Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar

(1)

ANALISA RANTAI PASOKAN

AGROINDUSTRI TEPUNG UBI JALAR

NISA ZAHRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011 Nisa Zahra NRP F351060071


(4)

(5)

ABSTRACT

NISA ZAHRA. Study on the Supply Chain of Sweet Potato Flour Industry. Under direction of YANDRA ARKEMAN, TITI CANDRA SUNARTI, and ADE FEBRANSYAH

Indonesian people are well known in consuming rice as their staple food. As the national food security becomes very demanding on the rice sufficiency, this situation is growing a problem as rice supply is becoming limited. The government has actually made a serious effort to solve this problem by establishing food diversification programs, such as developing flour agro industry based on local commodities to support the national food security. One of the most potential local commodities of carbohydrate source is sweet potato, as Indonesia is the 4th biggest sweet potato producer in the world (FAO 2007). The implementation of supply chain management in developing the sweet potato flour agro industry is becoming very important. Various parties will be involved in this industry, their requirements need to be fulfilled, and their expectations need to be satisfied. Starting from the farmers producing sweet potato tubers, until the industry producing the sweet potatoes flour. Managing supply chain is about meeting supply to demand, to result higher supply chain surplus among all the parties involved so that this agro industry is hopefully becoming attractive for the parties involved. This research is presenting the characteristic of sweet potato, sweat potato flour, and its potency as the raw material for food industry. The present condition of sweet potato business and sweet potato flour supply chain was also studied, taking West Java as a sample case of study. And as an addition, an efficient supply chain management of sweet potato flour agro industry is designed to become a recommendation, or one of consideration for building the sweet potato flour agro industry. According to this research, sweet potato has good potency to be the raw material of flour industry, but the present supply chain needs to be improved to get the optimum result and advantage.

Keywords: supply chain, sweet potato flour, plant location, optimization, Stella® Simulation


(6)

(7)

RINGKASAN

NISA ZAHRA. Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi jalar. Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN, TITI CANDRA SUNARTI, dan ADE FEBRANSYAH.

Ketahanan pangan telah menjadi isu yang sangat penting bagi hampir setiap negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Masyarakat Indonesia memang telah dikenal mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Maka ketika permintaan atas beras lebih besar daripada pasokannya, timbulah masalah yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Padahal, beras bukan satu-satunya komoditas pemenuh kebutuhan gizi masyarakat. Upaya pemerintah dalam membangun diversifikasi konsumsi pangan sesungguhnya telah dilakukan sejak tahun 1960-an, saat pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan makanan pokok selain beras.

Pengembangan agroindustri tepung-tepungan berbasis komoditas lokal, seperti tanaman ubi-ubian, dalam upaya peningkatan ketahanan pangan nasional dinilai sebagai salah satu langkah yang tepat. Tanaman ubi-ubian merupakan penghasil karbohidrat yang efisien, murah, dan dapat digunakan sebagai suplementasi bahan pangan, pakan dan bahan baku industri. Salah satu tanaman ubi lokal yang berpotensi untuk dikembangkan adalah ubi jalar. Indonesia sendiri menempati urutan keempat sebagai negara penghasil ubi jalar terbesar di dunia setelah China, Uganda, Nigeria dengan jumlah produksi mencapai 1.89 x 106 MT (FAO 2007). Jenis ubi ini sangat mudah ditanam di wilayah Indonesia, hampir seluruh provinsi di Indonesia memproduksi ubi jalar. Tanaman umbi ini mempunyai produktifitas yang cukup tinggi, pemeliharaannya tidak mahal dan harga pokok produksinya cukup rendah.

