Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Pemekaran Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK

REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH

PEMEKARAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN

KABUPATEN TANGERANG

Oleh:

IKHWAN SUGIONO 106082002617

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA

PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

IKHWAN SUGIONO 106082002617

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Ikhwan Sugiono

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 25 Februari 1985

3. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04

RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252

4. Telepon : 08567297989

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. TK Al-Jinan : 1990 - 1992

2. Madrasah Ibtidaiyyah Keben Turi Lamongan : 1992 – 1997

3. SLTPN 1 Turi Lamongan : 1997 - 2000

4. Pondok Modern DARUSSALAM GONTOR Ponorogo : 2000 - 2004

5. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta : 2006 – 2013

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Nursalim

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 15 September 1962

3. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04

RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252

4. Telepon : 085732938923

5. Ibu : Artini

6. Tempat/ Tanggal Lahir : Lamongan, 24 Juli 1968

7. Alamat : Jl. Raya Keben No. 124, Keben RT. 04

RW. 02 Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62252


(8)

COMPARATIVE ANALYSIS OF REVENUE OF ADVERTISING TAX AND STREET LIGHTNING TAX ON LOCAL OWN REVENUE (PAD)

BEFORE AND AFTER THE REGIONAL EXPANSION ON TANGERANG REGENCY

ABSTRACT

The aim of this research is to know the comparison revenue of advertisement tax and street lighting tax on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. This research used primary and secondary data obtained from Tangerang regency Revenue Office in the form of financial statements and interviews. Methods of research using descriptive analysis method, the data are expressed in the form of words, sentences and image. Determination of the sample is done by using non-probability sampling with acidental sampling method. While analyzing data to test the hypothesis test used Descriptive Statistic and Mann-Whitney U Test.

After the regional expansion, revenue of advertisement tax fell by Rp. 9.893.210.612 and street lighting tax increase of Rp. 21.028.786.415. The results using descriptive statistics and Mann-Whitney U Test showed that the difference of revenue of advertisement tax and street lighting tax is not significant on Local Own Revenue (PAD) before and after the regional expansion on Tangerang Regency. Each year the revenue target of advertisement tax and street lighting tax unstable. Although it had declined, but the Tangerang Regency Government can bounce back and make efforts to increase local tax revenues. Key Words: Advertisement Tax, Street Lighting Tax and Local Own Revenue


(9)

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK REKLAME DAN PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN DAERAH PADA

PEMERINTAHAN KABUPATEN TANGERANG ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dan primer yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang dalam bentuk Laporan Keuangan dan hasil wawancara. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan juga gambar. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan non-probability sampling dengan cara acidental sampling. Sedangkan penganalisaan data untuk menguji hipotesis digunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test.

Setelah pemekaran daerah, penerimaan pajak reklame turun sebesar Rp. 9.893.210.612 dan pajak penerangan jalan naik sebesar Rp. 21.028.786.415. Hasil penelitian dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji Mann-Whitney U Test menunjukan bahwa perbedaan penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum dan sesudah pemekaran daerah di Kabupaten Tangerang. Setiap tahunnya target penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan tidak stabil. Walaupun sempat mengalami penurunan, namun Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat bangkit kembali dan melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak daerahnya.

Kata Kunci: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis selalu panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya berupa iman, islam dam kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah-Nya sehingga kita tergolong dalam orang-orang yang berada dalam jalan, jalan yang diridhoi bukan jalan yang dimurkai.

Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah menyiarkan Agama Islam dan membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benerang seperti pada saat ini.

Alhamdulillah berkat kesabaran dan petunjuk yang telah Allah SWT berikan kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang” dapat penulis selesaikan dengan baik. Disamping itu, penulis skripsi tidak mungkin selesai sebagaimana mestinya tanpa bantuan dan dorongan dari pihak-pihak yang membantu baik berupa materi, pengetahuan, tenaga, waktu, dan doa, sehingga skripsi ini terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan apresiasi yang mendalam dan tak terbatas khususnya kepada:

1. Keluarga terutama kedua orang tua tercinta (Bapak Nursalim dan Emak Artini). Terima kasih atas kasih sayang, dorongan baik materiil maupun non materiil serta pengorbanannya sehingga saya dapat melanjutkan studi hingga perguruan tinggi dan menyelesaikan studi ini. Adikku Irna Sugianti dan suami (Adik Dzulfa) yang jauh di sana, terima kasih atas suntikan dana dan moralnya selama ini.

2. Ibu DR. Rini, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu sabar membimbing, mengarahkan, memberikan solusi, dan selalu menyemangati


(11)

serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktu dan memberikan semangat, ide-ide, motivasi, arahan, dan bimbingan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. DR. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Rahmawati, SE, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku sekretaris jurusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh Dosen dan Staff yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis.

8. Teman spesial terutama Ratna Sari Ningsih yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya terutama suntikan semangatnya.

9. Semua teman-teman Angkatan 2006, terutama teman-teman kelas C: Reza, Jamal, Tompra, Fuad, Haidar, Fajar, Asmi, Hatya dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini telah berjuang bersama dan saling memberikan dukungan.

