Persepsi Yang Akurat Terhadap Realitas R1
                                                                                1.  Karakteristik Penyesuaian Diri Gambar 1. Aspek Persepsi Yang Akurat Terhadap Realitas R1
karakteistik penyesuaian diri
persepsi yang akurat terhadap realitas
mampu menetapkan tujuan
saudara autis bisa menikah dengan teman
perempuan yang ia kenal pada saat SD
perempuan yang baik dan mengerti kondisi
saudara autis
mendirikan restoran atau toko roti untuk saudara
autis
saudara autis akan sulit mencari pekerjaan yang
sesuai di masa depan, tidak ada yang membuka lowongan
kerja untuk penderita autis saudara autis mandiri pada saat
dewasa
berharap saudara autis bisa
meneruskan pondok peduli autis ayang
didirikakan  orang tua
saudara autis tidak perlu
mencari pekerjaan lagi
saudara autis mendapat pekerjaan
saudara autis bisa membiayai diri
sendir dan tidak bergantung pada
orang lain melakukan usaha
dalam mencapai tujuan
berdoa untuk kebaikan
saudara autis
agar tuhan menyembuhkan
saudara autis dan tidak autis lagi
memiliki niat untuk
mendirikan restoran untuk
saudara autis
membantu saudara autis
memiliki pekerjaan agar
mandiri membantu
saudara autis melakukan
tugas sehari- hari
agar saudara autis bisa lebih baik
perkembangannya
Universitas Sumatera Utara
1.a Persepsi yang akurat terhadap realitas
Persepsi  yang  akurat  terhadap  realitas  merupakan  salah  satu  karakteristik seorang  individu  dengan  penyesuaian  diri  yang  baik.  Persepsi  yang  akurat  terhadap
realitas  ditandai  dengan  kemampuan  dalam  menetapkan  tujuan,  menyadari  peluang dan  hambatan  yang  ada,  dan  secara  aktif  mengejar  tujuan  tersebut.  Responden
berharap saudara autisnya bisa menikah dengan seorang teman perempuan yang baik hati dan peduli dengan keadaan saudara autisnya. Perempuan ini ia jumpai di sekolah
dasar dulu. “Itu apa namanya, dulu waktu SD ami punya teman yang maklum, sayang lah
sama ami, perempuan, cuma dia yang ngerti bang ami, pun ada yang  lambat sikit pukul, atau jahat gitu ya kan, ami tu sering di gangguin sama kawan laki-
lakinya,  nama  kawan  perempuannya  itu  Masnun,  jadi  kalo  uda  di  gangguin
itu, “ Masnun, aku di pukul sama orang itu…” gitu ya kan, jadi kawan laki- lakinya  pun  yang  “  ciehh..  Masnun  ciehhhhh…punya  pacar  ye,,,”  terus
M asnun nya gini “ dia kan ga ngerti, klen bodoh kali “ kata si masnun keg
gitu,  jadi  waktu  dulu  waktu  di  sekolah    pas  di  siantar  kan  masuk  siang, nungguin Ami di sekolah baru Winda diantar sama ayah, jadi inilah, di bilang
sama ami, “ mi, bang Ami.. kau misalnya kalo uda besar  nikah sama siapa?”, gitu,
“  aku  sama  masnun  aku”,  “  oh,  iya,  Masnun  baek  “,  kami  bilang  keg gitu, dia kalo asal dia ditanya “ mi, pacarnya siapa?” misalkan sama uwak,
atau sama nenek selalu di bilangnya keg gitu S1.W1b.1110-1152h25
“Winda berharap nanti kalo bang ami uda besar nikah sama masnun” S1.W1b. 1158-1159h25
Responden  saat  ini  sudah  kehilangan  kontak  dengan  Masnun  dan  harapan tersebut  adalah  harapan  dimasa  kecil  responden.  Responden  juga  berharap  saudara
menjadi  koki  dimasa  yang  akan  datang.  Responden  menetapkan  tujuan  ini  karena melihat  saudara  sangat  suka  memasak  dan  bercita-cita  menjadi  koki  serta  memiliki
Universitas Sumatera Utara
61
toko roti sendiri. Responden menunjukkan cara memasak yang benar kepada saudara. Ia  juga  berniat  akan  mendirikan  sebuah  restoran  dan  usaha  apa  saja  untuk  saudara
autis. “Bisa tapi gini, “jangan di gituin, rusak lah nanti” dikasih tau aminya, baru dia
buatlah,  jadi  asal  ditanya  in  cita-citanya  apa, “ bang ami, cita-citanya apa?”
ditanya  sama  mama,  “  aku  jadi  koki,”  katanya  gitu,  jadi  Winda  pengen  dia jadi, seperti kata mama misalnya dia nanti uda besar , nanti kalau mama udah
tua kan nanti sekolahnya dia lah yang ngurusin, jadi nanti selain itu pun mama bisa buka tok
o roti sendiri” S1.W1b.1178-1195h26
Melihat  perkembangan  saudara  yang  cukup  baik  di  sekolah  ia  juga  berharap dimasa depan saudara tidak tantrum dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak agar
ia  bisa  mandiri.  Untuk  mencapai  tujuan  ini  ia  selalu  berdoa  untuk  saudara  agar  apa yang ia harapkan bisa tewujud.
