Lampiran 2. Situasi Konsumsi Pangan Kelurahan Terjun No.
KELOMPOK PANGAN Konsumsi Pangan
TOTAL PANGAN GrKapHr
KgKapThn 1.
Padi-padian Beras Giling
Tepung Terigu Padi-padian lainnya
188,52 183,37
2,86 2,29
68,81 66,93
1,04 0,84
2. Umbi-umbian
Ketela Pohon Kentang
Umbi-umbian lainnya 15,24
7,05 8,19
5,56 2,57
2,99
3. Pangan Hewani
Daging Ruminansia Daging Unggas
Telur Susu
Ikan 107,12
0,3 20,32
16,8 14,56
55,14 39,10
0,11 7,42
6,13 5,31
20,13
4. Minyak dan Lemak
Minyak Sawit Minyak lain
49,22 46,17
3,05 17,96
16,85 1,11
5. BuahBiji Berminyak
Kelapa Buah Biji Berminyak lainnya
8,61 8,61
3,14 3,14
6. Kacang-kacangan
Kacang Tanah Kacang Kedelai
Kacang Hijau Kacang-kacang lainnya
57,87 1,19
55,32 1,36
21,12 0,43
20,19 0,50
7. Gula
Gula Pasir Gula Aren
34,24 33,11
1,13 12,50
12,09 0,41
8. Sayur dan Buah
Sayur-Sayuran Buah-buahan
112,44 68,77
43,67 41,04
25,10 15,94
9. Lain-lain
Minuman Lainnya
1,72 1,72
0,63 0,63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Data Responden
No Nama
Umur Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Jumlah Anggota Keluarga
Pendapatan Rumah Tangga
1 Ibu Sam
50 Tahun Wiraswasta
SMP 4 Orang
Rp 1.500.000 2
Zaemi 35 Tahun
Ibu Rumah Tangga D1
4 Orang Rp 1.900.000
3 Siti
42 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 5 Orang
Rp 500.000 4
Eka 29 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
7 Orang Rp 1.500.000
5 Nia
28 Tahun Ibu Rumah Tangga
D3 4 Orang
Rp 1.600.000 6
Ros 33 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
4 Orang Rp 1.000.000
7 Ema
36 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 6 Orang
Rp 800.000 8
Ida 29 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMK
3 Orang Rp 1.800.000
9 Rohani
48 Tahun Pembantu Rumah Tangga
SD 8 Orang
Rp 500.000 10
Julina 40 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
5 Orang Rp 700.000
11 Fatimah
53 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 6 Orang
Rp 1.500.000 12
Jubaidah 27 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
4 Orang Rp 1.200.000
13 Juliana Harahap
21 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMK 3 Orang
Rp 2.000.000 14
Masita 46 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
5 Orang Rp 2.000.000
15 Siti
37 Tahun Dagang
SMP 4 Orang
Rp 1.000.000 16
Ani 49 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
7 Orang Rp 1.200.000
17 Lia
28 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 3 Orang
Rp 1.500.000 18
Rumi 54 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
3 Orang Rp 1.000.000
19 Suryani
30 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 6 Orang
Rp 2.000.000 20
Nuraini 44 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
5 Orang Rp 900.000
21 Meysarah
38 Tahun Ibu Rumah Tangga
- 5 Orang
Rp 600.000 22
Umi 30 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
7 Orang Rp 2.000.000
23 Maisitah
50 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 6 Orang
Rp 800.000 24
Upi 45 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
6 Orang Rp 1.000.000
25 Titin
46 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 5 Orang
Rp 2.000.000 26
Sumarni 45 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
3 Orang Rp 2.000.000
27 Siti Aminah
31 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 4 Orang
Rp 1.500.000 28
Yanti 43 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
5 Orang Rp 2.000.000
Universitas Sumatera Utara
29 Tina
54 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 5 Orang
Rp 1.000.000 30
Sulastri 57 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
6 Orang Rp 500.000
31 Nila Sari
35 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 5 Orang
Rp 600.000 32
Raya 51 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
6 Orang Rp 1.000.000
33 Nani
58 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 3 Orang
Rp 1.000.000 34
Husnah 46 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
6 Orang Rp 800.000
35 Fitriani
32 Tahun Ibu Rumah Tangg
SMA 6 Orang
Rp 1.500.000 36
Tinem 43 Tahun
Pedagang SMA
4 Orang Rp 1.000.000
37 Iyah
38 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 7 Orang
Rp 700.000 38
Devi Ramadhani 25 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
3 Orang Rp 1.200.000
39 Yasimah
38 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 6 Orang
Rp 700.000 40
Fatimah 43 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
5 Orang Rp 1.000.000
41 Desi Susanti
27 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMK 4 Orang
Rp 1.800.000 42
Debi 32 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
4 Orang Rp 1.000.000
43 Zelvia Rani
27 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 3 Orang
Rp 1.300.000 44
Sulatri 42 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
5 Orang Rp 600.000
45 Sri Rahayu
27 Tahun Ibu Rumah Tangga
D3 4 Orang
Rp 1.000.000 46
Nur Hayati 27 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
4 Orang Rp 1.500.000
47 Vivin
29 Tahun Wiraswasta
SMA 4 Orang
Rp 1.000.000 48
Rafiah 39 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
3 Orang Rp 1.500.000
49 Wati
29 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 6 Orang
Rp 1.200.000 50
Rina 23 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMK
3 Orang Rp 1.500.000
51 Maysarah
25 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 3 Orang
Rp 1.200.000 52
Dewi 34 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
5 Orang Rp 1.500.000
53 Sulistina
25 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 3 Orang
Rp 700.000 54
Nurkiyah 47 Tahun
Pedagang SMA
5 Orang Rp 1.500.000
55 Sipa
35 Tahun Ibu Rumah Tangga
- 4 Orang
Rp 1.000.000 56
Jannah 28 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
2 Orang Rp 1.300.000
57 Maslih
43 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 3 Orang
Rp 800.000 58
Paini 32 Tahun
Wiraswasta SMP
5 Orang Rp 1.400.000
59 Icun
33 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 4 Orang
Rp 1.000.000
Universitas Sumatera Utara
60 Rehulina
37 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 3 Orang
Rp 1.000.000 61
Nurlila 32 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
4 Orang Rp 1.250.000
62 Hamidah
53 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.500.000 63
Wiwid 23 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
3 Orang Rp 2.000.000
64 Rodiah
50 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 6 Orang
Rp 900.000 65
Hayati 30 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
3 Orang Rp 1.000.000
66 Maimunah
34 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 4 Orang
Rp 1.500.000 67
Zairiana 45 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
4 Orang Rp 900.000
68 Rida
38 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.500.000 69
Fitri 36 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
8 Orang Rp 1.000.000
70 Imah Sapitri
49 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 5 Orang
Rp 1.100.000 71
Nila 33 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
6 Orang Rp 2.000.000
72 Aminah
31 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.000.000 73
Mala 30 Tahun
Pedagang SMP
5 Orang Rp 1.000.000
74 Leginem
71 Tahun Ibu Rumah Tangga
SD 5 Orang
Rp 500.000 75
Sriyani 42 Tahun
Pedagang SD
3 Orang Rp 1.500.000
76 Afnidar
30 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.000.000 77
Sri Ramadini 47 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
4 Orang Rp 1.500.000
78 Nani
39 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 3 Orang
Rp 1.100.000 79
Erna 35 Tahun
Ibu Rumah Tangga SD
4 Orang Rp 600.000
80 Kiki
25 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.500.000 81
Ida Tino 41 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
4 Orang Rp 1.400.000
82 Mariani
53 Tahun Wiraswasta
SD 4 Orang
Rp 600.000 83
Nur 40 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
4 Orang Rp 1.500.000
84 Masridayanti
34 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 4 Orang
Rp 1.500.000 85
Ainun 65 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
3 Orang Rp 800.000
86 Imah
41 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMP 5 Orang
Rp 1.000.000 87
Siti Zahara 43 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
8 Orang Rp 2.000.000
88 Aprionita
29 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 3 Orang
Rp 1.200.000 89