Dalam membangun suatu agroindustri tepung berbasis komoditas lokal untuk ketahanan pangan, sangat diperlukan suatu manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang baik. Strategi pengaturan operasi dimulai dari petani penghasil ubi jalar, hingga ke industri penghasil tepung ubi jalar ataupun industri pengguna tepung ubi jalar. Manajemen rantai pasokan merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan (Shimchi-Levi et al., 2003). Tujuan dari sebuah rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan keseluruhan nilai yang dihasilkan, yang merupakan selisih antara nilai sebuah produk akhir bagi konsumen dengan biaya rantai pasokan yang ditimbulkan dalam memenuhi permintaan konsumen tersebut. Dengan menerapkan manajemen rantai pasok yang baik dan tepat pada agroindustri tepung ubi jalar, diharapkan agroindustri ini dapat berkembang dan beroperasi secara berkesinambungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik serta protensi ubi jalar dan tepung ubi jalar, mengkaji kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar dan


(8)

menganalisa sistem rantai pasok tepung ubi jalar saat ini. Berdasarkan hasil analisa dan kajian tersebut, sebuah rantai pasokan tepung ubi jalar didesain sebagai masukan bagi pengembangan agroindustri ini. Ruang lingkup penelitian mengenai rantai pasokan diawali dari petani ubi jalar hingga industri penghasil tepung ubi jalar, dengan mengambil studi kasus di daerah Jawa Barat. Kajian kondisi rantai pasokan produk agroindustri dilakukan terhadap produk tepung ubi jalar sebagai bahan baku industri makanan. Kondisi rantai pasok yang ada saat ini diidentifikasi dan dideskripsikan melalui studi pustaka dan pengamatan secara langsung pada sentra produksi ubi jalar dan tepung ubi jalar. Rantai pasok yang menjadi fokus kajian dibatasi sampai pada industri pengguna tepung ubi jalar. Ruang lingkup perancangan rantai pasokan diawali dari petani ubi jalar hingga industri penghasil tepung ubi jalar, dengan mengambil studi kasus di daerah Jawa Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong berkembangnya agroindustri tepung berbasis komoditas lokal, khususnya ubi jalar, untuk menunjang ketahanan pangan.

Keputusan mengenai desain jaringan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar meliputi penugasan peran fasilitas yang ada, penentuan lokasi proses, penyimpanan atau fasilitas lain terkait transport, dan alokasi kapasitas serta pasar pada masing-masing-masing fasilitas. Untuk mengembangkan suatu produk, penyusunan deskripsi atau potret kondisi riil produk perlu dilakukan. Pada penelitian ini kondisi riil usaha tepung ubi jalar dikaji berdasarkan pengamatan pada beberapa sentra produksi ubi jalar. Secara lebih mendalam, kajian mengenai kondisi rantai pasokan tepung ubi jalar saat ini turut dilakukan untuk menjadi gambaran dalam perancangan model rantai pasokan agroindustri ubi jalar. Sebelumnya, dilakukan kajian mendalam terhadap karakteristik fisik dan mekanis dari ubi jalar yang akan menentukan tata cara penyimpanan dan pendistribusian bahan baku, bahan setengah jadi dan produk jadi yang baik untuk meminimalisir kerusakan yang dapat terjadi baik selama penyimpanan maupun perjalanan. Kajian mengenai pasokan ubi jalar menjadi sangat penting dilakukan demi kelangsungan agroindustri tepung ubi jalar. Sebagai sebuah industri, agroindustri tepung ubi jalar dituntut untuk dapat memasok produknya secara kontinyu kepada para pelanggannya. Dalam hal ini pasokan bahan baku ubi jalar menjadi penting untuk dipenuhi. Tahapan selanjutnya dalam proses perancangan rantai pasokan tepung ubi jalar adalah pendefinisian strategi kompetitif berdasarkan identifikasi lanskap ketidakpastian (ketidakpastian demand dan supply). Pada tahap ini dikaji sifat permintaan dari tepung ubi jalar untuk kemudian dicocokan dengan strategi rantai pasokannya.

Dari hasil pengkajian karakteristik dan potensi terhadap tepung ubi jalar diperoleh bahwa potensi pengembangan tepung ubi jalar terbuka luas. Pengolahan ubi jalar ke dalam bentuk tepung memudahkan penggunaan dan pengolahannya menjadi bahan makanan. Industri olahan makanan rata-rata membutuhkan bahan baku berupa tepung. Diharapkan tepung ubi jalar dapat menjadi salah satu pemenuh kebutuhan tersebut. Salah satu jenis ubi jalar yang cocok diolah sebagai tepung ubi jalar adalah jenis ubi jalar putih (sukuh) yang dapat menghasilkan rendemen tepung di atas 30 %.