“Karna  kan  Ami  yang  di  sekolah  itu  yang  lumayan  normal,  yang  lain  pun masih parah-parah kalu  misalnya ujian pun ngamuk, menjerit-jerit,  yang lain
kawannya mama bilang, ya nilainya yang selalu bagus ya itu bang ami ”
S1.W1b.1204-1210h27 “Ya, Winda ya doain aja, mudah-mudahan, dia kan suka masak, asal nengok
Winda  masak  dia  suka  bantuin,  ntah  motongin  cabe  atau  ngaduk-ngaduk apalah, gitu…
S1.W1b.70-76h26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Aspek Kemampuan Mengatasi Stress Dan Kecemasan R1
Kemampuan Mengatasi Stres Dan Kecemasan
toleransi
+
memahami perlakuan
orang tua
berusaha menganggap
apa yang dilakukan orang
tua untuk kebaikan
bersama dan tidak ada konflik
lagi menganggap
pertanyaan berulang tentang saudara autis
suatu hal yang baik
agar orang lain dapat
memahami autis sehingga
tidak mengejek menganggap ejekan
terhadap saudara autis karena tidak mengerti
tentang autis
agar tidak terlalu sakit
hati dengan ejekan
terhadap saudara autis
terbuka terhadap pertanyaan
tentang saudara autis
agar orang lain semakin
mengenal dan mengetahui
autis dan tidak berpandangan
negatif
toleransi -
menuntut untuk diperlakukan sama
dengan saudara autis
membuktikan kasih sayang
orang tua sama dengan
memenuhi permintaan
membalas perilaku
saudara autis
tidak bisa menahan
emosi dan memahami
fitur perilaku autis
benci dan marah pada
teman yang mengejek
saudara autis
sakit hati dnegan ejekan
terhadap saudara autis
Universitas Sumatera Utara
1.b Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Setiap tujuan yang ditetapkan tidak selalu dapat dicapai dengan segera. Proses pencapain  tujuan  dan  keinginan  bisa  lebih  cepat  atau  mengalami  penundaan.
Penundaan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan keinginan dapat menimbulkan stres  dan  kecemasan.  Kemampuan  mengatasi  stres  dan  kecemasan  ini  tidak  mudah
untuk  dilakukan  akan  tetapi  sangat  penting  dalam  kelangsungan  kehidupan  sehari- hari.  Toleransi  dan  pengorbanan  merupakan  dua  hal  yang  sangat  penting  dalam
mengatasi  stres  dan  kecemasan.  Responden  berusaha  menjelaskan  keadaan  saudara yang  mengalami  autis  kepada  teman-teman  sebaya  ketika  mereka  mengganggu  dan
mengejek saudara. “Winda,  abang  kau  gitu  ya,  uda  gitu  jelasin  lah,  gini…gini..lah  abang  aku
gini,  sakit,  maklumin  lah  kalau  dia  itu  aneh  depan  klen,  maklum  keg  gitu sama kawan-kawan ba
ru disitu, apa….pun yang belum ga ngerti tapi ami kan suka gayanya apa lah keren-keren keg gitu  jadi dia
itu suka sama ami” S1.W1b.177-189h5
Ia  juga  menjelaskan  kembali  kondisi  autis  seperti  apa  kepada  teman  yang menggunakan  autis  sebagai  bahan  ejekan  untuk  sesama  mereka.  Ia  mengganggap
teman-teman  mengejek  saudara  autis  karena  mereka  tidak  mengetahui  dan  tidak mengerti  tentang  autis.  Pertanyaan  berulang  dari  teman-teman  tentang  kondisi
saudara  ia  jawab  dengan  baik  dengan  tujuan  mereka  bisa  mengerti  kondisi  saudara sehingga tidak mengejek dan mengganggunya lagi.
“Ya Winda jawab aja, biar orang itu ngerti, gak ngejek-ngejek lagii” S1.W3b. 180-181h65
“Jadi kawan Winda, “ ih, autis, autis…” keg gitu-gitu ya kan, “ autis itu bukan bodoh,  aku  bilang  ke
g gitu, “ autis itu kan sikapnya, kalau klen kan sering-
Universitas Sumatera Utara
65
sering  bilang  klo  kawan- kawan klen yang bodoh dibilang autis, bukan,” aku
bilang keg gitu, “ autis itu lain”, Winda bilang keg gitu, orang itu pun sering Nampak SLB, SLB itu kan berarti  anak-anak bodoh lah, apa namanya, udah
bodoh,  cacat,  gitu  kan,  jadi  Winda  bilang  sama  orang  itu  bukan,  bukan  keg gitu, lain, kan itu autis itu kan gara-gara penyakit, bukan bodoh, Winda bilang
keg gitu, jadi klen jangan bilang keg gitu” S1W3b. 122-131h63-64
“Yah keg gini, Winda bilang, orang-orang kawan yang lain kan sering bilang aneh lah gitu, dari k
awan sekelas yang lain bilang “eh, dasar lah kau memang anak  autis,  misalnya  bodoh,  dia  kan  ga  pande  belajar  kawan  Winda,  jadi  di
bilang  autis,  padahal  autis  kan  gak  gitu,  bukan  gak  pande  belajar,  yah  terus Winda bilang autis itu gangguan saraf, jadi dia gak bisa apa-apa, dia gak bisa
ngomong, kayak yang pernah ku jelasin sama kalian
, keg gitu” S1.W1b. 536-554h12
Hal  ini tidak  berjalan sesuai  dengan  yang diharapkan.  Ia berusaha mengatasi tekanan  dari  teman  sebaya  yang  mengejek  tetapi  responden  terkadang  tidak  dapat
menahannya.  Beberapa  teman  sebaya  terus  mengejek  dan  mengganggu  saudara meskipun  ia  sudah  menjelaskan  berulang  kali.  Ejekan  dan  gangguan  yang  terus
menerus  dari  teman  sebaya  terkadang  ia  balas  dengan  kekerasan  fisik  melempar wajah  teman  dengan  tas  dan  memarahi  mereka  atas  perbuatan  yang  dilakukan
terhadap  saudara  autis.  Ia  mengaku  tidak  akan  memaafkan  orang-orang  yang  terus menggangu saudara.
