Landasan Teori .1 Teori Konsumsi Penelitian Terdahulu

sehingga konsumsi pangan merupakan variabel yang mudah digunakan sebagai indikator ketahanan pangan rumah tangga. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Konsumsi Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan. Ada beberapa hipotesis tentang perilaku konsumsi yang dikemukakan, salah satunya ialah Hipotesis Pendapatan Absolut The Absolute Income Hypothesis. Hipotesis ini dikemukakan oleh Keynes. Keynes menduga bahwa fungsi konsumsi memiliki karakteristik: 1 Kecenderungan mengkonsumsi merupakan fungsi yang stabil dan besarnya konsumsi agregat ditentukan oleh besarnya pendapatan agregat. 2 Konsumsi akan meningkat jika pendapatan meningkat, tetapi peningkatan konsumsi yang terjadi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan. 3 Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar jarak gap antara pendapatan dan konsumsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, semakin besar proporsi dan pendapatan yang ditabung. 4 Peningkatan pendapatan akan diikuti dengan peningkatan tabungan, dan turunnya pendapatan akan diikuti dengan penurunan tabungan dalam jumlah yang lebih besar. Hipotesis ini dinamakan hipotesis pendapatan absolut Absolute Income Hypothesis karena teori ini secara eksplisit mengasumsikan bahwa konsumsi rumah tangga maupun konsumsi agregat merupakan fungsi dari pendapatan rumah tangga absolut atau Pendapatan Nasional absolut Supriana, 2013. Universitas Sumatera Utara

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pola konsumsi pangan rumah tangga adalah penelitian yang dilakukan oleh: Dina Nur Ironi 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Ketersediaan Pangan Pokok dan Pola Konsumsi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo menyimpulkan bahwa Rata-rata ketersediaan pangan pokok beras rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo adalah 1.257,13 kkalkaphari dan termasuk dalam kategori rendah. Pangan pokok tunggal rumah tangga adalah beras, pangan sumber protein nabati lebih banyak dikonsumsi daripada pangan sumber protein hewani, sayuran lebih banyak dikonsumsi daripada buah-buahan, dan rumah tangga mengkonsumsi makanan jadi sesuai selera dan kondisi ekonominya. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi TKE rumah tangga petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo yaitu 70,08 dan tergolong tergolong kurang. Sedangkan rata-rata Tingkat Konsumsi Protein TKP rumah tangga yaitu 95,51 dan tergolong sedang. Berdasarkan sebaran kategori TKE, sejumlah 46,67 rumah tangga termasuk kategori kurang. Sedangkan berdasarkan sebaran kategori TKP, 43,33 rumah tangga termasuk kategori sedang. Sejumlah 60 rumah tangga termasuk tidak tahan pangan energi dan 53,33 termasuk rumah tangga tahan pangan protein. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak rumah tangga yang tahan pangan protein daripada rumah tangga tahan pangan energi. Yuni Hamid, Budi Setiawan, dan Suhartini 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Studi Kasus di Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur Universitas Sumatera Utara menyimpulkan bahwa pola konsumsi pangan di pedesaan dan perkotaan berdasarkan aspek kuantitas masih belum tercapai karena AKE aktual masih kurang dari AKE normatif, dengan nilai AKE dan TKE rata-rata di pedesaan sebesar 1,569.49 kkalkapitahari 78.73 masih berada jauh dibawah AKE dan TKE normatif 2,000 kkalkapitahari dan di perkotaan 1,964.73 kkalkapitahari 98.24 masih kurang untuk mencapai AKE normatif yaitu 2,000 kkalkapitahari. sedangkan nilai AKP aktual rata-rata di pedesaan sebesar 47.70 gramkapitahari 91.59 berada di bawah AKP yaitu 52 gramkapitahari sedangkan AKP aktual di perkotaan sebesar 62.44 120.08 yang berarti sudah melebihi dari AKP normatif. Pola konsumsi pangan berdasarkan aspek kualitas masih belum tercapai sesuai dengan hasil rata-rata skor PPH aktual di desa yaitu 60.27 dan di kota 81.26, meskipun skor PPH dikota lebih tinggi dari desa namun masih berada jauh dibawah skor PPH ideal yaitu 100. Skor PPH Selain dipengaruhi oleh faktor pendapatan, juga dipengaruhi oleh perbedaan daerah tempat tinggal. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap skor PPH adalah variabel pendapatan perkapita, pendidikan ibu rumah tangga dan dummy tempat tinggal. Variabel lainnya, yaitu jumlah anggota rumah tangga, dummy raskin, dan dummy penyuluhan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skor PPH aktual di lokasi penelitian.

2.4 Kerangka Pemikiran