Zainab 33 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMP
4 Orang Rp 800.000
90 Hana Mariana
31 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 6 Orang
Rp 1.300.000
Universitas Sumatera Utara
91 Mawar
25 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 2 Orang
Rp 1.000.000 92
Yanti 40 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
5 Orang Rp 1.800.000
93 Elisa Mariani
29 Tahun Ibu Rumah Tangga
SMA 3 Orang
Rp 1.200.000 94
Sri Rejeki 30 Tahun
Ibu Rumah Tangga SMA
3 Orang Rp 1.000.000
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah, G. 2015. Diversifikasi Konsumsi Pangan Rumah Tangga Pedesaan Di Desa Sukolilo Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Universitas
Abdurachman Saleh Situbondo Ariani, M dan D, Martianto. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola
Konsumsi Pangan Masyarakat Dalam Dekade Terakhir. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII ”Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi”. Jakarta, 17-19 Mei 2004
BPS. 2011. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2011. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Bangun, H. 2013. Analisis Pola Konsumsi Pangan dan Tingkat Konsumsi Beras di Desa Sentra Produksi Padi Studi Kasus: Desa Sidoarjo Dua Rumania,
Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Universitas Sumatera Utara Bangun, S. 2015. 12 Kelurahan Rawan Pangan di Kota Medan. Waspada 9 April
2015 Badan Ketahanan Pangan. 2016. Metode dan Teknis Pengolahan Data Susenas
Untuk Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan. Sumatera Utara Badan Ketahanan Pangan. 2016. Tingkat Konsumsi Pangan Masing-Masing
KabupatenKota Se-Sumatera Utara Tahun 2015. Sumatera Utara Badan Urusan Logistik. 2016. Penyaluran Raskin Reguler Tahun 2015. Medan
Damora, dkk. 2008. Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Lampung Barat. Institut Pertanian Bogor
Dewan Ketahanan Pangan. 2010. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010- 2014. Jakarta
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2002. Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta
Hasan, I. 1995. Aku Cinta Makanan Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan. Pengarahan Kursus Penyegar Ilmu Gizi dan Kongres
Nasional PERSAGI X, 21-23 November. Bandung. Ironi, D. 2011. Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola Konsumsi Pangan
Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo. Universitas Sebelas Maret
Universitas Sumatera Utara
Nicholson, W. 1995. Teori Mikro Ekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan. Wirajaya D, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Microeconomic Theory Basic Principles and Extensions Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara. Sajogyo, dkk. 1986. Menuju Gizi Baik dan Merata Di Pedesaan dan di Kota.
Cetakan IV. Yogyakarta: UGM Press . 1994. Menuju Gizi Baik dan Merata Di Pedesaan dan di Kota.
Cetakan V. Yogyakarta: UGM Press Setneg Republik Indonesia. 2012. UndangUndang No 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. http:www.setneg.go.id Diunduh tanggal 24 Januari 2016 Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suhardjo, dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen dan Penerapannya Dalam Pemasaran.
Bogor: Ghalia Indonesia Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan TNP2K.
http:www.tnp2k.go.idid Diunduh pada tanggal 22 Januari 2016 Widianis, Dwi. 2014. Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Institut Pertanian Bogor.
Universitas Sumatera Utara
23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sengaja di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Penelitian dilakukan di daerah
ini karena Kelurahan Terjun merupakan kelurahan yang kedua terbanyak menerima raskin di Kecamatan Medan Marelan seperti terlihat pada Tabel 3
Selain itu Kelurahan Terjun juga termasuk ke dalam 12 kelurahan di Kota Medan yang mengalami rawan pangan Waspada, 2015.
Tabel 3. Penyaluran Raskin di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015 No
KelurahanDesa RTS
Kuantum kg 1
Tanah 600 1.318
19.770
2 Terjun
1.533 22.995
3 Labuhan Deli
1.497 22.455
4
Rengas Pulau 1.903
28.545
5
Paya Pasir 696
10.440
Total 6.947
104.205
Sumber: Badan Urusan Logistik Sub Drive Medan
3.2 Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini merupakan rumah tangga yang menerima raskin di Kelurahan Terjun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Urusan Logistik,
jumlah rumah tangga yang menerima raskin di Kelurahan Terjun adalah sebesar 1.533 rumah tangga. Setiap rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk
dijadikan sampel penelitian. Jumlah sampel dapat dihitung dengan rumus Slovin, dikarenakan metode ini
mengasumsikan populasi yang besar, dan sampel berasal dari populasi yang
Universitas Sumatera Utara
heterogen Supriana, 2015. Untuk itu dilakukan pengelompokan terlebih dahulu dengan rumus:
dimana: n = ukuran sampel
N = ukuran populasi e = kesalahan pengambilan sampel yang ditolerir dalam penelitian ini digunakan
α = 10 Maka dapat diperoleh jumlah sampel sebesar:
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka didapat jumlah sampel untuk penelitian ini adalah sebanyak 94 sampel rumah tangga. Metode
pengambilan sampel dalam penelitian ini ialah Random Sampling Method dimana semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai anggota dari sampel dan pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan
dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini,
seperti Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, Badan Ketahanan
Universitas Sumatera Utara
Pangan Kota Medan, Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, serta dari berbagai literatur, jurnal, dan internet yang mendukung penelitian ini.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah pertama, dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan pola konsumsi pangan di daerah penelitian. Pola
konsumsi pangan diperoleh dari hasil wawancara dengan bantuan kuisioner kepada masyarakatresponden di daerah penelitian dengan pertanyaan seputar
jeniskelompok dan jumlah pangan yang dikonsumsi per orang per harinya, seperti kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak,
buahbiji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain. Untuk identifikasi masalah kedua, dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif untuk melihat konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Penelitian ini akan menilai konsumsi pangan rumah tangga dari aspek kuantitas. Penilaian konsumsi pangan
yang dilihat dari aspek kuantitas konsumsi pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, Data konsumsi pangan dapat diperoleh dari
kuisioner yang disebar kepada responden, responden diminta menceritakan semua pangan yang dimakan dan diminum dalam jangka waktu tertentu. Jumlah
konsumsi pangan dinyatakan dengan URT Ukuran Rumah Tangga seperti sendok, gelas, potong, dan sebagainya. URT akan dikonversi ke dalam satuan
gram sesuai dengan ukuran yang berlaku di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Ironi 2011, secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut:
Keterangan : KGij : kandungan zat gizi tertentu i dari pangan j atau makanan yang
dikonsumsi sesuai dengan satuannya BPj
: berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi gram Bddj : bagian yang dapat dimakan
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j
Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan
kandungan zat gizi yang dikandung dalam bahan makanan. Kedua hal ini digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan rumah tangga tersebut sudah
cukup memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat AKG. Untuk mengukur jumlah konsumsi pangan secara kuantitatif, digunakan parameter
Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP. Data
Universitas Sumatera Utara
tingkat energi dan protein diperoleh melalui kuisioner.
dimana: TKE
: Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga TKP
: Tingkat Konsumsi Protein Rumah Tangga ∑ konsumsi energi : jumlah konsumsi energi rumah tangga kkal
∑ konsumsi protein : jumlah konsumsi protein rumah tangga gram
Tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan berdasar nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes
1990 dalam Ironi 2011, yaitu : a.