“Bang  Ami  kan  itu,  tas  nya  di  oper-oper,  kadang-kadang  kan  suka  kalo sekolah  itu,  “  ma,  mainan  aku  masukkan  ke  dalam  tas”,  kan  keg  gitu,  mau
main  robot-robotan  dia  bilang  keg  gitu,  jadi  dimasukin  lah  sama  mama,  jadi pas  maen-
maen  mau  jajan,  “bang  Ami  mau  jajan  apa,  sini  adek  beli  in?”, datang lah kan, orang itu apa lempar-lemparin tas bang Ami
, “ klen aku capek kali nengok klen lah, ga pernah klen berubah, aku palak kali sama klen” aku
bilang keg gitu, “ klen manfaatin orang aja, klen rakus kali klen, “ karna palak kali ya kan, tasnya Ami kan itu sama orang itu, terus yang lemparinnya ambil
lempar ke mukanya, nangis dia ya kan, “ itu lah kau kan, nangis kau kan, coba Ami keg gitu, dia karna takut ajanya, makanya ini dia itu gak berani dia apain
klen”
Universitas Sumatera Utara
66
S1.W2.s1b.194-212h.36 “Habisnya keg mana, ma, aku uda palak  kali sama dia” Winda bilang keg
gitu, “terus, dia uda pernah minta maaf?, “pernah hari itu tapi malas maafinnya, enak aja, uda keg gitu minta maaf aja”
S1.W2.s1b.228-232h.37 Ia  juga  berusaha  mengatasi  tekanan  dari  perbuatan  saudara  yang  sering
mengganggu dan menempatkannya dalam kesulitan dengan mencoba membayangkan berada  di  posisi  saudara.  Ia  meminta  maaf  terhadap  saudara  setelah  memarahinya.
Hal  ini  ia  lakukan  untuk  mengatasi  kecemasan  akan  dimarahi  orang  tua  karena perbuatannya.
“Tadi  kog  marah  ya  sama  ami,  tadi  dia  kan  nangis  kasihan,  kemarin  pun nangis dia, ish aku pun kena marah lah nanti, uda gitu “bang ami, adek minta
maaf ya”, “ iya, dek gitu” S1.W1b.1316-1323h29
Responden  berusaha  melembutkan  suara  kepada  saudara  agar  hubungan dengan saudara autis bisa lebih baik dan mendapat hadiah yang dijanjikan orang tua.
Keterbatasan  aktivitas  akibat  kekhawatiran  orang  tua  karena  ia  merupakan  anak normal  satu-satunya  juga  berusaha  ia  pahami  dan  mempertimbangkan  situasi  yang
ada jika ia ingin beraktivitas dan menolak ajakan teman dengan menjelaskan kondisi yang ia alami sebenarnya.
“Iya, “ma, itu kawan-kawan aku tadi pas pulang berenang, dia hari sabtu kan renang,  jadi  pulangnya  itu,  kan  di  daerah  kota  renangnya,  itu  kan  sekalian
jalan- jalan, “ ma, itu loh kawan aku pigi ngajakin aku jalan-jalan ke palad ma,
rencananya nonton  bioskop, ma aku juga suka nonton  juga ma, tapi  kan  ma, aku gak punya duit ma, gak enak juga ma, dilarang gitu”, “iya sih dek, gak
enak, tapi mau kek mana, mama itu takut lo, uda bang ami keg gitu, nanti kau ntah  kenapa-kenapa,  ditabrak  masuk  rumah  sakit,  Winda  bilang  keg  gitu,
Cuma Winda satu-
satunya anaknya yang baik, payah lo nanti”, mama bilang keg gitu, “ ayah lagi ma berpikirnya yang egnggak enggak gitu, “ iya sih, ayah
terlalu menjaga kali, itulah karna Cuma Winda aja yang bagus, mama bilang
Universitas Sumatera Utara
67
keg gitu, gitulah sampe sekarang gak bisa diajakin orang itu, Winda nengok- nengok situasi dulu”
S1.W3b.407-429h.70
Liburan  yang  batal  atau  ditunda  terkadang  membuatnya  kesal  tetapi  dengan penjelasan yang diberikan orang tua yang menekankan kebaikan untuk saudara autis
berusaha ia terima dan tidak terlalu menuntut janji orang tua. “Hmm, ga… kadang  ya udah lah cuma jalan-jalan ke tempat nenek aja pun
bosan gitu ”
S1.W1b.462-465h11 “Gak, kadang-kadang pun malas, jalan-jalan gitu”
S1.W1b.468-469h.11
Menggantikan  tugas  orang  tua  mengerjakan  pekerjaan  rumah  terkadang membuat  responden  merasa  kesal  karena  harus  bekerja  sendiri.  Ia  membandingkan
diri dengan saudara yang tidak melakukan pekerjaan rumah apapun. Mengatasi hal ini ia berusaha merasa biasa saja tetap dan mengerjakannya.
