Metode Analisis Data Lain-lain

Pangan Kota Medan, Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, serta dari berbagai literatur, jurnal, dan internet yang mendukung penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah pertama, dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan pola konsumsi pangan di daerah penelitian. Pola konsumsi pangan diperoleh dari hasil wawancara dengan bantuan kuisioner kepada masyarakatresponden di daerah penelitian dengan pertanyaan seputar jeniskelompok dan jumlah pangan yang dikonsumsi per orang per harinya, seperti kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buahbiji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Untuk identifikasi masalah kedua, dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk melihat konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Penelitian ini akan menilai konsumsi pangan rumah tangga dari aspek kuantitas. Penilaian konsumsi pangan yang dilihat dari aspek kuantitas konsumsi pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, Data konsumsi pangan dapat diperoleh dari kuisioner yang disebar kepada responden, responden diminta menceritakan semua pangan yang dimakan dan diminum dalam jangka waktu tertentu. Jumlah konsumsi pangan dinyatakan dengan URT Ukuran Rumah Tangga seperti sendok, gelas, potong, dan sebagainya. URT akan dikonversi ke dalam satuan gram sesuai dengan ukuran yang berlaku di daerah penelitian. Universitas Sumatera Utara Dalam Ironi 2011, secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut: Keterangan : KGij : kandungan zat gizi tertentu i dari pangan j atau makanan yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi gram Bddj : bagian yang dapat dimakan Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut : Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan kandungan zat gizi yang dikandung dalam bahan makanan. Kedua hal ini digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan rumah tangga tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat AKG. Untuk mengukur jumlah konsumsi pangan secara kuantitatif, digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP. Data Universitas Sumatera Utara tingkat energi dan protein diperoleh melalui kuisioner. dimana: TKE : Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga TKP : Tingkat Konsumsi Protein Rumah Tangga ∑ konsumsi energi : jumlah konsumsi energi rumah tangga kkal ∑ konsumsi protein : jumlah konsumsi protein rumah tangga gram Tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan berdasar nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes 1990 dalam Ironi 2011, yaitu : a. Baik : TKG ≥ 100 AKG b. Sedang : TKG 80 – 99 AKG c. Kurang : TKG 70 – 80 AKG d. Defisit : TKG 70 AKG Untuk identifikasi masalah ketiga, dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk menggambarkan ketahanan pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Ketahanan pangan rumah tangga didasarkan pada terpenuhinya kebutuhan energi dan protein, sehingga total konsumsi juga menentukan ketahanan pangan rumah tangga Ironi, 2011. Dalam perkembangannya, ketahanan pangan energi rumah tangga menurut Sukandar dalam Ironi 2011 dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Tidak tahan pangan : Konsumsi energi 75 kecukupan energy b. Tahan pangan : Konsumsi energi 75-100 kecukupan energy c. Sangat tahan pangan : konsumsi energi 100 kecukupan energi Demikian pula dengan tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga menurut Sukandar dalam Ironi 2011 dikelompokkan menjadi: a. Tidak tahan pangan : Konsumsi protein 75 kecukupan protein b. Tahan pangan : Konsumsi protein 75-100 kecukupan protein c. Sangat tahan pangan : konsumsi protein 100 kecukupan protein 3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi