Latar Belakang LATAR BELAKANG KELUARGA

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia, tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan-pembangunan ini dilaksanakan di segala lapisan baik di tingkat pusat maupun daerah, hal ini bertujuan meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia dan mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa yang lain, terutama bangsa-bangsa yang sudah maju terlebih dahulu. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pengertian pembangunan adalah suatu proses yang multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam struktur sosial, setiap masyarakat dan kelembagaan nasional, pengurangan kesenjangan sosial dan pemberantasan kemiskinan absolut. Untuk itu, pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang telah dicanangkan. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan meningkatkan kebutuhan penerimaan dana untuk membiayai pembangunan tersebut. Dana ini diambil dari penerimaan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri, sedangkan penerimaan dari sumber- sumber luar negeri hanya digunakan sebagai pelengkap. Salah satu sumber penerimaan negara adalah pajak. Pajak merupakan sumber untuk meningkatkan pendapatan untuk membiayai pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa. 2 Tidak ketinggalan, dalam menunjang keberhasilan pembangunan, kemandirian pembangunan sangat diperlukan baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini sangatlah penting karena keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun kabupatenkota merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Pemerintah pusat menetapkan kebijakan-kebijakan tentang keuangan daerah agar pemerintah daerah mampu membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi yang telah ada. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang selanjutnya telah diganti dengan Undang- Undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 merupakan landasan bagi daerah untuk membangun daerahnya secara mandiri dengan lebih mengandalkan kemampuan dan potensi yang dimiliki daerah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah antara pusat dan daerah yang dapat dijadikan dasar berpijak bagi kegiatan pembangunan yang mencerminkan rencana-rencana investasi yang memerlukan biaya didalam pelaksanaannya. Substansi dari undang-undang diatas adalah adanya pembagian kekuasaan political sharing dan pembagian keuangan financial sharing antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Basri dan Hamidi, 2010:2. Dalam menjalankan kewenangan tersebut diatas pemerintah daerah mendapatkan dana dari pemerintah pusat yakni Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK serta sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah PAD dan 3 Pendapatan Daerah sah lainnya. Implikasinya adalah bagi daerah kabupaten dan kota, untuk tidak hanya terfokus pada dana perimbangan keuangan, namun lebih kepada penggalian dan mengembangkan potensi ekonomi daerahnya sehingga sumber dana pembangunan bagi daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli daerah dapat lebih dioptimalkan serta menjadi kontributor dana pembangunan daerah kedepan. Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan daerah, diperlukan sumber-sumber pembiayaan yang memadai Darmono, 2010:84. Untuk mencapai itu, pemerintah pusat mengeluarkan kebijaksanaan dibidang penerimaan daerah yang berorientasi pada peningkatan kemampuan daerah untuk membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan diprioritaskan pada penggalian dana mobilisasi sumber-sumber daerah. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah PAD, terdiri dari: a. Hasil pajak daerah. b. Hasil retribusi daerah. c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. d. Lain-lain Pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana perimbangan. 3. Lain-lain pendapatan. Pendapatan Asli Daerah PAD sebenarnya merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu 4 daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut Riduansyah, 2003:49. PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Akan tetapi di beberapa daerah kontribusi PAD terhadap pendapatan dan belanja daerah masih kecil. Selama ini dominasi sumbangan pemerintah pusat kepada daerah-daerah tersebut masih besar, maka untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah perlu berusaha meningkatkan PAD yang salah satunya dengan penggalian potensi daerah. Kabupaten Tangerang sebagai bagian dari Propinsi Banten, salah satu Daerah yang mempunyai Daerah Pemekaran atau disebut juga dengan Daerah Otonom Baru DOB yaitu Kota Tangerang Selatan, maka DOB baru tersebut juga akan berusaha untuk meningkatkan pembangunan daerahnya selepas dari induknya yaitu Kabupaten Tangerang. Sejak disahkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagai Daerah Otonom Baru DOB pada 29 Oktober 2008, dan diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 pada tanggal 29 September 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan Selatan, maka Kabupaten Tangerang selaku induk dari Kota Tangerang Selatan melimpahkan 5 semua semua hal yang berkaitanbersumber dari Pendapatan Daerah khususnya yang ada wilayah