Kondisi  rumah  yang  merupakan  tempat  beberapa  anak  autis  dan  gangguan lainnya  mendapatkan  terapi  dan  pendidikan  membuat  Winda  merasa  terganggu.  Ia
meminta  kepada  orang  tua  untuk  memisahkan  rumah  dengan  tempat  terapi. Permintaan  pindah  rumah  belum  terwujud.  Responden  berusaha  untuk  bertoleransi
atas keadaan tersebut dengan mendengarkan musik dan mengunci diri di kamar. “Ma,  kita  cari  rumah  lain  yok.  Nanti  ada  langganan  mama  nyewa  tempat
mama  tempat yang mau mama sewain juga, udah mau abis, itu aja jadi nanti kita pindah situ”
S1.W2.s2b.380-385h60
“Winda pun kalau bising kali kadang2 masuk kamar, wit idupun musik” S1.W2.s2b.392-393h60
Universitas Sumatera Utara
68
Responden  juga  memikirkan  pengaruh  positif  dari  anak-anak  yang  menjalani  terapi sehingga ia bisa lebih menerima kondisi tersebut. Ia merasa dengan keberadaan anak-
anak tersebut memberinya lebih banyak teman dan mengurangi rasa kesepian. “Tapi  gak  enak  juga  ya  ma,  Rumahnya  sepi  kalau  disini  kan  rame  gak  ada
kawan nanti kalau disana kek gitu ”
S1.W2.s2b.385-388h60
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Aspek Kemampuan Mengungkapkan Perasaan R1
kemampuan mengungkapkan
perasaan mengungkapkan
perasaan secara negatif
marah
saudara autis
mengganggu , saudara
autis di ganggu,
orang tua membela
saudara autis
mengeluh
mengerj akan
pekerjaa n rumah
sendiria n,
saudara autis
terus bermain
merajuk
permint aan
tidak dipenuh
i mengungkapkan
perasaan positif
mengemuka kan
pendapat
mengun gkapkan
apa yang
dipikirka n untuk
keterlib atan
dalam memutu
skan sesuatu
meminta maaf
menghil angkan
perasaa n
bersalah merasakan emosi
positif
merasa simpati
kasihan pada
kondisi saudara
autis tang
tidak normal
kadang merasa beruntung
dengan keadaan saudara autis
membantu mengingatkan
responden untuk
merapikan barang pribadi
merasakan emosi negatif
sakit hati
saudara autis
diejek, dipanda
ng negatif
orang lain
cemburu
orang tua
lebih memper
hatikan saudara
autis
kesal
janji liburan
dibatalk an
karena saudara
autis
khawatir
ketidakpasti an masa
depan saudara
autis dengan
kondisinya sekarang
mengontrol emosi
untuk menghindar
i konflik keributan
degan orang tua dan
teman
Universitas Sumatera Utara
1.c Kemampuan mengungkapkan perasaan
Kemampuan mengungkapkan perasaan dalam berbagai emosi mencerminkan kesehatan emosional. Individu dengan penyesuaian diri yang baik mampu merasakan
dan mengungkapkan perasaan melalui berbagai spektrum emosi yang tepat, mengatur dan  menempatkan  emosi  dibawah  kendali  sendiri,  mengidentifikasi  emosi  dengan
baik dan mempertimbangkan alternatif dalam mengungkapkan emosi.. Berbagai perasaan responden rasakan silih berganti dengan kehadiran saudara
autis dalam perjalanan hidup. Senang saat ia bisa tertawa menyaksikan tingkah lucu saudara, sedih saat membayangkan bagaimana kehidupan dibalik autis, bangga saat ia
bisa  menceritakan  prestasi  saudara  yang  bahkan  melebihi  apa  yang  dilakukan  oleh individu normal.
“Winda  jelaskanlah  ada  abang  Winda,  orang  itu  kan  dengar,  gurunya  kan nanya, ada abang Winda, “berarti abang kau autis lah” kata orang itu, “kenapa
memang rupanya? Winda bilang, “ klen ga autis, abang aku dia pande bahasa inggris, pande bahasa arab, pande bahasa jepang, klen bahasa inggris aja gak
pande, bahasa Indonesia aja gak lulus, Winda bilang keg gitu, lebih pintar lagi
anak autis dari pada anak normal Winda bilang keg gitu” S1.W3b.135-146h.64
Malu ketika sang abang tantrum di depan keramaian dan banyak orang  yang membicarakan perilaku saudara. Ia marah dan sakit hati saat teman sebaya mengejek
saudara autis. “Itu, kalau orang itu gak pernah ngejekin Winda, tapi ngejekin bang Ami jadi,
marah lah Winda sama orang itu ”
S1.W2.s1b.130-132h34 “Winda tu sakit hati aja orang tu keg gitu, soalnya orang itu  misalnya nanti
punya  saudara  keg  gitu  malu  juga,  karna  orang  itu  gak  ngerasa  in  makanya orang tu ngejek-
ngejek gitu”
Universitas Sumatera Utara
71
S1.W3b.216-220h.66 “Masih, nanti kan tiba-tiba lagi serius belajar, Winda, murid mama mu lepas
gitu,  “alah,  klen  macam  gak  ngerti  aja,  udah  capek  aku  jelasinnya”,  Winda bilang keg gitu”
S1.W3b.230-234h.66
Responden 2 juga terkadang ia melampiaskan kemarahan dalam cara negatif. Ketika ia merasa marah ia membanting barang disekitarnya.