Rancang bangun rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar sangat penting untuk disusun dan dikaji agar keberlangsungan permintaan (demand) maupun pasokan (supply) dapat terjalin dengan baik. Berdasarkan pengkajian terhadap


(9)

lokasi fasilitas yang cocok sebagai industri penghasil tepung ubi jalar terletak di timur laut kota Garut, dengan pertimbangan kedekatan dengan sumber permintaan dan sumber pasokan ubi jalarnya. Peran pemerintah baik pusat maupun lokal tak dapat dipungkiri sangat penting bagi pengembangan agroindustri ini.

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, strategi rantai pasokan untuk tepung ubi jalar adalah strategi efisiensi rantai pasokan dengan optimasi minimisasi total biaya rantai pasokan. Dengan bahan baku 2 ton ubi jalar, maka

diperoleh besaran total biaya rantai pasokan tepung ubi jalar sebesar Rp 2 752 534.00. Rantai pasokan terdiri dari petani penghasil ubi jalar, industri

pembuat sawut kering yang berlokasi berdekatan. Selanjutnya, sawut kering dikirimkan ke industri penepung yang terletak di daerah timur laut Kota Garut untuk menjangkau dan secara maksimal memenuhi kebutuhan konsumen.


(10)

(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

(13)

ANALISA RANTAI PASOKAN

AGROINDUSTRI TEPUNG UBI JALAR

NISA ZAHRA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(14)

(15)

Judul Penelitian : Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar

Nama : Nisa Zahra

NRP : F351060071

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Yandra Arkeman, MEng Ketua

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, Msi Dr. Ir. Ade Febransyah, MSc Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah


(16)

(17)

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT penulis haturkan, karena berkat rahmat-Nya Tesis yang berjudul Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Master pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng sebagai ketua komisi pembimbing, dan anggota komisi pembimbing Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi dan Bapak Dr. Ir. Ade Febransyah, MSc atas curahan waktu, bimbingan, arahan dengan penuh dedikasi serta dorongan moral hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih dihaturkan kepada kedua orang tua penulis, dan ketiga adik dan kakak penulis serta suami penulis yang tidak hentinya memberikan dukungan moral selama mengerjakan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir Nurdin, MSi dari Balai Besar Industri Agro (BBIA, Bogor) yang telah memberikan banyak bantuan dalam mengumpulkan data, serta kepada Maulidiani, STP, MSc mahasiswa program doktor Universitas Putra Malaysia yang telah banyak membantu penulis dalam mencari jurnal ilmiah internasional terbaru dan Renny Utami Somantri, STP., MSi atas dorongan semangatnya.

Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan secara rinci atas perhatian dan bantuan yang telah diberikan selama masa studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bogor, Juni 2011


(18)

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 November 1980 dari ayah Drs. Chilwan Pandji, Apt., MSc dan ibu Novie Srinovani. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri Tarogong 1 Garut, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Setelah lulus program Sarjana, pada tahun 2003 penulis bekerja sebagai staf operasional di Kantor Konsultan Primakelola Agrobisnis Agroindustri (PKAA-IPB). Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan mengikuti training selama tiga bulan di Suranaree University of Technology di Nakhon Rachasima, Thailand disponsori oleh InWent, Germany. Pada tahun 2006 melanjutkan studi program master pada program studi Teknologi Industri Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(20)

(21)

xix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Rantai Pasokan Agroindustri ... 7

2.2 Pemodelan dan Optimasi ... 11

2.3 Teknik Simulasi ... 15

2.4 Ubi Jalar ... 18

2.5 Penelitian Terdahulu ... 22

III METODOLOGI ... 25

3.1. Kerangka Penelitian ... 25

3.2. Prosedur Penelitian ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Karakteristik Tepung Ubi Jalar ... 35

4.1.1 Karakteristik Ubi Jalar ... 35

4.1.2 Pengolahan Ubi Jalar Menjadi Tepung Ubi Jalar, Panen dan Pascapanen Ubi Jalar ... 39

4.1.3 Karakteristik Tepung Ubi Jalar ... 47

4.1.4 Potensi Pengembangan Tepung Ubi Jalar ... 49

4.2 Kondisi Aktual Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Indonesia ... 51

4.2.1 Produksi Ubi Jalar di Jawa Barat ... 51

4.2.2 Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Kabupaten Bogor ... 55