10. Teman-teman dari Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI). Rizal, Wahyu, Sule, Bagus, Didi, Ipung, mamet, Bunga dll. Tetap semangat kawan untuk memperjuangkan Indonesia tercinta.

11. Teman-teman dari Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan semangat, do'a, dukungan serta canda tawanya dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman-teman yang ada di HIMABI, terutama Cak Ragil Baidowi, Cak Amir, Cak Ainul, Aam, dll.


(12)

14. Sahabat Alumni GONTOR Angkatan 2004 yang tidak bisa disebutin satu-satu, terima kasih buat motivasinya juga selama ini. Keep contact dan tetap semangat.

15. Terima kasih kepada seluruh pihak yang ada di PT. BUMI DIPA (Pak JS, Pak Imam, Pak Towil, Pak Erwo, Mas Agus, Mas Amin) yang telah memberikan do'a, bantuan, semangat dan perhatiannya semua dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat bekerja disana.

16. Dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu atas bantuannya dalam terselasainya penyusunan skripsi ini. Semoga amal kebaikan kalian semua dapat dibalas oleh Allah SWT

Penulis sangat menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis menerima segala jenis kritik dan saran yang dapat membangun dari berbagain pihak. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pihak.

Jakarta, Mei 2013


(13)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... i

LEMBAR KELENGKAPAN UJIAN KOMPREHENSIF ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR SURAT PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Tinjauan Teoritis ... 12


(14)

2. Pengertian Pajak ... 18

3. Pengklasifikasian Pajak ... 19

4. Fungsi Pajak ... 21

5. Pajak Daerah ... 22

a. Definisi Pajak Daerah ... 22

b. Jenis Pajak Daerah ... 23

c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah ... 26

d. Objek Pajak Daerah ... 29

e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah ... 32

f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan ... 35

1. Pajak Reklame ... 35

2. Pajak Penerangan Jalan ... 41

6. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 44

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 47

C. Kerangka Berpikir ... 53

D. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 57

B. Metode Menentukan Sampel ... 57

C. Metode Pengumpulan Data ... 58

D. Jenis dan Sumber Data ... 58

E. Teknik Pengumpulan Data ... 59


(15)

1. Efektivitas Pajak Daerah ... 60

2. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD ... 62

3. Laju Pertumbuhan ... 63

4. Statistik Non Parametrik ... 63

5. Uji Mann-Whitney (U Test) ... 64

6. Analisi Statistik Deskriptif ... 66

7. Uji Spss Menggunakan Mann Whitney Test Statisticsb ... 66

G. Definisi Operasional Variabel ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Tinjauan Umum Kabupaten Tangerang ... 69

1. Gambaran Umum Profil Daerah KabupatEn Tangerang ... 69

2. Struktur Pemerintahan ... 72

3. Kependudukan ... 76

4. Kondisi Sosial Ekonomi ... 77

5. Keuangan Daerah, Pendapatan Domestik Bruto (PDRB),dan Inflasi ... 84

B. Gambaran Umum DISPENDA Kabupaten Tangerang ... 87

1. Kedudukan ... 87

2. Tugas Pokok ... 87

3. Struktur Organisasi ... 88

C. Hasil Penelitian ... 89

1. Penerimaan Pajak Reklame ... 89


(16)

b. Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap

Pendapatan Asli Daerah ... 92

2. Penerimaan Pajak Penerangan Jalan ... 95

a. Efektifitas Pajak Penerangan Jalan ... 95

b. Kontribusi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah ... 99

D. Hasil Uji Penelitian ... 102

1. Uji Mann-Whitney (U Test) ... 102

a. Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah ... 102

b. penerimaan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah ... 103

c. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah ... 105

2. Uji SPSS ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Implikasi ... 120

C. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(17)

DAFTAR TA

BEL

No Keterangan

Halaman

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 51

3.1 Interpretasi Kriteria Efektivitas ... 61

3.2 Interpretasi Kriteria Efektivitas ... 62

3.3 Defenisi Operasional Variabel ... 67

4.1 Jumlah Kecamatan, kelurahan dan Desa Kabupaten Tangerang ... 72

4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Tangerang

Tahun 2010 ... 76

4.3 Pendapatan Daerah dan Realisasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 .... 84

4.4 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan

Kabupaten Tangerang Tahun 2006-2011 ... 86

4.5 Inflasi Kab. Tangerang Tahun 2006-2011 ... 86

4.6 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang

Sebelum Pemekaran (2006-2008) ... 89

4.7 Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kabupaten Tangerang

Setelah Pemekaran (2009-2011) ... 90

4.8 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang

Sebelum Pemekaran (2006-2008) ... 93

4.9 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD di Kabupaten Tangerang


(18)