“Ya  Winda  kadang-kadang  ini,  kan  misalnya  kan  apa...,  marah  lah  gitu  ya kan,  pas  anak-
anak kan kalo kesal barang dibanting, “kog dibanting-banting itu” gitu yak an, “ ga ada jatuh,” gitu ya kan, “ gak mungkin, kalo jatuh kan
ini, kog kuat kali suaranya” W1.S1b.901-913h20
Seiring  berjalannya  waktu,  ia  semakin  dewasa.  Ia  mengidentifikasi  apa  yang ia rasakan dan mengungkapkan dengan terbuka kepada orang tua.
“Terus certain lah, aku marah gara-gara mama bilang keg gini, ami aja yang ini..ini..ini..
mengarah  ke  perilaku  saudara  autis,  “kadang  pun  silap, langsung ceplos aja ngomong, kan uda pernah mama bilang sama Winda, ami
itu  lain  sama  Winda,  Winda  itu  apa..  normal,  beda  sama  ami,  ami  keg  gitu, coba Winda ditukar, Winda jadi ami, ami jadi Winda pasti ami pun keg gitu,
ngejek  in  Winda ”  gitu.  Kadang-kadang  pun  marah  sama  Winda  keg  mana
gitu ”
W1.S1b.913-930h21 Pada waktu tertentu ia mengendalikan kemarahan terhadap saudara autis. Hal
ini ia lakukan untuk menghindari konflik dengan orang tua karena setiap ia memarahi saudara ia akan berdebat dengan orang tua yang menurutnya pembela saudara autis.
“Tahan aja, kalau gak ditahan nanti repot nanti diapain mama lagi” S1.W2.s1b347-349h.59
Ia juga merasa kesal atas perbedaan perlakuan orang tua. Cemburu saat ia tak dapat perhatian orang tua.
Universitas Sumatera Utara
72
“Sering, misalnya kan, is ma… misalnya soal apa kan bagi rapot, maa.. aku lah, bang Ami suruh ayah aja datang, biar sama ayah dia, dia nanti gak ngerti
lho Winda, nanti repot, Winda kan bisa sendiri, baru habis itu, terus habis itu
apalah sering minta apa namanya minta dikawanin tidur gitu, “ma, kawanin Winda  tidur  napa,  masa  aku  sendiri  aja  bang  Ami
terus  yang  di  kawani,  “ terus  Ami  kan  tidur  masih  suka  peluk-
peluk, apa manja ya kan, “ aku peluk napa, ma?” keg gitu ya kan, “ aku gak pernah mama peluk”, gitu”
S1.W2.s2b.521-532h46
Mengeluh  saat  orang  tua  meminta  untuk  mengerjakan  pekerjaan  rumah  dan membantu  mengurus  pekerjaan  rumah  saudara  autis  sementara  saudara  autis  sibuk
bermain.  Ia  juga  merasa  kesal  ketika  permintaannya  tidak  dipenuhi  dan  merasa cemburu karena saudara autis mendapatkan apa yang ia inginkan.
Dibalik  ungkapan  emosi  dan  perasaan  negatif  yang  dirasakan  responden, kadang  kala  ia  memikirkan  apa  yang  telah  ia  lakukan,  mengidentifikasi  alasan
kemarahan  dan  mengungkapkan  pada  orang  tua  serta  meminta  maaf  jika  ia menemukan  kesalahan  dalam  dirinya.  Ia  juga  tidak  segan  meminta  maaf  kepada
saudara  karena  merasa  bersalah.  Hal  ini  ia  lakukan  ketika  emosi  mulai  mereda  dan menyadari  kekurangan  saudara.  Ia  merasa  simpati  dengan  kondisi  dan
mengkhawatirkan  masa  depan  saudara  autis.  Terkadang  ia  juga  merasa  beruntung memiliki saudara autis ketika saudara bisa membantunya dalam hal-hal tertentu.
Universitas Sumatera Utara
73
Gambar 4. Aspek Self-Image R1
1.d Self Image
Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi  antara  aspek  yang  satu  dengan  yang  lain  menunjukkan  bahwa  individu
yang  bersangkutan  memiliki  penyesuaian  yang  baik.  Mampu  menggambarkan  diri dalam  aspek  positif  akan  tetapi  tetap  menyadari  kelemahan  yang  ada  pada  dirinya.
