Hipotesis Penelitian Latar Belakang

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah: 1. Tingkat Konsumsi Energi dan Tingkat Konsumsi Protein rumah tangga miskin di daerah penelitian tergolong kurang. 2. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian termasuk tidak tahan pangan. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dimana pemenuhannya merupakan hak asasi yang harus dipenuhi. Pangan juga merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan kualitas SDM yang baik diperlukan konsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang, tidak hanya berpaku pada satu jenis pangan saja. Semua unsur yang dibutuhkan tubuh, seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan unsur mikro lainnya dapat dipenuhi melalui makanan. Untuk memenuhi semua unsur tersebut, manusia perlu memperhatikan pola pangan yang mereka konsumsi. Salah satu bentuk perbaikan pola konsumsi pangan adalah melalui penganekaragaman pangan diversifikasi pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X WKNPG tahun 2012 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2150 kalorikapitahari dan 57 gramkapitahari. Pada tahun 2009 energi yang dikonsumsi oleh penduduk sebesar 1.927 kalorikapitahari dan protein sebesar Universitas Sumatera Utara 54,35 gramkapitahari dapat dikatakan memenuhi anjuran konsumsi energi protein, namun ternyata skor PPH sebesar 75,7 yang masih jauh dari skor ideal menunjukkan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan masih belum terlaksana. Hal ini disebabkan karena masyarakat hanya mengkonsumsi bahan pangan dari satu atau beberapa kelompok pangan saja, yaitu sebagian besar pada kelompok padi-padian Anugerah, 2015. Hal ini berkaitan pula dengan kondisi pola pangan masyarakat saat ini yang sangat didominasi beras, menyebabkan komoditas ini menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Indonesia. Beras telah lama menjadi komoditas pangan yang paling pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Citra bahwa pangan hanya disimbolkan dengan beras merupakan inti permasalahannya. Semua orang seperti didorong untuk mengkonsumsi nasi. Bahkan, masyarakat Indonesia menganggap bahwa belum dapat dikatakan makan kalau belum makan nasi. Padahal, sumber karbohidrat harian dapat juga ditemukan dari sumber makanan selain beras, seperti jagung, sagu, singkong, dan lain-lain. Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, penganekaragaman pangan diperlukan dalam penyediaan konsumsi pangan untuk memenuhi semua unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, yang di dalamnya mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur Dirjen BKM, 2002. Universitas Sumatera Utara Konsumsi pangan merupakan kegiatan mendasar dan perilaku utama bagi pemenuhan kebutuhan dasar individu dan rumah tangga. Konsumsi pangan sebagai bentuk kegiatan sehari-hari yang akan mencerminkan gambaran pola konsumsi pangan dalam memenuhi kecukupan pangan baik jumlah maupun kualitas pangan. Pola konsumsi dapat dijadikan acuan dalam mengukur indikator kesejahteraan penduduk seperti status kesehatan penduduk, status gizi penduduk, dan status kemiskinan penduduk Widianis, 2014. Pola konsumsi masyarakat menggambarkan alokasi dan komposisi atau bentuk konsumsi yang berlaku secara umum pada anggota masyarakat. Tingkat konsumsi menggambarkan jumlah bahan makanan yang rata-rata dikonsumsi anggota masyarakat. Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya dan tingkat konsumsi dapat dikenali berdasarkan jumlah konsumsinya. Anggota masyarakat dalam pengalokasian kegunaan dan jumlah konsumsi tergambar dalam suatu rumah tangga, dimana biasanya tiap rumah tangga mengalokasikan jenis pangan untuk dikonsumsi seluruh anggota rumah tangga tersebut sehingga rumah tangga dapat dipakai untuk mengetahui pola dan tingkat konsumsi masyarakat yang kemudian jumlah konsumsi rumah tangga dibagi oleh jumlah anggota rumah tangga tersebut untuk mendapatkan konsumsi perkapita Bangun, 2013. Kemiskinan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar baik pangan maupun nonpangan. Besarnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan Nicholson, 1995. Universitas Sumatera Utara Beras miskin raskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah rumah tangga miskin dan rentan miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkanmembuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan TNP2K, 2012. Tabel 1. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Nasional No. Kelompok Pangan AKE Energi kkalkaphari Berat grkaphari

1. Padi-padian