Baik : TKG
≥ 100 AKG b.
Sedang : TKG 80 – 99 AKG
c. Kurang : TKG 70 – 80 AKG
d. Defisit
: TKG 70 AKG Untuk identifikasi masalah ketiga, dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif untuk menggambarkan ketahanan pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Ketahanan pangan rumah tangga didasarkan pada
terpenuhinya kebutuhan energi dan protein, sehingga total konsumsi juga menentukan ketahanan pangan rumah tangga
Ironi, 2011. Dalam
perkembangannya, ketahanan pangan energi rumah tangga menurut Sukandar dalam Ironi 2011 dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak tahan pangan : Konsumsi energi 75 kecukupan energy
b. Tahan pangan : Konsumsi energi 75-100 kecukupan energy
c. Sangat tahan pangan : konsumsi energi 100 kecukupan energi
Demikian pula dengan tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga menurut Sukandar dalam Ironi 2011 dikelompokkan menjadi:
a. Tidak tahan pangan : Konsumsi protein 75 kecukupan protein
b. Tahan pangan : Konsumsi protein 75-100 kecukupan protein
c. Sangat tahan pangan : konsumsi protein 100 kecukupan protein
3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi
Adapun definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini antara lain: 1.
Pangan adalah kebutuhan pokok manusia yang paling mendasar, sering disebut juga sebagai makanan dan biasanya berasal dari hewan atau
tumbuhan. 2.
Pola Konsumsi Pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata perorang perhari yang umum
dikonsumsidimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. 3.
Ketahanan Pangan adalah kondisi dimana tersedianya pangan yang cukup serta terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani
hidup yang sehat dan aktif. 4.
Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai yang digunakan untuk menentukan jumlah zat yang baik dikonsumsi oleh tubuh dan zat apa saja yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia. 5.
Angka Kecukupan Energi adalah suatu nilai yang digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
menentukan jumlah zat gizi energi yang baik dikonsumsi dan dibutuhkan oleh tubuh dinyatakan dalam satuan kkalkaphr.
6. Angka Kecukupan Protein adalah suatu nilai yang digunakan untuk
menentukan jumlah zat gizi protein yang baik dikonsumsi dan dibutuhkan oleh tubuh dinyatakan dalam satuan grkaphr.
7. Tingkat Konsumsi Energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi
energi dengan Angka Kecukupan Energi AKE yang dianjurkan, yang dinyatakan dalam .
8. Tingkat Konsumsi Protein adalah perbandingan antara jumlah konsumsi
protein dengan Angka Kecukupan Protein AKP yang dianjurkan, yang dinyatakan dalam .
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan,
Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016. 2.
Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
30
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Kelurahan Terjun merupakan kelurahan yang terletak di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, dengan luas wilayah 16,05 km
2
dan berada pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut. Kelurahan Terjun merupakan kelurahan terluas di
Kecamatan Medan Marelan, sekitar 36,09 dari luas keseluruhan Kecamatan Medan Marelan. Keadaan suhu rata-data di Kelurahan Terjun 31°C dan curah
hujan rata-rata 600 mmtahun. Ditinjau dari letak geografisnya, Kelurahan Terjun mempunyai batas-batas
wilayah sebagai berikut: •
Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Sicanang Medan •
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanah Enam Ratus Medan •
Sebelah Barat berbatasan dengan Hamparan Perak Deli Serdang •
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Paya Pasir Kelurahan Rengas Pulau Medan
4.1.1 Keadaan Penduduk a. Penduduk Menurut Kelompok Umur
Pada tahun 2014 penduduk Kelurahan Terjun berjumlah 27.258 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 7135 KK. Berdasarkan golongan umurnya,
penduduk di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Penduduk Kelurahan Terjun Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur Tahun
Jumlah Jiwa Persentase
0-9 4.248
15,58 10-16
3.468 12,72
17-30 6.498
23,83 31-45
8.339 30,59
46 4.705
17,26
Total 27.258
100
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Terjun Tahun 2014 Tabel 4 di atas menunjukkan penduduk Kelurahan Terjun dengan usia 31-45
tahun merupakan yang paling banyak, yaitu sebanyak 8.339 jiwa atau sekitar 30,59 dari seluruh penduduk dan penduduk dengan usia 10-16 tahun merupakan
yang paling sedikit yaitu sebesar 3.468 jiwa atau sekitar 12,72 dari seluruh penduduk.
b. Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Penduduk Kelurahan Terjun memiliki mata pencaharian yang beragam. Berdasarkan mata pencahariannya, penduduk Kelurahan Terjun dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 5. Penduduk Kelurahan Terjun Menurut Mata Pencaharian No
Mata Pencaharian Jumlah
Jiwa Persentase
1 PNS
462 2,95
2 TNI, AD, AU, AL
88 0,56
3
Tenaga Medis 62
0,39
4 Polri
47 0,30
5 Guru
262 1,67
6 Tani
748 4,78
7 Nelayan
606 3,87
8
Pegawai BUMN 75
0,48
9 Wiraswasta
3.278 20,95
10 Pedagang
8.307 53,11
11 Dan lain-lain
1.705 10,90
Total 15.640
100
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Terjun Tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Terjun memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, yaitu sebanyak 8.307 jiwa
atau sekitar 53,11 dari seluruh penduduk dan yang paling sedikit adalah penduduk yang bekerja sebagai polri yaitu sebanyak 47 jiwa atau sekitar 0,30
dari seluruh penduduk.
c. Penduduk Menurut Kelompok Agama
Berdasarkan kelompok agamanya, penduduk di Kelurahan terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Penduduk Kelurahan Terjun Menurut Kelompok Agama No
Agama Jumlah
Jiwa Persentase
1
Islam 21.306
85,20
2 Katholik
933 3,73
3 Protestan
2.326 9,30
4 Hindu
55 0,21
5 Budha
387 1,54
6 Konghuchu
- -
Total 25.007
100
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Terjun Tahun 2014 Tabel 6 di atas menunjukkan penduduk Kelurahan Terjun menurut kelompok
agamanya. Penduduk Kelurahan Terjun mayoritas beragama Islam, yaitu sebanyak 21.306 jiwa atau sekitar 85,20 dari seluruh penduduk Kelurahan
Terjun dan penduduk yang menganut agama Hindu merupakan yang paling sedikit yaitu sebanyak 55 jiwa atau sekitar 0,21 dari seluruh penduduk
Kelurahan Terjun.
Universitas Sumatera Utara
d. Penduduk Menurut Etnis
Berdasarkan etnisnya, penduduk di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Penduduk di Kelurahan Terjun Menurut Etnis No
Etnis Jumlah
Jiwa Persentase
1
Melayu 4.599
22,17
2 Jawa
11.219 54,09
3
Tapanuli Utara 1.705
8,22
4 Karo
778 3,75
5 Tapanuli Selatan
1.087 5,24
6 Sunda
225 1,08
7 Aceh
373 1,80
8
Kalimantan 96
0,46
9 Ambon
71 0,34
10 Madura
60 0,29
11 CinaKeturunan
410 1,98
12 Dll
117 5,64
Total 20.740
100
Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Terjun Tahun 2014 Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa etnis paling banyak di daerah penelitian ialah
etnis Jawa sebanyak 11.219 jiwa, lebih dari setengah penduduk kelurahan Terjun. Etnis yang paling sedikit ialah Madura, hanya 60 jiwa atau sekitar 0,29 dari
keseluruhan penduduk.
4.1.2 Sarana dan Prasarana
Pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan pada suatu daerah, dibutuhkan adanya fasilitas pendukung atau sarana dan prasarana yang dapat memudahkan
aktifitas warga dalam melakukan kegiatan ekonomi maupun sosial. Adapun sarana dan prasarana di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 8. Sarana dan Prasarana Kelurahan Terjun No
Sarana dan Prasarana Jumlah unit
1 Sarana Pendidikan
45
2 Sarana Kesehatan
66
3 Sarana Ibadah
50
4 Sarana Perekonomian
350 Sumber: Data Kependudukan Kelurahan Terjun Tahun 2014
Tabel 8 di atas menunjukkan banyaknya sarana dan prasarana di Kelurahan Terjun. Kelurahan Terjun memiliki sarana pendidikan sebanyak 45 unit,
diantaranya ialah 17 unit SD, 5 unit SMP, 2 unit SLTA dan 21 unit PAUD. Sarana Kesehatan yang dimiliki oleh Kelurahan Terjun sebanyak 66 unit, diantaranya
ialah 1 puskesmas, 1 BPS, 13 klinik, 5 dokter, 33 bidanperawat dan 13 BKIAposyandu. Sarana ibadah di Kelurahan Terjun sebanyak 50 unit,
diantaranya ialah 14 mesjid, 27 musholla, 7 gereja, 1 klenteng dan 1 wihara. Sementara sarana perekonomian yang dimiliki Kelurahan Terjun sebanyak 350
unit, diantaranya ialah 96 pertokoan, 183 kedai sampah, 37 doorsmeer, dan 34 unit sarana perekonomian lainnya.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Kelurahan Terjun cukup memadai. Hal ini terlihat dari tersedianya sarana dan prasarana sebagai
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam berbagai bidang, seperti bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, informasi, dan sebagainya.
4.2 Karakteristik Sampel Penelitian
Sampelresponden dalam penelitian ini merupakan ibu rumah tangga penerima raskin di Kelurahan Terjun. Karakteristik sampel penelitian yang dimaksud
meliputi umur responden, jumlah anggota rumah tangga, pendapatan rumah tangga, dan tingkat pendidikan ibu rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Umur
Umur merupakan salah satu faktor penentu dalam mengkonsumsi pangan, dikarenakan perbedaan umur mengakibatkan terdapatnya perbedaan selera dan
kesukaan terhadap jenis pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi. Sebaran umur ibu rumah tangga di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Sebaran Umur Ibu Rumah Tangga No
Umur Jumlah
Jiwa Persentase
1
21-35 46
48,93
2
36-50 38
40,42
3 50
10 10,63
Total 94
100
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata umur ibu rumah tangga Kelurahan
Terjun yang paling banyak yaitu berumur 21-35 tahun atau sekitar 48,93 dari keseluruhan sampel dan yang paling sedikit yaitu berumur 50 tahun atau sekitar
10,63 dari keseluruhan sampel.
4.2.2 Jumlah Anggota Rumah Tangga
Jumlah anggota dalam suatu rumah tangga akan sangat mempengaruhi dalam pembelian dan mengkonsumsi pangan suatu rumah tangga tersebut. Adapun
sebaran jumlah anggota rumah tangga di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10. Sebaran Jumlah Anggota Rumah Tangga No
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Jumlah Jiwa
Persentase 1
1-3 24
25,53
2
4-6 65
69,14
3 6
5 5,31
Total 94
100
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat sebaran jumlah anggota rumah tangga di
Kelurahan Terjun. Jumlah anggota rumah tangga paling banyak yaitu antara 4-6 orang atau sekitar 69,14 dari keseluruhan sampel dan yang paling sedikit yaitu
lebih dari 6 orang atau sekitar 5,31 dari keseluruhan sampel.
4.2.3 Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga akan sangat mempengaruhi suatu rumah tangga dalam pembelian dan konsumsi pangan sehari-hari. Semakin rendah pendapatan suatu
rumah tangga maka rumah tangga tersebut akan lebih memperhatikan kuantitas dibandingkan kualitasnya.
Pendapatan rumah tangga miskin tidak terlalu bervariasi. Sebaran pendapatan rumah tangga di Kelurahan Terjun dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 11. Sebaran Pendapatan Rumah Tangga No
Pendapatan Rumah Tangga Rpbln
Jumlah Rumah Tangga
Persentase 1
1.000.000 23
24,46
2
1.000.000-2.000.000 70
74,46
3 2.000.000
1 1,06
Total 94
100 Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Dari Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa sebaran pendapatan rumah tangga
terbanyak di Kelurahan Terjun yaitu antara Rp 1.000.000bln sampai
Universitas Sumatera Utara
Rp 2.000.0000bln atau sekitar 74,46 dari keseluruhan sampel dan hanya 1 rumah tangga yang memiliki pendapatan di atas Rp 2.000.000bln.
4.2.4 Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Dalam membeli dan mengkonsumsi pangan suatu rumah tangga, pendidikan ibu rumah tangga seharusnya mempengaruhi. Semakin tinggi pendidikan seorang ibu
diharapkan dapat memilih dan membeli pangan rumah tangga yang lebih berkualitas. Sebaran tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kelurahan Terjun
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12. Sebaran Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga No
Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Jumlah Jiwa
Persentase 1
SDsederajat 29
30,85
2
SMPsederajat 30
31,91
3 SMAsederajat
32 34,04
4 D1D2D3D4S1
3 3,20
Total 94
100
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 Tabel 11 diatas menunjukkan sebaran tingkat pendidikan ibu rumah tangga di
Kelurahan Terjun. Tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA, yaitu 32 orang atau sekitar 34,04 dari keseluruhan sampel. Tidak jauh berbeda dari ibu rumah
tangga dengan tingkat pendidikan SMP yaitu sebanyak 30 orang atau sekitar 31,91 dari sampel dan SD sebanyak 29 orang atau sekitar 30,85 dari sampel.
Hanya 3 orang dengan tingkat pendidikan D1D2D3D4S1.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsidimakan
penduduk dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi pangan setiap rumah tangga berbeda-beda, terlebih lagi rumah tangga miskin. Konsumsi pangan
menjadi gambaran dari kemampuan suatu rumah tangga untuk membeli dan memperoleh pangan. Berikut akan dijelaskan pola konsumsi pangan atau susunan
pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian berdasarkan kelompok pangannya.
Dari hasil penelitian diperoleh pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian sebagai berikut:
Tabel 13. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Terjun
No Kelompok Pangan
Konsumsi Aktual
grkaphr Berat Ideal
grkaphr
Selisih 1
Padi-padian 188,52
275 -86,48
2 Umbi-umbian
15,24 90
-74,76
3 Pangan Hewani
107,12 140
-32,88
4 Minyak dan Lemak
49,22 25
24,22
5
BuahBiji Berminyak 8,61
10 -1,39
6 Kacang-kacangan
57,87 35
22,87
7 Gula
34,24 30
4.24
8 Sayur dan Buah
112,44 230
-117,56
9 Lain-lain
1,72 15
-13,28
Total 574,98
850
Sumber: Data primer diolah dan Badan Ketahanan Pangan Dari tabel di atas dapat dilihat konsumsi pangan aktual rumah tangga miskin di
Kelurahan Terjun. Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pangan
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun sebesar 574,98 grkaphr. Hal ini berarti berat konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian masih berada
jauh di bawah berat ideal yang dianjurkan yakni sebesar 850 grkaphr. Tabel selisih menunjukkan besar perbedaan berat konsumsi aktual dan berat ideal antar
kelompok pangan. Tanda minus - menunjukkan kelompok pangan di bawah berat ideal dan tanda positif + menunjukkan kelompok pangan di atas berat
ideal. Dari Tabel 13 dapat dilihat bagaimana susunan pangan rumah tangga miskin di
daerah penelitian. Terdapat kelompok pangan yang berat konsumsi aktualnya di atas dan berada di bawah berat ideal. Konsumsi aktual yang berada di atas berat
ideal adalah kacang-kacangan, minyak dan lemak serta gula. Konsumsi aktual yang berada di bawah berat ideal adalah padi-padian, umbi-umbian, pangan
hewani, sayur dan buah serta pangan lain-lain. Berat konsumsi minyak dan lemak serta gula berada di atas berat ideal. Hal ini
disebabkan karena masyarakat cenderung membeli minyak goreng dan gula dalam jumlah yang banyak atau berlebih. Minyak goreng dibeli dengan jumlah yang
banyak yang kemudian digunakan untuk menggoreng pangan lain seperti ikan, tahu, tempe sebagai lauk sampingan nasi. Sama halnya dengan gula. Masyarakat
cenderung membeli gula dalam jumlah yang banyak dikarenakan hampir seluruh rumah tangga sampel mengkonsumsi teh manis setiap harinya. Dan teh manis
dikonsumsi 1-3 kali dalam sehari. Hal ini memicu tingginya konsumsi pangan minyak dan lemak serta gula.
Universitas Sumatera Utara
Dapat kita lihat bahwa pangan kacang-kacangan juga berada di atas berat ideal. Kacang-kacangan merupakan pangan sumber protein nabati, baik dari kacang
hijau, kacang tanah, kacang kedelai dan olahannya. Dari lampiran 1 dapat dilihat bahwa rumah tangga miskin di daerah penelitian banyak mengkonsumsi olahan
kacang kedelai yakni tahu dan tempe. Hal ini memicu tingginya berat konsumsi aktual kacang-kacangan. Tingginya konsumsi kacang-kacangan dibandingkan
pangan hewani merupakan pengaruh perekonomian rumah tangga itu sendiri. Harga tahu dan tempe yang lebih murah dibandingkan dengan daging dan ikan
yang merupakan pangan sumber protein hewani membuat ibu rumah tangga memilih untuk menghidangkan tahu dan tempe sebagai lauk pendamping nasi.
Kelompok pangan hewani masih dibawah berat ideal walaupun sudah hampir mendekati. Pangan hewani yang dikonsumsi rumah tangga di daerah penelitian
cukup beragam namun tidak sesuai untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota rumah tangga, mengingat rata-rata jumlah anggota rumah tangga antara 4
sampai 6 orang per rumah tangga. Kelompok pangan sayur dan buah berada di bawah berat pangan ideal
menandakan bahwa masyarakat khususnya masyarakat miskin masih enggan untuk membeli buah-buahan untuk dikonsumsi sehari-hari karena masyarakat
belum merasa ‘cukup’ untuk rutin membeli buah dengan jenis yang berbeda-beda. Buah yang paling banyak dikonsumsi adalah pisang dan jeruk. Hal ini didorong
karena harga pisang dan jeruk tidak terlalu mahal dan terjangkau. Sayur yang paling banyak dikonsumsi adalah bayam dan kangkung. Hal ini juga didorong
harga yang relatif murah. Beberapa rumah tangga mengkonsumsi beragam jenis
Universitas Sumatera Utara
sayur, namun tidak membantu menaikkan berat konsumsi aktual pangan sayur dan buah. Hal ini dikarenakan sayur yang dikonsumsi tidak cukup banyak sehingga
berat konsumsi masih dibawah berat ideal. Kelompok pangan biji berminyak memiliki berat dibawah berat ideal, namun
sudah hampir mendekati. Hal ini dikarenakan kebanyakan rumah tangga membeli kelapa secara rutin setiap minggunya untuk dikonsumsi dan diperas menjadi
santan. Namun konsumsi kelapa yang rutin tidak membuat berat konsumsi menjadi tinggi.
Hal menarik yang dapat dilihat dari Tabel 13 adalah rendahnya berat konsumsi padi-padian. Berat kelompok pangan padi-padian yang rendah tidak sejalan
dengan program raskin yang diterima responden, dimana responden merupakan ibu rumah tangga penerima raskin. Seperti yang telah diketahui bahwa program
raskin itu sendiri merupakan program bantuan pemerintah bagi rumah tangga miskin dan rentan miskin untuk mendapat cukup pangan dan memenuhi nutrisi
karbohidrat. Penerima raskin seharusnya mendapat cukup karbohidrat, namun pada kenyataannya konsumsi padi-padian khususnya beras masih di bawah berat
ideal. Namun meskipun pangan padi-padian masih dibawah berat ideal, masih dapat
disimpulkan bahwa pangan pokok masyarakat terpaku hanya pada beras. Hal ini dapat dilihat dari sangat rendahnya berat pangan umbi-umbian. Pangan umbi-
umbian yang sangat jauh di bawah berat ideal ini menunjukkan sudah mulai ditinggalkannya konsumsi pangan lokal seperti singkong dan ubi.
Universitas Sumatera Utara
Lebih jelas lagi bagaimana konsumsi beras dan non beras sumber karbohidrat rumah tangga miskin di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14. Konsumsi Pangan Beras dan Non Beras di Kelurahan Terjun
No. KELOMPOK PANGAN
Konsumsi Pangan TOTAL PANGAN
Konsumsi Aktual GrKapHr
Berat Ideal GrKapHr
A. Beras
Padi-padian Beras Total Beras
183,37 183,37
239 239
B. Non Beras
Padi-padian Non Beras Umbi-umbian
Total Non Beras
5,15 15,24
20,39 36
90
126 Total Beras dan Non Beras
203,76 365
Sumber: Data primer diolah dan Badan Ketahanan Pangan Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa konsumsi rumah tangga miskin di daerah
penelitian untuk beras adalah sebanyak 183,37 grkaphr. Angka ini masih dibawah berat ideal beras yakni 239 grkaphr. Untuk pangan non beras dari
kelompok padi-padian seperti tepung terigu dan tepung beras sebanyak 5,15 grkaphr dan sangat jauh dibawah berat ideal. Untuk kelompok pangan umbi-
umbian seperti singkong hanya 15,24 grkaphr dan juga masih sangat jauh di bawah berat ideal.
Dari segi potensi ketersediaan, seharusnya Indonesia patut berbangga karena negara ini memiliki banyak sumber daya pangan. Namun sayangnya, saat ini, dari
begitu banyaknya sumber daya pangan yang dimiliki oleh Indonesia, masyarakat masih sangat tergantung pada beras sebagai pangan utama. Tabel diatas
menunjukkan akan semakin sulit mengurangi ketergantungan masyarakat akan beras, melihat sangat rendahnya konsumsi masyarakat terhadap pangan umbi-
umbian.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Kuantitas Pangan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pola konsumsi pangan merupakan
susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsidimakan penduduk dalam jangka waktu
tertentu. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pola konsumsi pangan masyarakat sehari-hari. Pada bagian ini akan menghitung pola konsumsi
pangan rumah tangga miskin. Penelitian ini menghitung konsumsi pangan rumah tangga miskin dari segi
kuantitasnya. Kuantitas konsumsi pangan yang dimaksud dalam penelitian ini dilihat dari zat gizi yang dikandung dalam pangan yang dikonsumsi. Zat gizi
tersebut kemudian dinilai dengan menggunakan Tingkat Kecukupan Gizi TKG yang terdiri dari Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein
TKP. Tingkat Kecukupan Gizi merupakan indikator penilaian apakah suatu rumah tangga sudah cukup mengkonsumsi zat gizi sesuai dengan anjuran untuk
dapat hidup sehat dan memperoleh kualitas SDM yang baik. Dari hasil penelitian pada rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun didapatkan
pola konsumsi pangan yang belum beragam dan masih kurang dari konsumsi energi dan protein yang dianjurkan.
