Deskripsi Data Responden 2 1. Sekilas Responden Penelitian
ibu responden yang mengkomunikasikan apa yang terjadi dengan anaknya kepada keluarga besar. Pondok peduli autis yang didirikan ibu responden membuat
lingkungan sekitar mengetahui apa yang terjadi dengan saudara. Masyarakat di lingkungan tempat tinggal tidak banyak bertanya mengenai saudara sehingga ia tidak
merasa kesulitan dengan hal tersebut. Ia menemukan kesulitan dengan lingkungan teman sebaya. Diluar teman dekat, ia merasakan tidak ada kepedulian teman sebaya
terhadap kondisi saudara. Ia mengaku hal ini mungkin disebabkan teman sebaya tidak memiliki anggota keluarga autis sehingga mereka tidak merasakan apa yang
dirasakan responden.
2.e Faktor agama, adat istiadat, dan budaya
Orang tua menekankan ajaran agama yang cukup kuat kepada responden dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Orang tua menekankan bahwa
saudara yang mengalami autis adalah anak surga dan meminta repsonden untuk bersikap baik agar keluarganya bisa berkumpul di surga nanti. Orang tua juga
mengajarkan responden untu bersedekah sebagai bagian dari terapi penyembuhan saudara yang mengalami autis.
B. Deskripsi Data Responden 2 B.1. Sekilas Responden Penelitian
Responden 2 adalah seorang remaja laki-laki berusia 14 tahun yang duduk di kelas 2 SMP swasta di kota Medan. Ia tinggal bersama dengan kedua orang tua dan 2
orang adik yang berjenis kelamin laki-laki. Ayah bekerja pada bagian keamanan di
Universitas Sumatera Utara
sebuah kantor pemerintah sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mecoba usaha pakaian. Responden 2 memiliki adik berusia 9 tahun dan 1 tahun. Adik
keduanya mendapat diagnosa autis saat berusia 3 tahun. Saudara mengalami kelainan perilaku sejak ia demam. Ia mulai mengantuk-ngantukkan kepala ke dinding dan
tidak mengeluarkan suara. Banyak cara telah dilakukan keluarga untuk mengupayakan kesembuhan bagi saudara. Beberapa kali orang tuanya membawa ke
“orang pintar”. Muncul banyak persepsi dalam keluarga mereka mengenai ganggguan yang dialami saudara, kerasukan setan, diguna-guna, dan berbagai pendapat sampai
mereka membawanya ke dokter dan saudara dinyatakan mengalami gangguan bernama autis.
Responden mengaku tidak mengerti autis itu seperti apa dan tidak mendapat penjelasan mengenai kondisi yang dialami oleh saudara karena orang tua sendiri juga
tidak mengerti gangguan apa yang dialami saudara. Orang tua hanya menekankan agar menjaga bersama adiknya karena memiliki kondisi yang berbeda dengan orang
normal. Tanpa banyak pertanyaan responden hanya mengikuti apa yang dikatakan orang tua.