4.2.3 Agroindustri Tepung Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan ... 58

4.3 Perbaikan Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar ... 67

4.3.1 Identifikasi Sifat Dasar Permintaan Tepung Ubi Jalar ... 67

4.3.2 Analisa Kapabilitas Rantai Pasokan ... 69

4.3.3 Pemetaan Ketidakpastian Permintaan dan Pencocokan Rantai Pasokan dengan Produk (achieving strategic fit) ... 69


(22)

xx

4.4 Pemodelan dan Simulasi ... 69 4.4.1 Pemodelan Lokasi Fasilitas ... 69 4.4.2 Optimasi dengan Simulasi pemodelan Stella® ... 75 VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 83


(23)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Spesifikasi persyaratan khusus ubi jalar ... 20 2 Kandungan kimia ubi jalar per 100 g bahan segar ... 20 3 Produk fungsional versus produk inovatif: perbedaan permintaan ... 29 4 Kandungan gizi dalam100 g beras, jagung, terigu dan ubi jalar ... 37 5 Warna ubi dan komposisi kimia beberapa klon ubi jalar ... 39 6 Komposisi kimia tepung terigu, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar ... 47 7 Perbandingan karakteristik beberapa jenis tepung ... 48 8 Keragaman hasil olahan tepung ubi jalar ... 50 9 Jumlah produksi dan pangsa produksi ubi jalar di Jawa Barat

tahun 2006 ... 53 10 Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Bogor

(tahun 2000 – 2005) ... 56 11 Data luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas berbagai

komoditas pertanian di Kabupaten Kuningan ... 59 12 Penggolongan ketidakpastian permintaan dalam sebuah produk

(Waddington 2002) ... 68 13 Jumlah industri tepung dan industri roti dan kue pada setiap

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat ... 70 14 Data yang digunakan dalam pemilihan daerah sebagai lokasi industri

penghasil tepung ... 71 15 Pengolahan data dan pemilihan daerah sebagai lokasi industri penghasil


(24)

(25)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Para pelaku dalam rantai pasokan (Chopra & Meindl 2007) ... 9 2 Diagram skematik rantai pasokan dilihat dari perspektif prosesor dalam

rantai pasokan produk makanan hasil pertanian (Vorst 2000) ... 10 3 Cara mempelajari sistem (Law & Kelton 2000) ... 12 4 Taksonomi model rantai pasok (Min & Zhou 2002) ... 14 5 Ubi jalar (Ipomoea batatas) ... 19 6 Pohon industri ubi jalar ... 21 7 Kerangka pemikiran penelitian ... 27 8 Diagram alir penelitian ... 28 9 Matriks kecocokan (Fisher 1997)... 30 10 Proses pembuatan tepung ubi jalar ... 42 11 Jalur pemasaran ubi jalar (Hafsah 2004) ... 52 12 Perkembangan produksi ubi jalar Jawa Barat tahun 1996 - 2006 ... 54 13 Perkembangan produksi ubi jalar di Kab. Kuningan, Kab. Bogor dan

Kab Garut pada tahun 1996 - 2006 ... 55 14 Lokasi industri rumah tangga tepung ubi jalar ... 57 15 Proses pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar ... 58 16 Peta lokasi Kabupaten Kuningan (Disperindag Kab Kuningan 2009) ... 60 17 Bangunan dan sarana pembuatan chip ubi jalar di Kab. Kuningan ... 62 18 Agroindustri tepung ubi jalar di Kab. Kuningan ... 63 19 Peralatan untuk pengolahan tepung ubi jalar ... 64 20 Aneka makanan olahan berbasis tepung ubi jalar ... 66 21 Rantai pasokan ubi jalar dan tepung ubi jalar di daerah Kuningan ... 67 22 Rantai pasokan tepung ubi jalar di Kabupaten Kuningan ... 67