4.10 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang

Sebelum Pemekaran (2006-2008) ... 96

4.11 Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang

Setelah Pemekaran (2009-2011) ... 96

4.12 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD

di Kabupaten Tangerang Sebelum Pemekaran (2006-2008) ... 99

4.13 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD

di Kabupaten Tangerang Setelah Pemekaran (2009-2011) ... 100

4.14 Penerimaan Pajak Reklame Kab. Tangerang ... 102

4.15 Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kab. Tangerang ... 104

4.16 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kab. Tangerang ... 105

4.17 Descriptive Statistic Pajak Reklame ... 107

4.18 Descriptive Statistic Pajak Penerangan Jalan ... 108

4.19 Descriptive Statistic Pendapatan Asli Daerah ... 108

4.20 Rank Pajak Reklame ... 109

4.21 Rank Pajak Penerangan Jalan ... 110

4.22 Rank Pendapatan Asli Daerah ... 110

4.23 Test Statistics

b

Pajak Reklame ... 111

4.24 Test Statistics

b

Pajak Penerangan Jalan ... 113


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 54 4.1 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Reklame di Kab. Tangerang

Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ... 92 4.2 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD

di Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ... 95 4.3 Diagram Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan Jalan di

Kab. Tangerang Sebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ... 98 4.4 Diagram Tingkat kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD di Kab. TangerangSebelum dan Setelah Pemekaran (2006-2011) ... 101


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1 Target dan Realisasi Pajak Reklame ... 125

2 Target dan Realisasi Pajak Penerangan Jalan ... 125

3 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 125

4 Descriptive Statistics Pajak Reklame ... 126

5 Ranks Pajak Reklame ... 126

6 Test Statisticsb Pajak Reklame ... 126

7 Descriptive Statistics Pajak Penerangan Jalan ... 127

8 Ranks Pajak Penerangan Jalan ... 127

9 Test Statisticsb Pajak Penerangan Jalan ... 127

10 Descriptive Statistics Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 128

11 Ranks Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 128

12 Test Statisticsb Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 128


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia, tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan-pembangunan ini dilaksanakan di segala lapisan baik di tingkat pusat maupun daerah, hal ini bertujuan meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa yang lain, terutama bangsa-bangsa yang sudah maju terlebih dahulu.

Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pengertian pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur sosial, setiap masyarakat dan kelembagaan nasional, pengurangan kesenjangan sosial dan pemberantasan kemiskinan absolut. Untuk itu, pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang telah dicanangkan.

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan meningkatkan kebutuhan penerimaan dana untuk membiayai pembangunan tersebut. Dana ini diambil dari penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri, sedangkan penerimaan dari sumber-sumber luar negeri hanya digunakan sebagai pelengkap. Salah satu sumber-sumber penerimaan negara adalah pajak. Pajak merupakan sumber untuk meningkatkan


(22)

Tidak ketinggalan, dalam menunjang keberhasilan pembangunan, kemandirian pembangunan sangat diperlukan baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini sangatlah penting karena keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan-kebijakan tentang keuangan daerah agar pemerintah daerah mampu membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang telah ada.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 merupakan landasan bagi daerah untuk membangun daerahnya secara mandiri dengan lebih mengandalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah antara pusat dan daerah yang dapat dijadikan dasar berpijak bagi kegiatan pembangunan yang mencerminkan rencana-rencana investasi yang memerlukan biaya didalam pelaksanaannya. Substansi dari undang-undang diatas adalah adanya pembagian kekuasaan (political sharing) dan pembagian keuangan (financial sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Basri dan Hamidi, 2010:2). Dalam menjalankan kewenangan tersebut diatas pemerintah daerah mendapatkan dana dari pemerintah pusat yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan


(23)

Pendapatan Daerah sah lainnya. Implikasinya adalah bagi daerah kabupaten dan kota, untuk tidak hanya terfokus pada dana perimbangan keuangan, namun lebih kepada penggalian dan mengembangkan potensi ekonomi daerahnya sehingga sumber dana pembangunan bagi daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli daerah dapat lebih dioptimalkan serta menjadi kontributor dana pembangunan daerah kedepan.

Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan daerah, diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang memadai (Darmono, 2010:84). Untuk mencapai itu, pemerintah pusat mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari: a. Hasil pajak daerah.

b. Hasil retribusi daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana perimbangan. 3. Lain-lain pendapatan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebenarnya merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu


(24)

daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut (Riduansyah, 2003:49). PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Akan tetapi di beberapa daerah kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah-daerah tersebut masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan PAD yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah.

Kabupaten Tangerang sebagai bagian dari Propinsi Banten, salah satu Daerah yang mempunyai Daerah Pemekaran atau disebut juga dengan Daerah Otonom Baru (DOB) yaitu Kota Tangerang Selatan, maka DOB baru tersebut juga akan berusaha untuk meningkatkan pembangunan daerahnya selepas dari induknya yaitu Kabupaten Tangerang. Sejak disahkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) pada 29 Oktober 2008, dan diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 pada tanggal 29 September 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Selatan, maka Kabupaten Tangerang selaku induk dari Kota Tangerang Selatan melimpahkan


(25)

semua semua hal yang berkaitan/bersumber dari Pendapatan Daerah khususnya yang ada wilayah Kota Tangerang Selatan.