Tidak bisa berbicara, selalu menghindar ketika didekati, dan suka berlari kesana kemari tanpa tujuan yang jelas, jika tidak suka dengan sesuatu bahkan dengan
orang yang mendekat ia akan meludah, kadang merespon ketika namanya dipanggil dan kadang membuat frustasi karena tidak merespon. Begitu ia mendeskripsikan
saudaranya. Responden 2 menjalani hidup dengan menyaksikan berbagai hal yang tidak banyak orang mengalaminya. Gangguan yang dialami saudara menempatkannya
Universitas Sumatera Utara
dalam kondisi yang berat. Pada masa kanak-kanak, ketika teman sebaya bisa dengan bebas bermain apa yang mereka suka, ia harus tetap berjaga mengawasi saudara yang
bermain atau berdiam diri di dalam rumah sambil mengawasi saudara agar tidak keluar rumah. Jika tidak diawasi saudaranya mungkin berada dalam bahaya. Seperti
yang ia ungkapkan, saudara pernah hilang. Selain itu, saudaranya juga pernah ditemukan tidak berdaya berada di dalam sumur. Menurutnya, hal ini terjadi karena
saudara tidak bisa berbicara dan tidak bisa mengungkapkan kemana ia akan pergi. Ketidakmampuan saudara berkomunikasi sebagaimana orang normal
berkomunikasi membuat kondisi semakin sulit ia rasakan. Ia berusaha untuk berperan dalam menyembuhkan saudara tetapi tidak jarang ia frustasi dengan hal tersebut
karena tidak kunjung memberi respon seperti apa yang ia harapkan. Seiring berjalan waktu, ia merasakan ada yang berbeda dengan apa yang ia alami dan apa yang
dialami teman-teman sebaya. Responden 2 merasa keterbatasan pada aktivitasnya, terikat dengan kondisi saudara yang selalu membutuhkan pengawasan dimana ia
sangat dibutuhkan dalam hal menggantikan orang tua disaat orang tua melakukan pekerjaan lain. Sementara ia menyaksikan teman sebaya bisa bebas melakukan
apapun yang mereka inginkan, main bola, bersepeda dan melakukan aktivitas lainnya karena mereka memiliki adik yang bisa bermain sendiri sedangkan responden 2 harus
selalu mengawasi saudara autis. Saat ini, responden 2 masih merasakan hal tersebut. Ia merasa terikat dengan
saudara autis. Disaat rasa lelah sepulang sekolah belum hilang, orang tua kerap kali meminta untuk menyiapkan bekal untuk terapi, menjaga saudara pada saat ibu bersiap
Universitas Sumatera Utara
diri untuk mengantar saudara dan masih harus mengerjakan pekerjaan rumah titipan ibu, mencuci piring, menyapu rumah, dll. Ia sering merasa tidak enak hati meminta
teman yang mengajaknya untuk bermain menunggu melakukan hal-hal tersebut. Responden mengungkapkan tidak bisa berbuat apa-apa mengenai kondisi
saudara. Ia menganggap ini merupakan takdir tuhan yang mau tidak mau harus ia terima. Peran sebagai saudara ia rasakan semakin berat karena disamping harus
menghadapi dan membantu orang tua mengawasi saudara ia juga memiliki adik kecil yang berusia satu tahun. Terkadang ia harus mengawasi keduanya. Tidak jarang ia
menemukan saudara autis memunculkan perilaku yang membahayakan saudara kecilnya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1. Karakteristik Penyesuaian Diri Pada Responden 2 Gambar 7. Aspek Persepsi Yang Akurat Terhadap Realitas R2
1.a Persepsi yang akurat terhadap realitas
Responden 2 tidak mampu menetapkan tujuan masa depan kepada saudara autisnya. Ia tidak bisa melihat apa yang berkembang dari saudaranya tersebut.
Bahkan dari beberapa tahun pengobatan dan terapi yang sudah dijalani saudara ia merasa tidak ada perubahan berarti yang terjadi pada saudaranya.