Berikut merupakan rata-rata konsumsi energi dan konsumsi protein se rumah tangga di Kelurahan Terjun.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 15. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein serta Tingkat Konsumsi Gizi TKG Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Terjun
Keterangan Energi
Protein
Kkalkaphr Gramkaphr
Konsumsi 1494,4
29,6
AKG yang dianjurkan 2150,00
57,00 TKG
69,5 51,9
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 Berdasarkan Tabel 15 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi
dari pangan yang dikonsumsi rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun adalah sebesar 1494,4 kkalkaphari dengan nilai TKE sebesar 69,5. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi rumah tangga masih jauh di bawah AKG yang dianjurkan yaitu sebesar 2150 kkalkaphari. Nilai TKE sebesar 69,5
menunjukkan bahwa TKE rumah tangga masih dalam kategori defisit dikarenakan TKE 70 AKE.
Rendahnya nilai TKE ini sejalan dengan pola konsumsi pangan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dimana meskipun rendah, kelompok pangan padi-padian
masih mendominasi atau menjadi pangan pokok masyarakat. Rendahnya TKE disebabkan karena konsumsi pangan sumber energi lain selain beras masih
sedikit. Sebagai contoh, pangan sumber karbohidrat dari kelompok pangan umbi- umbian, seperti singkong yang cenderung cukup sering dikonsumsi masyarakat
masih jarang dikonsumsi oleh rumah tangga. Hanya beberapa rumah tangga yang mengkonsumsi singkong, dan dikonsumsi hanya sebagai selingan. Padahal
singkong mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai TKE. Kandungan karbohidrat singkong sebesar 146 kkal per
100 gram singkong.
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata konsumsi protein yang berasal dari seluruh pangan yang dikonsumsi rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun adalah sebesar 29 gramkaphari
dengan besar TKP 51,9. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein rumah tangga masih jauh dibawah AKP yang dianjurkan yaitu sebesar 57
gramkaphari. Nilai TKP sebesar 51,9 menunjukkan bahwa TKP rumah tangga masih dalam kategori defisit dikarenakan TKP 70 AKP. Rata-rata konsumsi
protein didapatkan dari pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati.
Seperti halnya konsumsi energi, bila dilihat dari nilai TKP-nya, rata-rata konsumsi protein rumah tangga miskin di daerah penelitian masih jauh dari AKP yang
dianjurkan. Konsumsi protein dari pangan sumber protein hewani memang cukup beragam. Tidak hanya mengkonsumsi ikan asin dan ikan teri saja, namun hampir
seluruh rumah tangga mengkonsumsi ikan segar. Bahkan tidak sedikit rumah tangga yang mengkonsumsi daging ayam dan ada beberapa rumah tangga yang
mengkonsumsi udang basah dan daging sapi. Namun hal ini tidak membuat konsumsi protein rumah tangga menjadi tinggi. Rendahnya TKP disebabkan tiap
rumah tangga membeli dan mengkonsumsi setiap jenis pangan dalam jumlah yang sedikit. Hal ini berkaitan dengan rendahnya pendapatan rumah tangga sehingga
mereka enggan untuk membeli pangan dengan jumlah yang banyak. Jika dikaitkan dengan pola konsumsi pangan pada poin sebelumnya, hal ini
sejalan. Pangan hewani sebagai sumber protein hewani memiliki berat yang masih dibawah berat ideal. Hal ini dikatakan wajar melihat rendahnya nilai TKP rumah
tangga di daerah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Selain pangan sumber protein hewani, konsumsi protein juga didapatkan dari pangan sumber protein nabati, seperti tahu dan tempe. Berlawanan dengan pangan
sumber protein hewani, pangan sumber protein nabati dikonsumsi dalam jumlah yang banyak, namun tidak beragam. Hampir seluruh rumah tangga mengkonsumsi
tahu dan tempe. Namun hal ini tidak membuat nilai TKP tinggi. Nilai TKP yang rendah ini disebabkan oleh kurang beragamnya konsumsi protein dari pangan
sumber protein nabati. Kacang hijau dan kacang tanah hanya sebagai pangan sumber protein nabati selain tahu dan tempe hanya dikonsumsi oleh beberapa
rumah tangga saja. Jika dihubungkan dengan pola konsumsi pangan pada poin sebelumnya, pangan
kacang-kacangan memiliki berat konsumsi aktual yang tinggi namun konsumsi protein masih berada di bawah angka kecukupan protein, yakni 29,6 grkaphr
dengan persentase TKP 51,9 dan berkategori defisit. Jika dilihat lebih jauh, hal ini terkait dengan rendahnya konsumsi pangan hewani, dimana pangan hewani
seperti daging sapi, daging ayam, serta ikan segar merupakan pangan penyumbang sumber protein hewani yang tinggi pula. Konsumsi pangan hewani
di daerah penelitian terlalu rendah sehingga tidak mampu memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan, walaupun kelompok pangan kacang-
kacangan yang merupakan sumber protein nabati memiliki berat konsumsi yang tinggi. Selain didorong dengan rendahnya konsumsi pangan hewani, pangan
sumber protein nabati seperti kacang-kacangan ini masih kurang beragam sehingga tidak cukup membantu meingkatkan konsumsi protein masyarakat
hingga mencapai angka kecukupan yang dianjurkan.
Universitas Sumatera Utara
Baik Tingkat Konsumsi Energi dan Tingkat Konsumsi Protein di Kelurahan Terjun belum mencapai angka kecukupan yang dianjurkan. Bahkan TKE dan TKP
termasuk ke dalam kategori defisit. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun masih belum beragam, bergizi dan
berimbang. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi rumah tangga responden dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 16. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga No
Indikator Jumlah
Kategori 1
≥100 AKE 13
13,8 Baik
2 80-99 AKE
13 13,8
Sedang
3 70-80 AKE
13 13,8
Kurang
4 70 AKE
55 57,6
Defisit
Jumlah 94
100 Sumber: Data Primer diolah, 2016
Tingkat Konsumsi Energi terbagi atas 4 kategori, yaitu baik ≥100 AKE,
sedang 80-99 AKE, kurang 70-80 AKE dan defisit 70 AKE. Berdasarkan tabel 16 di atas, kategori dengan persentase yang paling banyak
adalah kategori defisit, dimana sebanyak 54 rumah tangga atau sekitar 57,5 rumah tangga termasuk ke dalam kategori defisit. Namun jumlah rumah tangga
dalam kategori baik, sedang dan kurang sama, masing-masing 13 rumah tangga dengan kategori baik, sedang dan kurang.