Sebagai salah satu daerah otonom yang baru, Kota Tangerang Selatan tentunya dalam menyelenggarakan pembangunan daerah juga memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan itu sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan untuk dapat lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Hakki, 2008:1).

Dengan adanya daerah otonom yang baru di wilayah Kabupaten Tangerang, mau tidak mau maka pendapatan dari Kabupaten Tangerang yang sebelumnya berada di Wilayah Kota Tangerang Selatan harus diserahkan kepada pemerintah baru yang ada Kota Tangerang Selatan untuk dikelola pemerintah baru tersebut. Hal ini tentu akan berdampak kepada penerimaan pendapatan yang diperoleh oleh Kabupaten Tangerang.

Pendapatan suatu daerah termasuk Kabupaten Tangerang terangkum dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini adalah pajak daerah. Pajak Daerah inilah yang bisa


(26)

dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Jenis-jenis pajak Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah:

1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir

7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet 10. PBB Pedesaan & Perkotaan

11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya pemerintah kabupaten/kota dapat meningkatkan target penerimaan pajaknya, hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak mengetahui potensi yang dimiliki oleh daerahnya tersebut. Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini dipandang sebagai bagian dari paket reformasi untuk meningkatkan efisiensi di sektor publik, untuk meningkatkan persaingan antar


(27)

pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik (Davoodi dan Heng-fu, 1998:224)

Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi yang nyata mengandung arti bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijakan yang benar-benar menjamin daerah bersangkutan untuk mengelola rumah tangga di daerahnya.

Beberapa penelitian tentang analisis perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah telah dilakukan. Penelitian Riduansyah (2000) dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)” hasilnya kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Penelitain lain dilakukan oleh Darmono (2010) dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau” dengan hasil otonomi daerah memberikan pengaruh bagi penerimaan Daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Basri dan Hamidi (2010) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah” dengan hasil masih rendahnya


(28)

realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya setelah adanya otonomi daerah di Kabupaten Bengkalis. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Hakki (2008) dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor pada periode tahun 2001-2005.

Berdasarkan temuan dari penelitian-penelitian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti ulang. Adapun yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah:

1. Periode penelitian

Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2000, 2008, dan 2010 sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2013.

2. Tempat penelitian

Penelitian sebelumnya melakukan riset diberbagai daerah kabupaten/kota yang berbeda sedangkan pada penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.

3. Variabel yang digunakan

Penelitian sebelumnya meenggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dana bagi hasil pajak, pajak hotel, dan pajak restoran sebagai variabelnya. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pajak reklame dan pajak penerangan jalan serta pendapatan asli daerah sebagai variabelnya.


(29)

Berdasarkan penjelasan hal tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui sebenarnya “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

2. Bagaimana kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 3. Bagaimana efektivitas pajak penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang

sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

4. Bagaimana kontribusi pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

5. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

6. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?


(30)

7. Apakah terdapat perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.

2. Untuk menganalisis kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.

3. Untuk menganalisis efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.

4. Untuk menganalisis kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah

5. Untuk menganalisis perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.

6. Untuk menganalisis perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.

7. Untuk menganalisis perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah.


(31)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi penulis, namun juga bagi Pemerintah Daerah dan peneliti lainnya. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Akademik

Dapat menambah kepustakaan dan dapat memberikan masukan di bidang perpajakan, khususnya mengenai penerimaan pajak reklame dan pajak penerangan jalan sebagai salah satu sumber pajak daerah yang pemungutanya merupakan hak kewenangan daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

2. Bagi Instansi atau Pemerintah

Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam usahanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan daerah khususnya penerimaan yang berasal dari pajak daerah. Diharapkan sebagai bahan dan informasi bagi peneliti selanjutnya terhadap masalah dan tempat yang sama dengan kajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan penerimaan pajak.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk mencapai studi program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, serta untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi

Dasar pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak urus daerah yang bersifat istimewa.

Dalam penjelasan pasal tersebut dirumuskan: Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang.

Secara etimologis kata otonomi berasal dari bahasa Latin, “Autos” yang berarti “sendiri” dan “Nomos” aturan. Muslimin mengatakan otonomi itu termasuk salah satu sari azas-azas pemerintahan negara, dimana pemerintah suatu negara dalam pelaksanaan kepentingan umum untuk mencapai tujuan. Disamping itu, Syafruddin mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan


(33)

kemerdekaan. Kemerdekaan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan dan evaluasi.

Jadi otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas meliputi kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan dibidang pemerintahan lainnya. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut: a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan

aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman.

b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dan bertanggung jawab.

c. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.


(34)

d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah.

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administratif.

f. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan daerah otonomi.

g. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

h. Pelaksanaan asas desentralisasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.

i. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana,


(35)

serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada yang menugaskan.

Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik perlu memperhatikan: sumber pendapatan daerah, teknologi, struktur organisasi pemerintah daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, faktor kemimpinan. Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi pengembangan otonomi daerah menurut Kaho sebagai berikut:

a. Faktor manusia pelaksana yang baik

b. Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik c. Faktor peralatan yang cukup dan baik

d. Faktor organisasi dan manajemen yang baik

Menurut Undang-Undang dan beberapa pendapat para ahli tentang Otonomi Daerah:

a. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 5. “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” (Undang-undang Otonomi Daerah 2004:4).

b. Menurut kamus Webster’s Third New International Dictionary.

Kata autonomy berasal dari bahasa Yunani (Greek), yakni dari kata autonomia, yang artinya: The quality or state being independent, free, and self directing. Atau The degree of self determination or political


(36)

control possed by a minority group, territorial division or political unit in its relations to the state or political community of which it forms a part and extending from local to full independence. (Saragih, 2003:9 dan 40).

c. Menurut Encyclopedia of Social Science.

Dalam pengertiannya yang orisinil, otonomi adalah The legal self suffiency of social body and its actual independence (Yani, 2002:5). d. Menurut Black’s Law Dictionary.

Definisikan autonomy adalah The political independence of a nation, the right (and condition) of power of self government. The negation of a state of political influence from without or from foreign powers

(Ibid:2000:5).

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 7, menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sitem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini berarti pengelolaan daerah lebih dititik beratkan kepada kabupaten/kota. Mengenai sistem hubungan pusat dan daerah, berdasarkan undang-undang yang berlaku dapat dirangkum dalam tiga prinsip, yaitu:

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI.


(37)

2. Dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada masa sekarang ini titik berat ekonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat II yaitu pemerintah kabupaten/kota. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan disamping sebagai pembina kestabilan politik, sosial, ekonomi dan kesatuan bangsa. Dengan adanya desentralisasi daerah, pemerintah daerah mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:

1. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih mengetahui keinginan masyarakatnya.

2. Dengan desentralisasi diharapkan pembuatan keputusan dapat lebih efektif.

3. Daerah akan dapat melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda-beda dalam menggali potensi di daerahnya masing-masing.

Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harus diperhatikan dan dilaksanakan. Prinsip tersebut berarti setiap penyerahan atau pelimpahan


(38)

wewenang pemerintahan membawa konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Saragih, 2003:83). Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah

2. Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah:

“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

Soemahamidjaja dalam bukunya Santoso (2003:34) dalam desertasinya yang berjudul pajak berdasarkan asas gotong royong, Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007:

“Kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah:


(39)

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka akan digunakan untuk membiayai public investment.

3. Pengklasifikasian Pajak

Mardiasmo (2009:5) menulis, ”Pajak dapat dikelompokkan tiga kelompok besar menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya”. Berikut ini adalah pengelompokkannya:

a. Menurut Golongan

Menurut golongan pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

1) Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh: pajak penghasilan (PPh), Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)


(40)

2) Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa.

Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) b. Menurut Sifat

Menurut sifatnya pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif.

1) Pajak subjektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.

Contoh: pajak penghasilan (PPh)

2) Pajak obyektif pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal

Contoh: pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)

c. Menurut Lembaga Pemungut

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:


(41)

1) Pajak Negara atau Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contoh: Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor

4. Fungsi Pajak

Pembangunan yang ada selama ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dalam membayar pajak, karena hasil dari penerimaan pajak tersebut digunakan pemerintah untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pajak mempunyai beberapa fungsi, menurut Mardiasmo (2009:1), fungsi pajak antara lain:

a. Fungsi Penerimaan (Budgetar)

Dalam fungsinya sebagai penerimaan, pajak dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan pemerintah, terutama kegiatan- kegiatan rutin.

b. Fungsi Mengatur (Regular)

Pajak berfungsi sebagai alat pengatur untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan perekonomian guna


(42)

menujupertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi.

4. Pajak Daerah

a. Definisi Pajak Daerah

Menurut Pasal 1 ayat 6 undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang No.18 Tahun 1997 tentang Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatakan Pajak Daerah sebagai berikut.

“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah”.

Pajak daerah sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah sudah ditetapkan dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2004, daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam mengali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan


(43)

b. Jenis Pajak Daerah

Jenis pajak propinsi menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain:

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraaan di atas Air. 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraaan Bermotor.

4) Pajak Air Permukaan. 5) Pajak Rokok.

Kabupaten/kota memungut pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah antara lain:

1) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

2) Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan restoran.

3) Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

4) Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian


(44)

umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

5) Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah derah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.

7) Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara

8) Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan Air


(45)

Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

9) Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Sedangkan yang dimaksud dengan Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dancollocalia linchi.

10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. 11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.


(46)

c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah

Adapun bagian dari subjek pajak dan wajib pajak daerah adalah:

1) Subjek kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah

orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor dan kendaraan di atasair.

2) Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan kendaraan bermotor. 3) Subjek pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan

yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

4) Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Wajib pajak rokok adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok


(47)

yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.

5) Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel.

6) Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran.

7) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan/atau menikmati hiburan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

8) Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Wajib pajaknya adalah orang pribadi.

9) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik.

10) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir


(48)

11) Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. Wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

12) Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

13) Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.

14) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.


(49)

15) Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

d. Objek Pajak Daerah

1) Objek pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

2) Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air adalah penyerahaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

3) Objek pajak bahan kendaraan bermotor adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.

4) Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.

5) Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok sebagaimana yang dimaksud meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.

6) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk:


(50)

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan

atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

6) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

7) Objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

8) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame. 9) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik,

di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

10) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

11) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi: asbes; batu tulis; batu setengah permata; batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin;


(51)

leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; dan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 12) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau

pemanfaatan Air Tanah. Dikecualikan dari objek Pajak Air Tanah adalah:

a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan;

b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

13) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet.

14) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

15) Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.


(52)

e. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Daerah

1) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dihitung sebagai perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu:

a) Nilai Jual Kendaraan Bermotor

b) Bobot yang mencerminkan secara relative kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar.

2) Dasar pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan di atas air. Tarif ditetapkan sebesar 1,5%.

3) Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air adalah nilai jual kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebagai berikut:

a) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 10% untuk kendaraan bermotor umum, dan 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

b) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan kedua dan selanjutnya: 1% untuk kendaraan bermotor bukan


(53)

umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

c) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan karena warisan: 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% untuk kendaraan bermotor umum, dan 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.

Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas penyerahan pertama ditetapkan 5% untuk penyerahan kedua dan selanjutnya sebesar 1%, dan untuk penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%.

4) Dasar Pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor. Tarifnya ditetapkan sebesar 5%.

5) Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air Permukaan. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

6) Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.

7) Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarifnya ditetapkan paling tinggi 10%. 8) Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang


(54)

9) Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan/atau menikmati hiburan. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.

10) Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.

11) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.

12) Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.

13) Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.

14) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah. Tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.

15) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.

16) Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3.


(55)

17) Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%.

f. Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan

1. Pajak Reklame

a. Pengertian Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, sedangkan yang dimaksud dengan reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar dari suatu tempat oleh umum kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

b. Sangsi atas Pelanggaran Pajak Reklame

Sangsi yang dikenakan pada wajib pajak berupa denda atau pidana bila kewajiban perpajakannya tidak ditaati sepenuhnya. Sangsi tersebut berupa:


(56)

2. Dikenakan denda sebesar 25% apabila angsuran yang dibayar tidak tepat waktu.

3. Selain pidana dikenakan juga hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan.

c. Macam-macam Bentuk Reklame

Dalam Peraturan Daerah No.10 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame disebutkan macam-macam bentuk reklame adalah:

1. Reklame billboard adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan/kayu/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan tiang.

2. Reklame megatron adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan/besi/seng/bahan lain yang dipasang dengan tiang dan ditambah peralatan mekanik elektronik sehingga menampilkan gambar atau pesan yang bervariasi.

3. Reklame kain dan sejenisnya adalah reklame yang dibuat dari kain atau bahan yang dipersamakan dengan kain. Yang termasuk reklame kain antara lain spanduk, banner, umbul-umbul, rontek yang mengandung pesan.


(57)

4. Reklame neonbox adalah papan reklame iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) atau di dalam ruangan yang terbuat dari box yang bersinar.

5. Reklame selebaran dan sejenisnya adalah reklame yang terbuat dari kertas, plastik, atau bahan yang sejenis/dipersamakan dalam bentuk selebaran.

6. Reklame berjalan adalah reklame yang ditulis atau ditempatkan (dipasang) pada kendaraan antara lain roda dua, tiga, empat atau kendaraan lain yang dipersamakan. 7. Reklame udara adalah reklame yang melayang di udara

antara lain balon.

8. Reklame suara adalah reklame dengan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan oleh perantaraan alat.

9. Reklame film/slide adalah reklame yang menggunakan klise berupa kaca film atau bahan-bahan lain yang diproyeksikan pada layar putih atau benda lain.

10.Reklame peragaan adalah sejenis reklame yang dalam bentuk peragaan atau demonstrasi dari suatu hasil produksi barang yang diadakan khusus untuk tujuan promosi. 11.Reklame dengan cahaya adalah reklame yang berbentuk

tulisan dan atau gambar yang terdiri dari atau dibentuk dari cahaya pijar atau alat lain yang bersinar.


(58)

12.Reklame tine plate adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari plate/seng atau bahan yang dipersamakan dipasang dengan tiang ataupun menempel dalam bentuk yang sederhana

13.Reklame baliho adalah papan iklan yang ditempatkan di ruang luar (ruang terbuka) yang terbuat dari papan atau triplek atau bahan yang dipersamakan.

14.Reklame shopsign adalah papan reklame yang terbuat dari kayu/besi/seng atau bahan lain yang dipersamakan yang menempel/melekat pada bidang bangunan.

d. Subjek, Objek dan Wajib Pajak Reklame serta Tarif Pajak Yang dimaksud dengan subjek Pajak Reklame adalah: 1. Orang dan atau badan hukum yang memasang reklame

dalam wilayah daerah pemungutan pajak.