“Kalo dia belum bisa keliatan apa-apa kak, gak tau nantinya gimana, ngomong pun dia tidak tahu… jalan pun, daerah sekitar rumah dia gak tau,
gak kebayang nanti dia mau gimana” S2.W3bh
persepsi yang akurat terhadap realitas
tidak mampu menetepkan tujuan terhadap saudara autis
saudara autis tidak bisa berbicara dan tidak merespon orang lain
berdoa agar sauadra autis kembali normal
agar saudara autis bisa memiliki masa depan yang baik
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Aspek Kemampuan Mengatasi Stress Dan Kecemasan R2
kemampuan mengatasi stres dan
kecemasan
kemampuan toleransi
melakukan kegiatan lain ketika merasa
tertekan dalam keluarga
menghilangkan rasa sedih dengan bermain
bersama teman sebaya, tidur dan
minum air putih untuk menenangkan pikiran
tetap tersenyum menghadapi perilaku
saudara autis didepan umum
menahan emosi agar tidak malu di depan
umum, menganggap saudara autis tidak
akan mengerti meskipun dimarahi
menganggap perbedaan perlakuan
orang tua untuk kebaikan bersama
mengatasi kecemburuan ketika
permintaan tidak dipenuhi karena orang
tua mengutamakan kepentingan saudara
autis toleransi negatif
menghindari pertanyaan tentang
saudara autis
menganggap pertanyaan tentang
kondisi saudara auti tidak penting untuk
diketahui orang lain, orang lain tidak akan
memahami meskipun diceritakan dan hanya
berpandangan negatif menuntut orang tua
untuk memenuhi permintaan sama
seperti saudara autis
membandingkan diri dengan saudara autis
yang dipenuhi semua keinginannya
Universitas Sumatera Utara
1.b Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan
Responden 2 mengalami berbagai hal yang menempatkannya dalam situasi yang menekan. Ia berusaha untuk menghindari pertanyaan yang berhubungan dengan
kondisi saudara yang mengalami autis karena merasa tidak ada manfaat orang lain bertanya tentang saudaranya.
“Oo pernah. Nanya gini, Kek mana gitu adekmu gitu adekmu kek gitu, kek mana pendapatku? Ya pendapatku yes yes aja yes yes no. Kan orang kan gak
mau punya adek kek gitu, Rendy gak mau punya adek kek gitu tapi ya kek mana,terpaksa. Kek gitu aja Rendy bilang
” S2W2b.904-905h
“Ya, Bagi orang itu gak penting kali gitu” S2W2b.924-925h
“Maksudnya kalau Rendy bilang ada Ada bergunanya sama orang atau nggak. ...sebetulnya berguna apa gak sama orang itu
” S2W2b.928-931h
Responden juga hanya sekali membawa teman satu sekolah berkunjung ke rumahnya. Ia membawa teman masuk dari pintu belakang dan hanya memberitahukan
apa yang terjadi dengan saudara sesuai dengan apa yang ditanyakan teman. Ia tidak menyukai percakapan dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan tentang saudara
autis. Ia mengungkapkan bahwa tidak ada teman sekolah yang tahu pasti mengenai kondisi saudara autis.
“ada kemaren itu datang ke rumah, waktu SMP kelas satu ada acara pesta sunatan, sahabat-sahabat Wansa, ceweknya tuh ada 4 cowoknya ada 2, pas
adek di dalam rumah, masuk orang itu kedalam dari dapur, kan didepan itu rame banyak orang, jadi masuk dari dapur, pas masuk dari dapur,
“loh, adek mu kok kayak gitu, kok gak pake baju
”, yah saya bilang, dia itu lain dari kita, dia itu ada kelebihan dari kita, dia itu cuman gak bisa ngomong z, kayak kita,
dia itu ada kelebihan ada kekurangan nya, orang itu cuman oo, jadi semenjak itulah orang itu tahu, jadi pas diluar adek deketin orang itu minta makan yah
dikasih sama orang itu jadi gak panjang kali ”
Universitas Sumatera Utara
S2.W1b.133-150h4 “Gak, kasih tau itu gak perlu kali gitu kan. Teman-teman curhat. Teman
curhat tu biasanya Dikantin dia ya kan. Lagi apa ni, lagi makan, boleh curhat? Boleh duduk. Katanya ya udah duduk
” S2W2b.959-964h