Kota Tangerang Selatan. Sebagai salah satu daerah otonom yang baru, Kota Tangerang Selatan tentunya dalam menyelenggarakan pembangunan daerah juga memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan itu sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah PAD berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan untuk dapat lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah Hakki, 2008:1. Dengan adanya daerah otonom yang baru di wilayah Kabupaten Tangerang, mau tidak mau maka pendapatan dari Kabupaten Tangerang yang sebelumnya berada di Wilayah Kota Tangerang Selatan harus diserahkan kepada pemerintah baru yang ada Kota Tangerang Selatan untuk dikelola pemerintah baru tersebut. Hal ini tentu akan berdampak kepada penerimaan pendapatan yang diperoleh oleh Kabupaten Tangerang. Pendapatan suatu daerah termasuk Kabupaten Tangerang terangkum dalam Pendapatan Asli Daerah PAD. Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah PAD ini adalah pajak daerah. Pajak Daerah inilah yang bisa 6 dioptimalkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Jenis-jenis pajak KabupatenKota menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. PBB Pedesaan Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Berdasarkan pada perkembangan realisasi pajak sebenarnya pemerintah kabupatenkota dapat meningkatkan target penerimaan pajaknya, hal ini dapat dikatakan bahwa pemerintah kabupatenkota tidak mengetahui potensi yang dimiliki oleh daerahnya tersebut. Kemampuan keuangan daerah di dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah merupakan pencerminan dari pelaksanaan otonomi di daerah. Desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah ini dipandang sebagai bagian dari paket reformasi untuk meningkatkan efisiensi di sektor publik, untuk meningkatkan persaingan antar 7 pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik Davoodi dan Heng-fu, 1998:224 Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Otonomi yang nyata mengandung arti bahwa pemberian otonomi kepada daerah adalah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijakan yang benar-benar menjamin daerah bersangkutan untuk mengelola rumah tangga di daerahnya. Beberapa penelitian tentang analisis perbandingan penerimaan pajak terhadap pendapatan asli daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah telah dilakukan. Penelitian Riduansyah 2000 dengan judul ”Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor” hasilnya kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Penelitain lain dilakukan oleh Darmono 2010 dengan judul “Analisis Dana Bagi Hasil Pajak Sebelum Dan Sesudah Otonomi Daerah Di Kabupaten Berau” dengan hasil otonomi daerah memberikan pengaruh bagi penerimaan Daerah Kabupaten Berau pada pos penerimaan dana bagi hasil pajak. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Basri dan Hamidi 2010 dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Hotel Dan Restoran Kabupaten Bengkalis Pasca Otonomi Daerah” dengan hasil masih rendahnya 8 realisasi penerimaan pajak restoran dan rumah makan dibandingkan potensinya setelah adanya otonomi daerah di Kabupaten Bengkalis. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Hakki 2008 dengan judul “Analisis Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Sebelum Dan Pada Masa Otonomi Daerah Di Kota Bogor”, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah di Kota Bogor pada periode tahun 2001-2005. Berdasarkan temuan dari penelitian-penelitian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti ulang. Adapun yang menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah: 1. Periode penelitian Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2000, 2008, dan 2010 sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2013. 2. Tempat penelitian Penelitian sebelumnya melakukan riset diberbagai daerah kabupatenkota yang berbeda sedangkan pada penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. 3. Variabel yang digunakan Penelitian sebelumnya meenggunakan pajak daerah, retribusi daerah, dana bagi hasil pajak, pajak hotel, dan pajak restoran sebagai variabelnya. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pajak reklame dan pajak penerangan jalan serta pendapatan asli daerah sebagai variabelnya. 9 Berdasarkan penjelasan hal tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui sebenarnya “Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Reklame Dan Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Tangerang”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas pajak reklame di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 2. Bagaimana kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 3. Bagaimana efektivitas pajak penerangan Jalan di Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 4. Bagaimana kontribusi pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 5. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 6. Apakah terdapat perbedaan penerimaan pajak penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah? 10 7. Apakah terdapat perbedaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Tangerang sebelum dan sesudah dilakukannya Pemekaran Daerah?

C. Tujuan Penelitian