(26)

xxiv

23 Peta lokasi penghasil tepung ubi jalar ... 73 24 Pemodelan rantai pasokan tepung ubi jalar dengan program Stella® ... 76


(27)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Teknologi budidaya ubi jalar di lahan sawah ... 85 2 Produksi ubi jalar Indonesia menurut provinsi 2005-2009 ... 89 3 Luas panen ubi jalar Indonesia menurut provinsi 2005-2009 ... 90 4 Produktivitas ubi jalar Indonesia menurut provinsi 2005-2009 ... 91 5 Perkembangan luas panen dan produksi ubi jalar di berbagai daerah di

Jawa Barat tahun 2003 - 2008 ... 92 6 Luas panen ubi jalar rata-rata per bulan di Jawa Barat (ha) periode tahun

1987 - 2005 ... 95 7 Persamaan dalam simulasi dengan pemrograman Stella® ... 96


(28)

(29)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan telah menjadi isu yang sangat penting bagi hampir setiap negara di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Masyarakat Indonesia memang telah dikenal mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Maka ketika permintaan beras lebih besar daripada pasokannya, timbulah masalah yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Padahal, beras bukan satu-satunya komoditas pemenuh kebutuhan gizi masyarakat. Upaya pemerintah dalam membangun diversifikasi konsumsi pangan sesungguhnya telah dilakukan sejak tahun 1960-an, saat pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahan makanan pokok selain beras. Diversifikasi konsumsi pangan pada hakekatnya tidak hanya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga sebagai upaya meningkatkan mutu gizi makanan rakyat baik dari segi kuantitas, maupun kualitasnya. Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan juga meningkatkan ketahanan pangan nasional (Ariani 2006).

Timbulnya gagasan mengenai pengembangan agroindustri tepung-tepungan berbasis komoditas lokal, seperti ubi-ubian, dalam rangka upaya pendiversifikasian konsumsi pangan dinilai sebagai salah satu jawaban dan langkah yang tepat dalam upaya peningkatan ketahanan pangan nasional. Pemberdayaan komoditas lokal tersebut sesungguhnya memang tengah diupayakan di beberapa daerah di Indonesia.

Tanaman ubi-ubian dikenal sebagai komoditas lokal penghasil karbohidrat yang efisien, murah, dan dapat digunakan sebagai suplementasi bahan pangan, pakan dan bahan baku industri. Salah satu tanaman ubi lokal yang berpotensi untuk dikembangkan adalah ubi jalar. Indonesia sendiri menempati urutan keempat sebagai negara penghasil ubi jalar terbesar di dunia setelah China, Uganda, Nigeria dengan jumlah produksi mencapai 1.89 x 106 MT (FAO 2007). Jenis ubi ini sangat mudah ditanam di wilayah Indonesia, hampir seluruh provinsi di Indonesia memproduksi ubi jalar. Tanaman umbi ini mempunyai produktifitas yang cukup tinggi (dapat mencapai 30 ton/ha), pemeliharaannya tidak mahal dan harga pokok produksinya cukup rendah. Berbagai hasil penelitian menunjukan


(30)

2

bahwa ubi jalar merupakan komoditas yang memiliki potensi manfaat dan pengembangan yang baik. Hampir seluruh bagian tanaman ubi jalar dapat dimanfaatkan. Ubi jalar memiliki kandungan gizi yang baik, merupakan sumber vitamin A dan vitamin C tinggi, serta karbohidratnya mengandung LGI (Low Glycemix Index 54) yang rendah sehingga cocok dikonsumsi bagi penderita diabetes.

Pengolahan ubi jalar menjadi bentuk tepung dapat mempermudah penyimpanan dan menambah variasi dalam pemanfaatannya serta memperlama penyimpanan. Seperti tepung terigu, tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai macam makanan, seperti aneka kue kering, mie, bihun, roti dan sebagainya. Dalam bentuk tepung, ubi jalar dapat difortifikasi dengan berbagai zat gizi yang diinginkan. Proses pembuatan tepung ubi jalar pun dapat dikatakan relatif sederhana, mudah dan murah.