Berbagai hal ia alami akibat keberadaan saudara autis. Penundaan permintaan karena orang tua mendahulukan kepentingan saudara autis. Perlakuan orang tua yang
berbeda juga membuatnya cemburu dan merasa sedih. Ia berusaha mengatasi rasa sedih dengan melakukan aktivitas yang membuat perasaaanya tenang dan melupakan
pengalaman negatif yang ia lalui. “Yah, buat jangan sedihlah saya gitulah, maksudnya ntah pegi-pegi, gabung-
gabung sama temen , kadang-kadang ngaji bareng anak remaja mesjid sini agak sering gitukan, malamnya kadang di sms sama ketuanya gabung yok,
yaudah gabung
” S2.W1b.206-212h6
“tidur aja biar relax itu kan, minum air putih terus tidur aja udah tenang kali itu kan
” S2.W1b.435-437h12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Kemampuan Mengungkapkan Perasaan R2
Kemapuan Mengungkapkan Perasaan
merasakan emosi positif
senang dengan
keberadaa n saudara
autis
saudara autis
membuat rumah
menjadi tidak sepi
karena selalu ada
yang mengoceh
merasakan emosi negatif
merasa sedih
merasa sedih
melihat kondisi
saudara autis yang
tidak normal dan
tidak bisa seperti
orang normal
lainnya kecewa
kecewa dengan
sikap lingkungan
yang tidak peduli
dengan kondisi
saudara autis
cemburu
merasa perlakuan
orang tua selalu
mengutam akan
kepentinga n saudara
autis mengungkapkan
emosi positif
menangis
menyaksika n konflik
orang tua degan
tetangga dan merasa
sedih dengan
perlakuan lingkungan
sekitar terhadap
keluarga mengungkapk
an kemarahan
kepada orang tua karena
mengerjakan pekerjaan
rumah
merasa diri tidak
pantas untuk
melakukan pekerjaan
rumah yang
merupakan pekerjaan
perempuan menyimpa
n masalah sendiri
mengangga p
mengungka pkan
masalah hanya akan
membuat urusan
semakin rumit
kemampuan mengontrol
emosi
menahan rasa marah
terhadap saudara
autis
merasa marah
hanya akan membuat
malu di depan
umum karena
tidak direspon
saudara autis
menahan diri untuk
tidak membalas
perbuatan teman
sebaya
memikirka n akibat
jika membalas
perilaku akan
memperpa njang
masalah
Universitas Sumatera Utara
1.c Kemampuan mengungkapkan perasaan
Rangkaian emosi selalu menyertai setiap individu dalam setiap permasalahan yang dihadapi. Bagaimana kemampuan seorang individu menyesuaikan diri dengan
apa yang ia hadapi dalam kehidupan, kemampuan mengungkapkan perasaan menjadi salah satu indikatornya. Responden 2 merasa haru dan sedih bahkan ketika ia melihat
dan memperhatikan saudara autis melakukan hal-hal yang tidak dilakukan oleh orang normal. Angannya melayang apa sebenarnya yang dialami saudara dan kenapa ada
gangguan seperti itu. “Gak tahu, tiba-tiba, tiba-tibakan cuman liatin dia saya rasanya kok tersentuh
kali ”
S1.W2b.201-203h6 “Sedih itu seperti apa...sedihnya itu seperti apa ya...kita kan terharu, gitu ya
kan, soalnya dia lain dari yang lain, terus banyak orang yang bilang kalau dia anak istimewa....yang wansa herannya istimewanya seperti apa....apanya yang
istimewa, gitu
” S2.W2b.13-20h18
“Ya gara-gara adik kayak gitu, misalnya dia kayak gitu ya kan....anaknya kok gini, kok lain sama yang lain, semacam kok ngak apa, sedangkan yang lain
bisa bermain seperti teman-temannya ya kan, teman-temannya sudah bermain, sekolah normal dia masih sekolah seperti ini gitu. Dia selalu diam didalam
rumah. Kalau dia dilepas dia kemana-mana aja. Jarang dia tau jalan pulang, itupun tunggu dibilang juga. Dia lari-
lari pernah juga sempat dia hilang” S2.W2b.23-41h18
Responden 2 juga merasakan kekecewaan atas sikap orang tua yang menurutnya membedakannya dengan saudara autis. Ia merasa orang tua selalu
mendahulukan dan mementingakan kebutuhan saudara autis. Perasaan ini Ia ungkapkan kepada kepada orag tua dengan begitu saja.