Lebih dari setengah rumah tangga responden termasuk dalam kategori tingkat konsumsi energi defisit. Hal ini berarti konsumsi energi rumah tangga harus
ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan nilai TKE pada Tabel 15, dimana nilai TKE rata-rata adalah sebesar 69,5. TKE ini belum mencukupi angka kecukupan
Universitas Sumatera Utara
energi yang dianjurkan yaitu sebesar 2150 kkalkaphari. Hal ini dikarenakan beras menjadi satu-satunya pangan pokok dan sumber energi utama rumah tangga
miskin di daerah penelitian. Sebaran kategori tingkat konsumsi protein rumah tangga responden dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 17. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Protein Rumah Tangga No
Indikator Jumlah
Kategori 1
≥100 AKP 11
11,7 Baik
2 80-99 AKP
17 18,1
Sedang
3 70-80 AKP
8 8,5
Kurang
4
70 AKP 58
61,7 Defisit
Jumlah 94
100 Sumber: Data Primer diolah, 2016
Sama halnya dengan Tingkat Konsumsi Energi, Tingkat Konsumsi Protein juga terbagi atas 4 kategori, yaitu baik
≥100 AKP, sedang 80 -99 AKP, kurang 70-80 AKP dan defisit 70 AKP. Berdasarkan tabel 17 diatas, persentase
yang paling tinggi adalah kategori defisit, sama halnya dengan konsumsi energi. Sebanyak 58 rumah tangga atau 61,7 dari seluruh sampel merupakan rumah
tangga dengan kategori tingkat konsumsi protein defisit. Sejalan dengan Tabel 15, dimana nilai TKP hanya sebesar 51,9 saja. TKP ini masih jauh dibawah angka
kecukupan yang dianjurkan. Melihat lebih dari setengah dari rumah tangga responden termasuk dalam kategori tingkat konsumsi protein defisit, berarti
konsumsi protein rumah tangga perlu ditingkatkan, baik dari segi kuantitas atau jumlah maupun keberagamannya guna meningkatkan konsumsi protein.
Dalam penelitian ini, baik TKE dan TKP masih defisit dan masih jauh dari angka kecukupan yang dianjurkan. Untuk itu konsumsi rumah tangga masih perlu
Universitas Sumatera Utara
ditingkatkan dan diberagamkan, sehingga tingkat konsumsi dapat mencukupi AKE dan AKP yang dianjurkan.
5.3 Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah suatu rumah tangga dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Semakin tinggi kesejahteraan
rumah tangga, maka konsumsi pangannya akan semakin terpenuhi. Dalam hal ini, rumah tangga penerima raskin merupakan rumah tangga dengan golongan hampir
miskin sampai miskin. Untuk itu dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraannya masih rendah, sehingga dalam pemilihan pangan masih sebatas yang mampu
dijangkau sesuai dengan penghasilan rumah tangga tersebut. Ketahanan pangan berhubungan dengan 4 aspek, yaitu ketersediaan pangan yang
cukup, konsumsi pangan yang mampu memenuhi kecukupan gizi yang seimbang, ketersediaan makanan dalam jangka waktu yang panjang dan distribusi pangan
yang lancar dan merata. Dalam penelitian ini, ketahanan pangan dilihat dari konsumsinya, terutama konsumsi energi dan protein. Konsumsi pangan
merupakan gambaran dari ketersediaan pangan suatu rumah tangga dan kemampuan rumah tangga untuk membeli dan memperoleh pangan tersebut,
sehingga konsumsi merupakan variabel yang mudah digunakan sebagai indikator ketahanan pangan rumah tangga.
Ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan energi dan protein dapat dilihat dari TKE dan TKP-nya. TKE dan TKP dibandingkan dengan angka kecukupan gizi
masing-masing dan kemudian akan didapatkan tiga tingkatan ketahanan pangan, yaitu sangat tahan pangan apabila konsumsi energi 100 kecukupan energi,
Universitas Sumatera Utara
tahan pangan apabila konsumsi energi 75-100 kecukupan energi, dan tidak tahan pangan apabila konsumsi energi 75.
Sebaran tingkat ketahanan pangan energi rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 18. Sebaran Tingkat Ketahanan Pangan Energi Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Terjun
No Indikator
Jumlah Kategori
1
100 AKE 12
12,8 Sangat Tahan Pangan
2 75-100 AKE
20 21,3
Tahan Pangan
3 75 AKE
62 65,9
Tidak Tahan Pangan
Jumlah
94 100
Sumber: Data Primer diolah, 2016 Tingkat konsumsi gizi, baik tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan energi dan protein suatu rumah tangga. Dari Tabel 18 dapat dilihat tingkat ketahanan pangan
energi rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun. Sebanyak 62 rumah tangga atau sekitar 65,9 dari keseluruhan sampel merupakan rumah tangga yang tidak tahan
pangan. Hal ini berkaitan dengan TKE rumah tangga yang berstatus defisit yaitu sebanyak 55 rumah tangga atau sekitar 57,6 dari keseluruhan sampel.
Sebaran tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 19. Sebaran Tingkat Ketahanan Pangan Protein Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Terjun
No Indikator
Jumlah Kategori
1
100 AKP 11
11,7 Sangat Tahan Pangan
2
75-100 AKP 19
20,2 Tahan Pangan
3 75 AKP
64 68,1
Tidak Tahan Pangan
Jumlah
94 100
Sumber: Data Primer diolah, 2016
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 19 di atas dapat dilihat tingkat ketahanan pangan protein pada rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun. Sebanyak 64 rumah tangga atau 68,1 dari
seluruh sampel merupakan rumah tangga tidak tahan pangan protein. Hal ini berkaitan juga dengan banyaknya proporsi rumah tangga dengan kategori TKP
defisit, yaitu sebanyak 58 rumah tangga atau 61,7 dari seluruh sampel. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa baik tingkat ketahanan pangan energi
maupun protein pada rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun masih tidak tahan pangan. Untuk itu tingkat konsumsi energi dan protein perlu ditingkatkan, baik
dari segi keberagaman dan kuantitas pangan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun, Kecamatan
Medan Marelan berbeda menurut kelompok pangannya Berat konsumsi kelompok pangan padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, buahbiji
berminyak, sayur dan buah serta pangan lainnya berada di bawah berat ideal.. Untuk kelompok pangan kacang-kacangan, minyak dan lemak serta gula
berat konsumsi aktual berada di atas berat ideal. 2.
Kuantitas konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan masih berada di bawah Angka Kecukupan Gizi
AKG. Konsumsi energi aktual masyarakat sebesar 1494,4 kkalkaphr dengan Tingkat Konsumsi Energi 69,5 dan berada dalam kategori defisit.
Konsumsi protein aktual masyarakat sebesar 29,6 grkaphari dengan Tingkat Konsumsi Protein sebesar 51,9 dan berada dalam kategori defisit.
3. Tingkat ketahanan pngan rumah tangga miskin di Kelurahan Terjun, baik
tingkat ketahanan pangan energi maupun protein termasuk ke dalam kategori tidak tahan pangan.
6.2 Saran 1. Kepada Pemerintah
Diharapkan pemerintah menambah jumlah raskin yang diberikan guna meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Selain itu pemerintah
memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah mengenai pangan ideal dalam rangka meningkatkan konsumsi
Universitas Sumatera Utara
energi dan protein masyarakat sehingga mampu memenuhi angka kecukupan gizi yang telah dianjurkan.
2. Kepada Masyarakat
Disarankan kepada masyarakat di Kelurahan Terjun untuk meningkatkan konsumsi energi dan konsumsi proteinnya, yaitu dengan cara tidak harus
terfokus hanya pada beras saja, namun juga pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian, serta tidak hanya terfokus pada pangan dari jenis
kacang-kacangan saja. Selain itu dalam rangka meningkatkan konsumsi masyarakat perlu meragamkan jenis pangan yang dikonsumsi agar pola
konsumsi pangan dapat beragam, bergizi dan berimbang guna mendapatkan kualitas SDM yang baik.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menganalisis mengenai pola konsumsi pangan rumah tangga menengah ke atas.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,
pemenuhan kecukupan pangan bagi seluruh rakyat merupakan kewajiban, baik secara moral, sosial maupun hukum termasuk hak asasi setiap rakyat Indonesia.
