menyimpulkan bahwa pola konsumsi pangan di pedesaan dan perkotaan berdasarkan aspek kuantitas masih belum tercapai karena AKE aktual masih
kurang dari AKE normatif, dengan nilai AKE dan TKE rata-rata di pedesaan sebesar 1,569.49 kkalkapitahari 78.73 masih berada jauh dibawah AKE dan
TKE normatif 2,000 kkalkapitahari dan di perkotaan 1,964.73 kkalkapitahari 98.24 masih kurang untuk mencapai AKE normatif yaitu 2,000
kkalkapitahari. sedangkan nilai AKP aktual rata-rata di pedesaan sebesar 47.70 gramkapitahari 91.59 berada di bawah AKP yaitu 52 gramkapitahari
sedangkan AKP aktual di perkotaan sebesar 62.44 120.08 yang berarti sudah melebihi dari AKP normatif. Pola konsumsi pangan berdasarkan aspek kualitas
masih belum tercapai sesuai dengan hasil rata-rata skor PPH aktual di desa yaitu 60.27 dan di kota 81.26, meskipun skor PPH dikota lebih tinggi dari desa namun
masih berada jauh dibawah skor PPH ideal yaitu 100. Skor PPH Selain dipengaruhi oleh faktor pendapatan, juga dipengaruhi oleh perbedaan daerah
tempat tinggal. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap skor PPH adalah variabel pendapatan perkapita, pendidikan ibu rumah tangga dan
dummy tempat tinggal. Variabel lainnya, yaitu jumlah anggota rumah tangga, dummy raskin, dan dummy penyuluhan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap skor PPH aktual di lokasi penelitian.
2.4 Kerangka Pemikiran
Penelitian dilakukan di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan dengan responden rumah tangga miskin, khususnya ibu rumah tangga di daerah
penelitian. Indikator rumah tangga miskin dalam penelitian ini merupakan rumah tangga yang menerima beras miskin raskin.
Universitas Sumatera Utara
Pola konsumsi pangan setiap rumah tangga berbeda-beda, terlebih lagi rumah tangga miskin. Konsumsi pangan menjadi gambaran dari kemampuan suatu
rumah tangga untuk membeli dan memperoleh pangan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan rumah tangga dapat digunakan sebagai alat ukur dalam
menilai ketahanan pangan suatu rumah tangga. Konsumsi pangan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kualitas dan kuantitas. Secara kualitas, konsumsi pangan dilihat
dari ukuran penilaian mutu konsumsi pangan. Sedangkan secara kuantitas, konsumsi pangan lebih ditujukan kepada banyaknya zat gizi yang dikonsumsi dari
pangan tersebut. Penelitian ini akan menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga miskin
berdasarkan aspek kuantitas. Untuk menganalisis kandungan zat gizi dalam bahan makanan ini digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan rumah tangga
tersebut sudah memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat atau sesuai dengan nilai Angka Kecukupan Gizi AKG. Untuk mengukur jumlah konsumsi
pangan secara kuantitatif, digunakan parameter TKG yang dibagi menjadi Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP. Setelah
melihat aspek konsumsi pangan, maka dapat diukur ketahanan pangan rumah tangga tersebut.
Pola konsumsi pangan yang berbeda setiap rumah tangga, menunjukkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga. Untuk itu
dianalisis jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga, serta tingkat pendidikan ibu rumah tangga yang diyakini memberikan pengaruh terhadap pola
konsumsi pangan rumah tangga. Berdasarkan teori di atas, maka kerangka pemikiran dapat dilihat dalam skema yang terdapat pada gambar 1:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan: : Menyatakan hubungan
: Menyatakan hasil Rumah Tangga Miskin
Pola Konsumsi Pangan
- Tingkat Konsumsi Energi TKE
- Tingkat Konsumsi Protein TKP
Ketahanan Pangan
Tidak Tahan Pangan
Tahan Pangan Sangat Tahan
Pangan Baik
Sedang Kurang
Defisit
Universitas Sumatera Utara
2.5 Hipotesis Penelitian