self-image
negatif
nakal
melawan orang tua,
memarahi saudara
autis, tidak mendengar
kan nasehat
orang tua egois
mementing kan diri
sendiri, menuntut
lebih, merasa
selalu dibedakan
degan saudara
autis pemarah
sering membalas
perilaku saudara
autis, melampias
kan kemarahan
kepada orang
di sekitar
pencembur u
mebanding kan
perlakuan orang tua
antara diri sendiri
dengan saudara
autis positif
suka berbagi
mengikuti ajakan
orang tua untuk
terapi sedekah
untuk saudara
autis simpati
membayan gkan
berada diposisi
saudara autis untuk
memahami apa yang
dirasakan saudara
autis
Universitas Sumatera Utara
74
Responden  menggambarkan  diri  sebagai  orang  yang  bersimpati,  membantu  dan berbagi  serta  tidak  tega  melihat  orang  lain  dalam  kesusahan.  Disisi  lain,  ia  merasa
dirinya  anak  yang  nakal,  suka  berdebat  dengan  orang  tua,  pemarah,  egois,  dan cemburu atas perlakuan orang tua antara dirinya dengan saudara autis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Aspek Hubungan Interpersonal R1
Hubungan Interpersonal
merasa disenangi dan menyenangi orang lain
memiliki teman
dekat, disukai
lawan jenis, terkadang
direspon baik oleh
saudara autis
menghargai keberadaan orang lain
melihat aspek
positif dari
penderita autis
senang berbagi
pikiran dengan
orang lain mendapat
masukan dari orang
lain memikirk
an aspek positif
dari setiap
orang membangun hubungan
baik
mengajak teman
sebaya berkunjun
g ke rumah
terbuka dengan
pertanyaa n tentang
saudara autis
bersedia memulai
pembicar aan
dengan orang lain
kesediaan berbagi emosi
senang meminta
pendapat orang lain
senang menerima
masukan dari orang lain
Universitas Sumatera Utara
1.e Hubungan interpersonal
Individu yang memiliki penyesuaian yang baik mampu membangun hubungan interpersonal  yang  baik  juga.  Berdasarkan  aspek  hubungan  interpersonal,
penyesuaian  diri  yang  baik  memungkinkan  seseorang  untuk  merasa  senang  dan nyaman  dengan  keberadaan  orang  lain  begitu  juga  sebaliknya  orang  lain  senang
dengan keberadaannya, menghargai keberadaan orang lain, mampu berbagi perasaan dan  emosi  dengan  orang  lain  dan  mampu  membatasi  kadar  keintiman  yang  layak
dengan orang lain. Responden adalah orang yang ramah, suka menyapa dan menegur orang lain
terlebih  dahulu  dan  berinisiatif  dalam  memulai  percakapan  dengan  orang  lain. Meskipun  demikian  ia  selalu  mempertimbangkan  karakter  orang  yang  akan  ia  ajak
bicara  apakah  akan  menyambutnya  atau  tidak  sehingga  ia  mampu  mencapai  kadar keintiman yang layak dengan orang yang ia ajak bicara.
“Iya, terbuka aja, ih ada kawan baru, kayak kakak-kakak itu, “ kak namanya siapa?” kek gitu”
S1W2s1b.324-326h40
“Tergantung  kak,  kalau  apa  orangnya  cepat  bergabung  pun  cepat  dekatnya, kalo gak, gak cepat
” S1W2s1b.329-331h40
Ia  juga  merasa  sangat  senang  berkumpul  dengan  teman  sebaya,  merasa disukai oleh lawan jenis. Responden juga orang yang sangat terbuka. Ia menceritakan
masalah  yang  ia  hadapi  baik  yang  berhubungan  dengan  saudara  maupun  dirinya sendiri  kepada  orang  tua  dan  teman  dekat  serta  meminta  pendapat  dan  masukan
kepada mereka.
Universitas Sumatera Utara
“Enak gitu, kalo misalnya uda diungkapkan soal apa namanya berantam sama kawan sekelas gitu misalnya teman dekat, jadi apa uda Winda bilang sama dia
pertama Winda apa namanya, “ish, pengen siapa ya yang bisa diajak cerita, ga
enak kalo gak di ceritain, habis itu ya udah, ngomel- ngomel sendiri”
S1W3b.374-375h69 Responden  merupakan  orang  yang  terbuka  dalam  menanggapi  pertanyaan
teman  tentang  saudara  dan  membenci  teman  yang  terus  mengejek  dan  mengganggu saudara autis. Meskipun ia merasa terganggu dengan keberadaan beberapa anak yang
menjalani  terapi  dirumahnya,  ia  menyadai  bahwa  keberadaan  mereka  juga  bisa menjadi teman baginya disaat-saat tertentu dan ia akan kesepian jika membayangkan
mereka tidak tinggal dirumahnya. “Tapi ma, kalo kita gak tinggal sama orang ini, gak sama sekolah nanti rumah
kita gak rame lo, gak enak sepi, Winda bilang ke gitu S1.W3b.256-259h67
Universitas Sumatera Utara
2.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Responden 1 Gambar 6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri R1
Faktor Yang Mempengaruhi
kondisi fisik
sehat dan
tidak cacat
tidak ada
yang mengh
ambat penyes
uaian diri
lingkungan
memili ki
hubun gan
dekat denga
n orang
tua
mence ritakan
masala h pada
orang tua
dan menda
pat arahan
orang tua
untuk memec
ahkan masala
h keluar
ga besar
mendu kung
memb erikan
masuk an dan
dukung an
sehing ga
tidak merasa
sendiri mengh
adapi masala
h lingku
ngan rumah
mendu kung
belajar dari