2. Orang dan atau badan hukum yang ditunjuk untuk dipungut pajak reklame atau sebagai wajib pajak pengganti.

3. Pemegang izin pemasang iklan

Sedangkan yang menjadi objek pajak reklame adalah reklame yang diijinkan untuk dipasang di wilayah daerah pemungut pajak berdasarkan jenis-jenis pajak yang ditentukan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi dengan dasar pengenaan


(59)

pajak reklame adalah nilai sewa reklame yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.

e. Dasar Perhitungan Pajak Reklame

Besarnya pajak ditetapkan berdasarkan: 1. Tarif yang berlaku

2. Jenis reklame 3. Luas reklame

4. Masa berlakunya reklamee. Lokasi pemasangan reklame f. Pembebasan dan Pengecualian Pajak Reklame

Pengecualian dari pengenaan Pajak Reklame adalah: 1. Reklame yang diadakan dan dibuat oleh Pemerintah 2. Reklame yang semata-mata mengenai pemilikan dan atau

peruntukan tanah, dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ m2 dan diselenggarakan di atas tanah tersebut.

3. Reklame yang semata-mata memuat nama dan atau pekerjaan orang atau badan yang menempati tanah/ bangunan dimana reklame, tersebut diselenggarakan dengan ketentuan luasnya tidak melebihi ¼ m2.

4. Reklame yang semata-mata memuat nama atau sebutan dari pekerjaan atau perusahaan yang diselenggarakan diatas tanah/bangunan dimana reklame tersebut luasnya tidak melebihi ¼ m2.


(60)

5. Reklame yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan pada kendaraan milik perusahaan tersebut, yang semata-mata memuat nama dan atau sebutan umum perusahaan yang bersangkutan dengan luasnya tidak melebihi ¼ m2. 6. Reklame yang merupakan jenis reklame suara apabila

menurut pendapat Kepala Daerah penyelenggaraannya termasuk golongan penjaja atau pengusaha kecil.

7. Reklame yang menurut pertimbangan dibuat untuk maksud amal dan untuk kepentingan umum untuk jangka waktu tertentu

g. Perijinan dalam Pemasangan Reklame

Pemasangan reklame harus mendapatkan ijin dari Kepala Daerah yang dimohonkan secara tertulis melalui Dinas Cipta Karya, dengan mengisi blangko permohonan yang berisi: nama dan alamat pemohon; bentuk, ukuran dan jenis reklame; perihal yang akan dikemukakan pada reklame; jangka waktu pemasangan reklame; jumlah reklame yang dipasang; tempat pemasangan reklame, Ijin Reklame berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun.

h. Kewajiban, Larangan dan Pencabutan Ijin Reklame

Pemasangan reklame diwajibkan: memasang stiker atau tanda yang diberikan oleh Dinas Cipta Karya dan membubuhkan tulisan tentang nomor ijin reklame serta saat


(61)

berlakunya pada reklame yang dipasang; mengupayakan dan menjaga reklamenya agar tidak menganggu keindahan dan ketertiban umum, keamanan, kesusilaan dan kesehatan.

Ijin reklame dapat dicabut apabila: pemegang ijin tidak memenuhi kewajiban-kewajiban mengenai tempat pemasangan reklame yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah setelah pemegang ijin reklame atau kuasanya diberi peringatan; pemasangan reklame mengubah bentuk reklame yang dipasang sehingga perubahan tersebut tidak sesuai dengan data pada permohonan ijin reklame yang diajukan; reklame yang dipasang tidak sesuai dengan keindahan dan ketertiban umum,keamanan, kesusilaan dan kesehatan.

2. Pajak Penerangan Jalan

a. Pengertian Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

b. Dasar Pengenaan Tarif

Dasar pengenaan tarif pajak penerangan jalan serta subyek pajak penerangan jalan adalah:


(62)

2. Nilai jual tenaga listrik adalah dalam hal tenaga listrik dari PLN dengan pembayar, nilai jual tenaga listrik adalah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening listrik. Sedangkan dalam hal tenaga listrik bukan dari PLN dengan tidak dipungut bayaran, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan tenaga listrik atau taksiran penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

3. Khusus untuk kegiatan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, nilai jual tenaga listrik ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen).

4. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN bukan untuk industri sebesar 9% (sembilan persen).

5. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untuk tenaga industri sebesar 9% (sembilan persen).

6. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN untuk industri sebesar 9% (sembilan persen).

7. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN untuk industrisebesar 5% ( lima persen).


(63)

c. Subjek, Wajib serta Tarif Pajak Penerangan Jalan

Subyek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik yang menjadi pungutan daerah atas penggunaan tersebut dan diatur sesuai perundang-undangan. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik dengan dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik yang tarifnya ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.

d. Objek Pajak Penerangan Jalan

Adalah penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah, dikecualikan dari objek pajak penerangan jalan yang dimaksud jika:

1. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah pusat dan daerah, penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat perwakilan asing dan lembaga-lembaga international dengan asas timbal balik.

