Gambaran Mengenai Warung Internet Keterkaitan Teori Dengan Kondisi Warung Internet

ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan keuntungan sesuai yang dikehendaki. Dramatugi mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.

2.2. Gambaran Mengenai Warung Internet

Di jaman yang modern ini sudah banyak para usahawan yang mulai mendirikan usaha seperti warnet, atau yang disebut dengan Warung Internet. Warnet sudah ada dari awal tahun 2006, sudah banyak yang mengenal warnet sebagai tempat untuk mengakses dunia luar yang belum diketahui. Observasi mendalam penulis terkait dengan gambaran warung internet adalah dimana operator warnet sering melihat pelanggan menyaksikan film yang bersifat asusila bahkan “bermesum” di bilik warnet. Operator sering menegur perbuatan mereka yang melakukan kegiatan tersebut, namun ada pula yang membiarkannya asal tidak mengganggu user lain, dikarenakan warung internet yang beroperasi selama 12 jam memiliki dua shift jam kerja, yaitu pagi dan malam. Menurut Operator shift malam mengatakan : Universitas Sumatera Utara “yang penting mereka bayar, urusan mereka mau berbuat apa di dalam bilik dan itu bukan menjadi tanggung jawab sang Operator”. Ada berbagai macam alasan mengapa mereka melakukan tindakan tidak terpuji di warnet. Menurut narasumber mengatakan : “melakukan kegiatan asusila di warnet biayanya murah, sudah dilengkapi dengan akses internet untuk mejelajahi situs porno yang bisa dipakai untuk pemanasan, selain itu warnet bebas dari penggrebekan polisi”. Murah dan mudahnya mengakses internet mejadi pemicu utama, mengapa setiap pasangan nekat berbuat mesum. Persaingan warnet yang semakin ketat memaksa usahawan melakukan inovasi- inovasi untuk meraih konsumen sebanyak-banyaknya. Mulai dari perang harga yang tidak sehat, sampai mendesain interior warnet sedemikian rupa, sehingga warnet dikonotasikan sebagai tempat maksiat untuk berbuat mesum.

2.3. Keterkaitan Teori Dengan Kondisi Warung Internet

Fenomena ini semata-mata hanya niat para pasangan yang berkunjung dan memadu kasih, tetapi banyak juga pemilik warnet-warnet tersebut yang memang sengaja memberikan fasilitas seperti bilik yang tinggi dan sangat tertutup, dikarenakan itu adalah strategi pengusaha untuk meramaikan usaha warnetnya. Hal tersebut juga diakui pemilik warnet. Usahawan memang mendesain warnetnya dengan bilik yang tinggi, agar “privacy” kepribadian konsumen lebih terjaga. Usahawan juga mengakui bahwa ruangan warung internetnya digunakan untuk berbuat tidak wajar. Pada warnetnya pun kerap dijadikan tempat asusila, “tapi mau gimana lagi, memang itu yang menjadi daya jualnya”. Sehingga dia menutup mata dan telinga dengan kejadian tersebut. Universitas Sumatera Utara Fenomena seperti ini membuat penulis merasa tertantang untuk membahas lebih lanjut dimana terdapat sisi dramatugi usahawan seperti tutup mata dengan kegiatan- kegiatan yang terdapat pada warung internetnya. Usaha yang secara panggung depan front stage menawarkan jasa bersifat positif, namun di belakang back stage memberikan layanan fasilitas perjudian online, pornografi, pornoaksi, dll. Dengan tambahan fasilitas back stage tentunya menguntungkan pemilik demi meraih sebanyak banyaknya keuntungan.

2.4. Akar Teori Interaksi Simbolik