Universitas Sumatera Utara
“Kecewa juga, nanti orang ini pergi kan, aku ditinggal gitu kan, jagain rumah, nanti Fahri dapat mainan baru aku kok gak dibeliin
” S2.W1.b.407-410h11
“Ma.. ma.. asik Fahri-Fahri aja pun, yah sabar lah paling mama bilang gitu, yaudah lah diam aja
” S2.W1.b.440-442h11
Terkadang responden 2 juga merasa lelah dan ingin marah dengan perilaku yang dilakukan saudara. Akan tetapi ia kembali mengingat gangguan yang dialami
saudara dan mengendalikan emosi. Ia mengubah emosi tersebut dengan senyuman. Ketika ia sudah tidak bisa menahan emosi, ia hanya bisa mengancam saudara autis
tanpa bisa melakukan apa-apa termasuk membalas. “Itulah dia, kalau misalnya dia kedepan disuruh pulang gak mau. Kalau wansa
marah-marah, dia tambah marah. Kalau uda gitu kan, pas waktu itu uda ada undangan kesergei. Kakak tau sergai kan? Kampungnya oom adik ayah, adik
ipar ayah. Itulah, dia memang sampai jauh sana, jauh dia, kan daerahnya pasir. Lari aja dia....kalau wansa marahi ngak mungkin Kampung orang ya kan Dia
udah marahkan Bahkan dimarahi sedikit nangis. Ngak mau apa-apa. Ya wansa kejar aja, itu yang bikin wansa lelah. Soalnya dia lari duluan. Uda
sampe jauh baru wansa kejar. Itulah yang paling lelah. Wansa pun mau dikejar kayak mana, mau marah kek mana, anaknya keg gini kan....senyum
ajalah...
” S2.W2b.217-240h23
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Aspek Self Image R2
1.d Self-Image
Responden 2 merupakan orang yang cenderung sulit menggambarkan diri dalam berbagai aspek. Ia mengungkapkan bahwa yang tahu dan bisa menilainya
adalah orang lain, bukan dirinya. Ia hanya bisa mengatakan setuju atau tidak setuju dengan apa yang orang ungkapkan tentang dirinya. Responden 2 mengungkapkan
bahwa ia adalah orang yang tidak tegaan terhadap orang lain, menganggap dirinya sebagai orang yang baik karena sudah melakukan hal-hal yang berguna untuk
saudaranya
self image
mengungkapkan diri sebagai orang baik
bersedia menjaga dan membantu saudara
autis tidak tega dalam
membalas perilaku orang lain yang
menyakiti diri responden
tidak bisa menggambarkan diri
karena menganggap orang lain yang menilai
tentang dirinya
orang lain yang lebih tahu mengenai dirinya
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Aspek Hubungan Interpersonal R2
Karakteristik Penyesuaian
Diri Hubungan
Interpersonal
merasa disenangi dan menyenangi
orang lain
memiliki teman
dekat, disukai
lawan jenis, terkadang
direspon baik oleh
saudara autis
menghargai keberadaan orang
lain
melihat aspek
positif dari
penderita autis
senang berbagi
pikiran dengan
orang lain
mendapa t
masukan dari
orang lain
memikirk an aspek
positif dari
setiap orang
membangun hubungan baik
mengajak teman
sebaya berkunju
ng ke rumah
terbuka dengan
pertanya an
tentang saudara
autis bersedia
memulai pembicar
aan dengan
orang lain
kesediaan berbagi emosi
senang meminta
pendapat orang
lain senang
menerim a
masukan dari
orang lain
Universitas Sumatera Utara
2.e. Hubungan interpersonal
Kualitas penyesuian yang dilakukan individu terlihat dari bagaimana ia bisa membangun hubungan interpersonal dengan individu atau kelompok yang ada di
sekitarnya. Kesediaan dalam berbagi emosi dan perasaan, rasa disukai dan menyukai orang lain, dan menghargai keberadaan orang lain menjadi indikator bahwa seorang
individu berhasil dalam membangun hubungan interpersonal yang memuaskan. Responden 2 berusaha menjalin hubungan baik dengan orang-orang yang ada di
sekitarnya. Ia bisa berbagi emosi dengan teman-teman sebaya. Akan tetapi responden 2 cenderung untuk menceritakan hal-hal positif yang terjadi pada dirinya kepada
teman sebaya di sekolah, ia juga mengungkapkan kekesalan yang ia rasakan kepada teman yang berada di lingkungan sekitar rumah dan mengetahui kondisi keluarganya.