Selain itu juga merupakan investasi pembentukan sumberdaya manusia yang lebih baik di masa datang untuk melaksanakan pembangunan nasional, dan prasyarat
bagi pemenuhan hak-hak dasar lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya Dewan Ketahanan Pangan, 2010. Sedangkan definisi pangan
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan Setneg, 2002 adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan atau minuman
Pangan telah dikelompokkan menurut berbagai cara yang berbeda. Badan Pusat Statistik 2011 membagi bahan pangan ke dalam sembilan kelompok yang
meliputi: 1 padi-padian beras, jagung, terigu, 2 umbi-umbian singkong, ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya,3 pangan hewani daging ruminansia, daging
unggas, telur, susu, ikan, 4 minyak dan lemak minyak kelapa, minyak sawit, minyak lainnya, 5 buahbiji berminyak kelapa, kemiri, 6 kacang-kacangan
Universitas Sumatera Utara
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang lain, 7 gula gula pasir, gula merah, 8 sayuran dan buah sayur, buah, 9 lain-lain minuman, bumbu-
bumbuan. Cara lain dalam pengelompokan bahan pangan menurut Suhardjo, dkk 2006
adalah: 1 padi-padian, 2 akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpati, 3 kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak, 4 sayur-sayuran, 5 buah-buahan, 6
pangan hewani, 7 lemak berminyak, 8 gula dan sirop.
a. Padi-padian
Padi-padian seperti beras, jagung atau gandum merupakan bagian terbesar 60- 80 dari susunan pangan penduduk yang tinggal di negara-negara Asia
Tenggara. Bahan makanan tersebut adalah sumber karbohidrat yang baik dan karena itu juga sumber tenaga. Bahan makanan tersebut juga merupakan sumber
protein yang berguna, sebab 6-12 dari semua padi-padian biasanya terdiri dari protein. Padi-padian juga mengandung beberapa mineral dan vitamin.
Di seluruh dunia, padi-padian yang paling umum ditanam dan digunakan adalah padi, jagung, gandum, jelai, jerawut, haver, gandung hitam dan sorgum. Banyak
juga hasil olahannya dan beberapa di antaranya adalah tepung, tepung kasar dan hasil yang siap untuk digunakan seperti flakes, roti, cracker, biskuit, kue,
makaroni, mi dan spageti.
b. Akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpati
Akar-akaran dan umbi-umbian merupakan salah satu pangan pokok atau utama yang dimakan di berbagai bagian Asia Tenggara. Di samping sayuran akar-akaran
semacam it, seperti singkong, talas, kentang, ubi jalar, dan uwi, buah-buahan yang
Universitas Sumatera Utara
berpati seperti pisang untuk dimasak, sukun dan nangka dimasukkan dalam golongan pangan di atas.
c. Kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak
Kacang-kacangan, buah keras, biji berminyak kadang-kadang merupakan sebanyak 5 dari pangan yang dimakan penduduk Asia Tenggara. Pangan
tersebut merupakan sumber energi yang baik berkat kandungan karbohidrat dan lemak. Pangan ini juga merupakan sumber protein yang baik, begitu pula
beberapa mierak dan vitamin B-kompleks.
d. Sayur-sayuran
Yang termasuk ke dalam golongan sayuran adalah sayur-sayuran berwarna, seringkali berdaun, dengan kandungan pati kurang dari yang ditemukan pada yang
biasa dimakan sebagai pangan pokok.
e. Buah-buahan selain yang berpati
Buah-buahan biasanya hanya merupakan sebagian kecil saja dari pangan yang dimakan. Akan tetapi di Asia Tenggara, di mana buah-buahan berlimpah hampir
sepanjang tahun, seharusnya sering dikonsumsi untuk menambah gizi sebanyak-
banyaknya pada susunan pangan. f. Pangan hewani
Pangan hewani dapat merupakan 5-15 dari pangan yang dimakan di Asia Tenggara. Pangan hewani seperti daging unggas, ikan, susu, keju, dan telur kaya
akan jenis protein yang diperlukan tugas manusia. Karena itu pangan tersebut merupakan pangan pembentuk tubuh yang baik. Biasanya pangan ini adalah
sumber mineral yang baik, beberapa vitamin yang larut dalam lemak dan berbagai
Universitas Sumatera Utara
vitamin yang larut dalam air dari vitamin-B kompleks. Daging yang merah dan telur merupakan sumber besi yang baik sekali.
Di Asia Tenggara, susu kerbau kadang-kadang dipakai untuk melengkapi susunan makanan anak setelah disapih dari ibunya, terutama kalau mereka tinggal di
daerah pedesaan. Susu kerbau juga merupakan sumber protein, kapur dan vitamin B-kompleks yang baik. Lemak susu ini mengandung vitamin A dan juga
vitamin D. Telur memberikan banyak gizi yang diperlukan dalam makanan. Di samping
sebagai sumber protein yang baik, telur kaya akan besi dan kapur. Kuning telur menyediakan vitamin yang larut dalam lemak. Telur, jika dipakai untuk
menambah susunan makanan terutama yang terdiri dari padi-padian dan akar- akaran serta umbi-umbian yang berpati, sangat memperbaiki intake zat gizi. Telur
terutama penting dalam susunan makanan anak. g. Lemak dan minyak
Konsumsi pangan dari lemak dan minyak di Asia Tenggara adalah rendah, umumnya kurang dari 5. Lemak merupakan sumber tenaga yang sangat baik.
Umumnya, lemak hewan, kecuali lemak babi, mengandung vitamin A. Beberapa
lemak hewan juga memberikan vitamin D bagi kebutuhan tubuh. h. Gula dan sirop
Gula dan sirop hanya merupakan persentase kecil dari konsumsi pangan di Asia Tenggara. Gula dan sirop adalah sumber karbohidrat yang pekat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsidimakan
penduduk dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan.
Konsumsi dari kelompok padi-padian beras, jagung, terigu masih dominan baik di kota maupun di desa namun perlu diwaspadai bahwa jenis konsumsi pangan
yang bersumber lemak, minyak dan gula sudah berlebihan. Kelebihan dari kedua pangan ini akan membawa dampak negatif bagi kesehatan terutama penyakit
degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung dan diabetes Ariani, M, 2004. Jumlah macam makanan, jenis, serta banyaknya bahan makanan dalam pola
pangan di suatu negara atau daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan dari pangan yang telah ditanam di wilayah tersebut dalam
jangka waktu yang panjang. Di samping itu, kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga akan berpengaruh pula terhadap pola pangan. Pangan pokok
yang digunakan dalam suatu negara biasanya juga menjadi pangan pokok di sebagian besar wilayah negara tersebut Suhardjo, 2003.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Umur
Memahami umur konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur
juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek Sumarwan, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Daya beli yang rendah merupakan kendala utama penyebab kekurangan gizi, kendala lain yang tak kalah penting adalah kurangnya pengetahuan. Sebagian
kekurangan gizi akan bisa diatasi bila orang tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki. Tingkat pendidikan akan
mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung akan memilih makanan yang lebih baik
dalam jumlahnya maupun kualitasnya dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah.
Sayogyo 1986 menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih
tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibanding mereka yang mempunyai pendidikan lebih rendah.
Dalam hal ini, pengetahuan ibu mengenai gizi akan mempengaruhi pola konsumsi pangan keluarga. Den Hartog et al. 1995 menyatakan bahwa ibu
sebagai pengambil keputusan dalam menentukan menu makanan keluarga memegang peranan penting dalam penyedian bahan makanan serta penyiapan
dan pendistribusian makanan diantara anggota keluarga dimana apa yang ibu lakukan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang dimilikinya.
3. Jumlah Anggota Rumah Tangga