anak ABK
diruma h
dengan berbag
ai kondisi
sehing ga
lebih mengh
argai saudar
a autis masya
rakat sekitar
kurang peduli
denga n
gangg uan
autis
berpan dangan
negatif yang
memb uat
sakit hati
teman sebaya
menge jek
saudar a autis
memb ela dan
melindi ngi
saudar a autis
hingga berten
gkar dengan
teman
pengalaman negatif
menya ksikan
fitur perilak
u autis yang
aneh
menim bulkan
kebing ungan
menya ksikan
saudar a autis
digang gu
merasa sakit
hati dan
memb alas
sehing ga
terjadi konflik
menda pat
pertan yaan
berula ng
tentan g
saudar a autis
memu nculka
n perasa
an tidak
nyama n
menya ksikan
saudar a autis
tantru m di
depan umum
malu di depan
umum
latihan, pengalaman dan
pembelajaran
orang tua
memili ki latar
belaka ng
penget ahuan
tentan g autis
yang kuat
menda pat
inform asi dari
orang tua
utuk mema
hami ganggu
an autis
mengi kuti
berbag ai
kegiat an dan
semin ar
tentan g autis
mena mbah
penget ahuan
dan kemam
puan untuk
mengh adapi
saudar a autis
konflik dan frustasi
tergan ggu
denga n
lingku ngan
rumah sebaga
i tempa
t terapi
anak ABK
suasan a
rumah bising,
tidak bisa
konsen trasi
terbat as
melak ukan
aktivit as
denga n
teman sebaya
kekha watira
n orang
tua yang
berlebi han
lelah denga
n sikap teman
yang terus
menge jek
Universitas Sumatera Utara
2.a  Kondisi fisik
Kondisi  fisik  yang  sehat  membantu  individu  dalam  menyesuaikan  diri  dari permasalahan  yang  ia  hadapi.  Individu  yang  memiliki  penyakit  lebih  memiliki
kecenderungan  kurang  percaya  diri,  perasaan  rendah  diri,  ketergantungan  dan perasaan  ingin  diperhatikan  orang  lain.  Responden  mengungkapkan  bahwa  ia  tidak
memiliki  riwayat  penyakit  jangka  panjang  yang  mempengaruhi  kehidupannya. Meskipun saudara mengalami autis, responden tidak mewarisi penyakit tertentu yang
menggangu dalam menjalankan kehidupan sehari-sehari. Faktor ini merupakan salah satu  faktor  yang  membuat  responden  bisa  menjalani  tuntutan  dari  kondisi  saudara
yang mengalami autis baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.b Perkembangan dan kematangan
Perkembangan  dan  kematangan  mempunyai  hubungan  yang  erat  dengan proses  penyesuaian  diri,  dalam  arti  bahwa  proses  penyesuaian  diri  itu  akan  banyak
tergantung pada tingkat  perkembangan dan kematangan  yang dicapai.  Dalam  proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instingtif menjadi
respon  yang  diperoleh  melalui  belajar  dan  pengalaman.  Dengan  bertambahnya  usia, anak  juga  matang  untuk  melakukan  respon.  Responden  pada  awalnya,  ketika  masih
kanak-kanak,  tidak  mengerti  tentang  autis  dan  terus  mengajak  saudaranya  untuk bermain meskipun ia tidak mendapat respon.
“Gak lah, kan waktu itu belum ngerti, jadi di ajak main-main aja” S1W1b.241-243h6
Universitas Sumatera Utara
Seiring berjalannya waktu, keluhan atas sikap orang tua yang selalu menuntut untuk  tidak  membalas  perilaku  saudara  dan  perasaan  diperlakukan  secara  berbeda
dengan  saudara  autis  berubah  menjadi  penerimaan  dan  pemahaman  atas ketidakmampuan yang dialami saudara autis dari penjelasan orang tua.
“bang Ami kan keg gini, Winda tahu kan bang Ami itu masih itu, tingkah lakunya masih kayak anak-anak, umurnya aja yang besar, tingkah lakunya
macam anak-anak, mama bilang keg gitu, barulah Winda ngerti bang Ami itu belum bisa, makanya dia dia dibantu
” S1W2s1b.537-539h46
Pemahaman responden mengenai hal ini juga didukung dengan kematangan kognitif responden dengan prestasinya yang sangat baik di sekolah.
2.c Faktor psikologis
Pengalaman  merupakan  suatu  konsep  yang  luas  yang  mempengaruhi penyesuaian diri.  Pengalaman  yang baik  bermanfaat  dalam mendukung penyesuaian
yang  lebih  baik  bagi  individu.  Pekerjaan  ibu  responden  yang  merupakan  pengurus yayasan  pondok  peduli  autis  memberikan  responden  pengalaman  yang  positif  yang
membantu  dalam  menyesuaikan  diri  dengan  berbagai  fitur  perilaku  saudara  dan kesiapannya  menghadapi  lingkungan  sosial  yang  lebih  luas  dengan  kehadiran
saudara.  Ia  mendapatkan  informasi  tentang  kondisi  saudara  yang  mengalami gangguan dari ibu. Ia cukup aktif mengikuti berbagai seminar dan berbagai hal yang
berhubungan  dengan  autis  yang  diikuti  ibu  nonton  bareng  film  tentang  penderita autis
“Temple  Grandin”  dan  bazar  suplemen  anak  autis.  Hal  ini  memberikan tambahan  pengetahuan  dan  keterampilan  yang  membantu  memahami  kondisi  autis
yang dialami saudara. Ibu selalu menginformasikan hasil seminar dan workshop yang
Universitas Sumatera Utara
diikuti kepada responden dan menjelaskan kondisi autis yang dialami saudara secara berulang kali.