“Sama temen-temen itu kalo bisanya happy-happy gitu curhat kalo sedih sedih gitu yah sama diri sendiri ajalah, kalo sama mama nanti, bisa juga kadang-
kadang, kalo lagi gak mood ya udah diam aja ”
S2.W1b.480-485h13 “Jarang, kadang-kadang, gini misalnya cerita asik aku-aku aja pun yang
disuruh-suruh dirumah, yah namanya qo anak pertama dirumah, udah gitu qo laki-laki, ada juga kawan yang ngomong gitu, kawan daerah sini juga. Diam
aja. Masa aku-
aku aja, kandari mana rupanya?’ kandari drumahnyalah, ya udah diam aja gitu
” S2.W1b.489-497h13
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Gambar 12. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri R2
faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi fisik
fisik sempurna
dan tidak mengganggu
proses penyesuaian
diri
kondisi fisik yang sehat dan
sempurna membantu untuk
lebih fokus menangani
masalah dalam keluarga
terutama saudara autis
pengalaman negatif saudara autis
sering dalam bahaya masuk ke
dalam sumur, hilang, ditimpa
lemari tetapi tidak bisa
meminta pertolongan
selalu mencemask
an keadaan saudara
autis dan harus dijaga
secara terus menerus
tidak merespon
ketika di dekati
sehingga membuar
responden frustasi
tidak ada kesempatan
untuk terlibat
secara mutual
dengan saudara
autis kondisi lingkunngan
keluarga besar
membantu pengasuhan
saudara autis
mebantu meringanka
n tugas pengasuhan
dengan menjada
saudara autis
bergantian lingkungan
tetangga kurang peduli
pada kondisi saudara autis
tidak bisa memahami
memiliki anggota
keluarga autis
orang tua menekankan
urusan pekerjaan
rumah dan membuat
responden semakin
tertekan
tidak menerima
mengerjaka n pekerjaan
rumah yang dipersepsika
n tugas perempuan
pembelajaran, latihan dan pendididikan
tidak mendapatkan
informasi yang memadai
mengenai gangguan
autis karena orang tua
tidak mengerti
tidak memehamani
tentang autis dan
berpandanga n negatif
terhadap gangguan
autis konflik
awalnya banyak konflik dengan
tetangga membuat kondisi
semakin menekan tetapi
seiring berjalannya
waktu sudah berubah
sengketa tanah kondlik
keluarga membuat
responden tertekan
merasa kesulitan
dalam mengasuh
saudara autis karena fitur
perilakunya
frustasi dengan kondisi saudara
autis yang tidak merespon juga
tidak berbicara
tidak bisa bermain sesuka
hati karena harus menjaga
saudara autis
Universitas Sumatera Utara
2.a Faktor keadaan fisik
Responden sehat secara fisik, tidak mengalami riwayat penyakit tertentu yang mempengaruhi kehidupannya. Ia juga memiliki fisik yang sempurna, tidak kurang
apapun. Menurut responden ia merupakan anak yang lebih banyak berdiam diri dalam menghadapi masalah.
2.b Faktor kematangan
Responden merupakan remaja berusia 13 tahun. Ia mendapatkan prestasi yang tidak terlalu bagus di sekolahnya, salah satu sekolah swasta di kota Medan.