2. Penggunaan tenaga listrik berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dan instansi terkait.


(64)

3. Penggunaan tenaga listrik lainya diatur dengan peraturan daerah.

e. Sistem Pemungutan Pajak Penerangan Jalan

Pemungutan pajak penerangan jalan sesuai dengan peraturan daerah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, menggunakan with holding system yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya, dan pejabat atau badan yang ditunjuk atas tugas tersebut adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN).

5. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

a. Defenisi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 15, pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai berikut:

“Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”.

Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi


(65)

yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan merupakan indikasi keuangan suatu pemerintah daerah.

Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-ungangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan didaerahnya melalui pendapatan asli daerah. Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyakanya kewenagan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah itu sendiri.

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Mardiasmo (2009:132), " pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah".

Menurut undang-undang No.33 tahun 2004 pasal 6, sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari:

1) Pajak daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang digunakan untuk membiayai


(66)

penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah.

2) Retribusi daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN.

c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok.

4) Lain-lain pendapatan yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut diatas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut:


(67)

a) Hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan. b) Jasa giro.

c) Pendapatan bunga.

d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang dan jasa oleh daerah. f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing.

g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h) Pendapatan denda pajak.

i) Pendapatan denda retribusi. j) Pendapatan eksekusi atas jaminan. k) Pendapatan dari pengembalian. l) Fasilitas sosial dan umum.

m)Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n) Pendapatan dari anggaran/cicilan penjualan.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu adalah:

1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riduansyah (2000) dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah


(68)

Daerah Kota Bogor)”. Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/1994 – 2000 cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/1994 – 2000 rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan


(1)

124 Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Riduansyah, Muhammad. “Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonom Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)”, Sosial Humaniora, Vol.7 No. 2, Desember jurnal Makara, 2003.

Santoso, Singgih. “Mengatasi Masalah Statistik Dengan SPSS Versi 11.5”, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009.

Saragih, Juli Panglima, “Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi”, PT Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Suandi, Erly. “Hukum Pajak”, Edisi 2 Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Sugiono. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Cetakan Kesembilan, CV Alfabeta,

Bandung, 2004.

Tim Penyusun Panduan Penulisan Skripsi. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. UUD RI 1945 Pasal 1 ayat 3 Perubahan ketiga Tentang “Negara Hukum”

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun1999 Tentang “Pemerintah Daerah”.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”.

Undang-undang Republik Indonesia 33 tahun 2004 Tentang “Pendapatan Asli Daerah dan Perimbangan Keuangn Pemerintah Pusat dan Daerah”. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 Tentang “Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah”.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah”.

Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 2008.

Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2010.


(2)

125

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011

Tahun Target (Rp) Realiasasi (Rp)

2006 7,500,000,000 7,589,474,249

2007 8,500,000,000 6,026,498,163

2008 8,000,000,000 6,065,458,779

2009 6,600,000,000 3,722,812,362

2010 1,984,000,000 2,292,390,402

2011 3,028,681,250 3,773,017,815

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011

Tahun Target (Rp) Realiasasi (Rp)

2006 59,000,000,000 67,350,753,317

2007 62,000,000,000 83,382,351,407

2008 83,100,000,000 85,582,625,343

2009 87,500,000,000 90,796,661,615

2010 62,321,000,000 72,358,335,730

2011 74,900,477,550 94,189,519,137

Target dan Realisasi Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Tangerang Tahun Anggaran 2006-2011

Tahun Target (Rp) Realiasasi (Rp)

2006 246,846,682,381 251,241,734,728

2007 239,911,906,000 285,899,513,074

2008 294,773,029,000 336,921,813,888

2009 344,922,634,719 370,433,361,278

2010 295,930,495,481 350,295,789,693


(3)

126 Hasil Uji Mann Whitney

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sebelum 3 2292390402 3773017815 3.26E9 8.407E8

Sesudah 3 6026498163 7589474249 6.56E9 8.914E8 Valid N (listwise) 3

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Realisasi Sebelum 3 2.00 6.00

Sesudah 3 5.00 15.00

Total 6

Test Statisticsb

Realisasi Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a a. Not corrected for ties.


(4)

127 NPar Tests

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sebelum 3 67350753317 85582625343 7.88E10 9.952E9

Sesudah 3 72358335730 94189519137 8.58E10 1.175E10 Valid N (listwise) 3

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Realisasi Sebelum 3 2.67 8.00

Sesudah 3 4.33 13.00

Total 6

Test Statisticsb

Realisasi Mann-Whitney U 2.000

Wilcoxon W 8.000

Z -1.091

Asymp. Sig. (2-tailed) .275 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .400a a. Not corrected for ties.


(5)

128 NPar Tests

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Sebelum 3 6.74E10 8.56E10 7.8772E10 9.95201E9

Sesudah 3 7.24E10 9.42E10 8.5782E10 1.17479E10 Valid N (listwise) 3

Mann-Whitney Test

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Realisasi Sebelum 3 2.00 6.00

Sesudah 3 5.00 15.00

Total 6

Test Statisticsb

Realisasi Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -1.964

Asymp. Sig. (2-tailed) .050 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100a a. Not corrected for ties.


(6)