“Mama kan ikut  sem.. apa workshop yang kemaren itu, jadi gini kata ibu itu supaya  klen  gak  berantem,  Winda  ngomongnya  tu  jangan  kasar2  apa  tu
ngomong pelan2 soalnya sampe besar nanti ngaruh mama bilang kek gitu, jadi Winda ngomongnya pelan2,  ibu2 itu bilang kayak gitu, klu ngomong pelan2
dia  ingat  sampe  besar  oh  ini  dia  ingat  ini  baek  sama  aku  gak  kasar ngomongnya jadi dia ngerti  bahwa Winda tu sayang sama dia. Padahal kalau
keras2 dia nggak ngerti,mesti jahat ini, jadi kek gitulah. jadi misalnya ya, ini betul loh  mama itu gak bohong sama
Winda” S1W2s2b.81-99h50-51
“Pernah  tapi  apa  pas  seminarnya  itu  pun  kadang-kadang  ada  autis  kadang- kadang gak, gitu
” S1W2s1b.302-304h39
“Iya, kak gini, ayah uda pigi, “ma, mama mau kemana?”, Winda Tanya gitu, “ mau seminar”, “ seminar apa”, “ kitu lho yang kemaren,”, “ oh, aku ikut lah”,
lagian  pun  mama  pernah  juga  apa,  seminar  kan,  jadi  seminarnya  tu  buka bazaar,  jadi  jual  makan-makanan  autis  gitu,  kebetulan  ada  yang  kenalin
suplemen  bang  Ami  itu,  jadi  sekalian  jelasin  tentang  autisnya  dan  promosi sekolah, jadi Winda jaga bazarnya
” S1W2s1b.306-315h39
Disisi  lain  dari  pengalaman  positif  yang  mengarahkan  responden  pada penyesuaian yang baik, ia juga mendapatkan pengalaman negatif dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari dengan kehadiran saudara. Menyaksikan  fitur perilaku saudara autis,  pertanyaan  berulang  dari  teman  sebaya  menyangkut  saudara  autis,  berada  di
sekolah yang sama, dan sebangku sehingga menyaksikan saudara autis diganggu dan diejek  oleh  teman  sebaya.  Bahkan  kadang  kala  ia  mencapai  titik  frustasi  akibat
gangguan teman sebaya yang memaksanya untuk membalas perbuatan teman. “Ga pernah klen berubah, aku palak kali sama klen” aku bilang keg gitu, “klen
manfaatin orang aja, klen rakus kali klen, “ karna palak kali  ya kan, tasnya Ami  kan  itu  sama  orang  itu,  terus  yang  lemparinnya  ambil  lempar  ke
Universitas Sumatera Utara
mukanya, nangis dia ya kan, “ itu lah kau kan, nangis kau kan, coba Ami keg
gitu, dia karna takut ajanya, makanya ini dia itu gak berani dia apain klen” S1W2s1b.201-204h36
2.d  Faktor lingkungan
Responden  memiliki  hubungan  yang  dekat  dengan  ibu.  Meskipun  responden mengaku sering berdebat  dan mengalami  sedikit  konflik  dengan  ibu  akibat  sang ibu
kerap  kali  membela  saudara  yang  menurutnya  salah,  ibu  tetap  menjadi  tempat  ia mencurahkan segala apa yang ia rasakan.  Ibu meminta responden untuk terbuka dan
tidak  berbohong  dengan  apa  yang  terjadi  pada  responden.  Begitu  sebaliknya, responden  terbuka  dengan  ibu  dan  menceritakan  apa  yang  dia  alami  baik  yang
berhubungan  dengan  pengalaman  negatif  dengan  saudara  autis  dan  bahkan  terbuka soal  kedekatannya  dengan  teman  lawan  jenis.  Pada  saat  responden  mengungkapkan
keluhan  pada  orang  tua  Ibu,  ia  selalu  mendapat  tanggapan  dari  setiap  keluhan tersebut  meskipun  terkadang  berujung  pada  nasihat  dan  penjelasan  yang  diberikan
orang tua kepada responden. “Kan uda pernah mama bilang sama Winda, ami itu lain sama Winda, Winda
itu apa.. normal, beda sama ami, ami keg gitu, coba Winda ditukar, Winda jadi ami, ami jadi Winda pasti ami pun keg gitu, ngejek in Winda
” gitu. Kadang-kadang dia pun marah sama Winda keg mana gitu
” S1W1b.917-920h20
Selain  itu,  responden  dan  keluarga  mendapat  dukungan  yang  positif  dari keluarga secara luas. Mereka memperhatikan bagaimana perkembangan saudara yang
mengalami  autis  dan  sesekali  menyarankan  tempat  terapi  yang  menurut  mereka bermanfaat  untuk  anak  yang  mengalami  autis.  Hal  ini  disebabkan  oleh  keterbukaan
Universitas Sumatera Utara
ibu  responden  yang  mengkomunikasikan  apa  yang  terjadi  dengan  anaknya  kepada keluarga  besar.  Pondok  peduli  autis  yang  didirikan  ibu  responden  membuat
lingkungan  sekitar  mengetahui  apa  yang  terjadi  dengan  saudara.  Masyarakat  di lingkungan tempat tinggal tidak banyak bertanya mengenai saudara sehingga ia tidak
merasa  kesulitan  dengan  hal  tersebut.  Ia  menemukan  kesulitan  dengan  lingkungan teman sebaya. Diluar teman dekat,  ia merasakan tidak ada kepedulian teman  sebaya
terhadap kondisi saudara. Ia mengaku hal ini mungkin disebabkan teman sebaya tidak memiliki  anggota  keluarga  autis  sehingga  mereka  tidak  merasakan  apa  yang
dirasakan responden.
2.e Faktor agama, adat istiadat, dan budaya
Orang  tua  menekankan  ajaran  agama  yang  cukup  kuat  kepada  responden dalam  mengatasi  masalah  yang  mereka  hadapi.  Orang  tua  menekankan  bahwa
saudara  yang  mengalami  autis  adalah  anak  surga  dan  meminta  repsonden  untuk bersikap  baik  agar  keluarganya  bisa  berkumpul  di  surga  nanti.  Orang  tua  juga
mengajarkan  responden  untu  bersedekah  sebagai  bagian  dari  terapi  penyembuhan saudara yang mengalami autis.
B.  Deskripsi Data Responden 2 B.1. Sekilas Responden Penelitian
                                            
                