Pengetahuan mengenai gangguan yang dialami saudara juga terbatas. “Laen, kelainan dia dari kita”
S2.W1b.66h2 “Misalnya kan kita punya akal, dia juga punya akal, tapi kemampuannya tidak
melebihi kita gitu, tidak lebih dari kita” S2.W1b.69-71h.3
Emosinya sering meledak-ledak dalam mengungkapkan ketidaksukaannya. Ia mengeluh atas permintaan orang tuanya untuk menggantikan orang tua mengerjakan
pekerjaan rumah. “Kok Wansa aja sih ma, Wansakan udah capek, ibu napa sekali-kali, misalnya
pas bersih-bersih gitukan jadi mau macam kata mama kalo si Fahri bisa ngomongkan dia pasti udah bantuin kau
” S2.W1.b.371-375h10
2.c Faktor psikologis
Faktor psikologis mencakup pengalaman dan pembelajaran, pengetahuan dan pendidikan, frustasi serta konflik yang dialami seseorang dalam kehidupan.
Responden 2 tidak mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai gangguan
Universitas Sumatera Utara
autis yang dialami saudara. Responden 2 sering membandingkan diri dengan teman-teman sebaya yang memiliki saudara normal. Teman sebaya bisa bermain
dan melakukan aktivitas apapun yang mereka inginkan karena tidak terikat dengan adik yang mengalami gangguan autis. Saudara autis yang tidak berbicara
dan tidak dapat memberi respon yang sesuai membuat responden 2 mengalami kesulitan dalam pengasuhan saudara autis.
“Dia tidak bisa mendengarkan orang, kita pun jadi ngomong sama dia kadang lelah, kadang gak lelah
” S2.W2b.183-186h22
“Lelah berbicara ini? Itulah pas kita ngomong, ada aja kegiatan dia gitu. Percuma kita ngomong kan kalau gak didengarin, ada aja yang dilakukan
S2.W2b.189-193h22
“Itulah, jaga dia terasa lelah kali. Soalnya kan kadang-kadang baru pulang sekolah. Belum lagi adik yang paling kecil. Yang paling kecil pun bandel...
” S2.W2b.197-201h22
2.d Faktor keadaan lingkungan
Dalam menghadapi gangguan yang dialami saudara, responden 2 mengungkapkan seluruh keluarga besarnya memberi dukungan moril kepada mereka.
Keluarga besar memberi masukan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi saudaranya tersebut. Selain itu, keluarga juga ikut memberikan waktu dalam
membantu pengasuhan saudaranya tersebut. “Kompak semuanya, dari adek ayah, adek mama, nenek semuanya kompak”
S2.W2b.578-579h16
“Kadang ibu sama om itu sering bilang, coba bawa kesini anak mu, disini bisa ngobatin yang keg gitu, yah keg gitu-
gitu lah dukungannya..” S2.W2b.587-591h16
Universitas Sumatera Utara
Mengasuh seorang anggota keluarga yang mengalami gangguan autis tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar. Keluarga responden 2 bukanlah
keluarga yang termasuk dalam golongan ekonomi kelas atas. Responden 2 mengungkapkan saudara autis tidak mendapatkan terapi untuk beberapa saat karena
terkendala materi. Dalam mengatasi hal ini, keluarga responden 2 mengupayakan bantuan dari pihak pemerintah. Beruntung mereka mendapatkan bantuan tersebut
sehingga saudara bisa mendapatkan terapi hingga saat ini.
2.e Faktor agama, adat istiadat, dan budaya
Agama, adat istiadat dan budaya mempengaruhi pola berpikir seorang individu dalam kehidupannya sehari-hari. Sama halnya dengan responden 2, dalam
mengatasi kegelisahan yang ada dalam kehidupan ia melakukan sholat dan berdoa kepada tuhan agar saudara autis bisa kembali normal dan ia juga berdoa untuk
keluarganya secara keseluruhan. Responden juga berasal dari suku jawa. Ia mengungkapkan bahwa gangguan yang dialami saudara autis pernah ia dengar
sebagai gangguan yang dikirim oleh manusia tidak bertanggung jawab yang tidak menyukai keluarganya.