Selain ubi jalar, beberapa komoditas yang dapat digunakan untuk tepung antara lain sorghum, jagung, singkong, kentang, sagu, talas, garut, sukun, ganyong dan talas belitung. Pemilihan komoditas untuk dikembangkan tersebut dipengaruhi pertimbangan kecocokan lahan di daerah tersebut dan kebiasaan masyarakat setempat. Tepung ubi jalar selama ini pernah diusahakan di beberapa daerah, diantaranya di kabupaten Bogor dan Kabupaten Kuningan. Pengembangannya telah menjadi objek penelitian beberapa instansi pemerintahan dan perguruan tinggi.

Pemberdayaan agroindustri tepung-tepungan berbasis komoditas lokal yaitu tepung ubi jalar jelas perlu ditunjang oleh perencanaan dan pelaksanaan yang baik. Kejelasan dan pengaturan tata rantai pasokan yang baik dapat menunjang keberhasilan program ini. Manajemen rantai pasok atau yang lebih dikenal dengan Supply Chain Management (SCM) menjadi penting untuk diterapkan agar keberlangsungan agroindustri tepung ubi jalar dapat tercapai sehingga pada akhirnya dapat turut serta berkontribusi dalam menunjang ketahanan pangan nasional.

SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan sebagai upaya untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dapat dihasilkan dan didistribusikan


(31)

3

dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat demi memuaskan kebutuhan pelanggan (Shimchi-Levi et al. 2003). Melalui pengaturan rantai pasok (SCM) agroindustri tepung ubi jalar yang baik, diharapkan pasokan bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi dalam agroindustri ini dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Penerapan SCM pada rangkaian pasokan berbagai produk dapat memiliki strategi yang berbeda-beda demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumennya. Namun, secara umum, setiap SCM bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan/surplus (selisih pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan total biaya) keseluruhan rantai pasokan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah rantai pasokan secara keseluruhan, semakin sukses pula rantai pasokan tersebut. Sehingga diharapkan penerapan SCM pada agroindustri tepung ubi jalar ini dapat meningkatkan pendapatan para petani ubi jalar khususnya, dan juga meningkatkan pendapatan para pihak yang terkait sepanjang rantai pasokan agroindustri ini.

Rantai pasokan yang ideal bagi sebuah agroindustri perlu dirancang dengan baik. Bagi rantai pasokan yang telah ada, perlu dianalisa dan dilakukan upaya perbaikan terhadap rantai pasokan tersebut. Perbaikan rantai pasokan yang ada diawali dengan kegiatan penentuan strategi rantai pasok. Pengidentifikasian pihak-pihak yang terlibat sepanjang rantai pasokan perlu dilakukan agar struktur rantai pasok agroindustri tepung ubi jalar dapat disusun. Dalam penelitian ini, kegiatan simulasi untuk optimasi rantai pasokan pun dilakukan untuk memperoleh rancangan rantai pasokan yang ideal (optimal).

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri tepung ubi jalar adalah ketidakpastian pasokan bahan baku industri, yakni umbi ubi jalar. Di beberapa daerah, masih terdapat keengganan para petani untuk menanam tanaman ini. Di tengah masyarakat sendiri, ubi jalar masih dipandang sebagai makanan yang kurang populer. Rantai tata niaga ubi jalar yang selama ini ada pun lebih menguntungkan bagi beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, dan seringkali para petani penanam ubi jalar justru mengalami kerugian. Harga ubi jalar seringkali berfluktuasi, sehingga ketika harganya jatuh, para petani memilih untuk


(32)

4

tidak menjualnya dan membiarkan hasil panen mereka membusuk (studi kasus: Kabupaten Kuningan).

Di samping permasalahan pasokan bahan baku, pasar tepung ubi jalar yang belum jelas menjadi salah satu kendala pengembangan agroindustri ini. Padahal tepung ubi jalar memiliki potensi yang cukup baik sebagai bahan baku industri makanan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian (Zuraida & Supriati 2001, Irfansyah 2001, Damardjati & Widowati 1994) tepung ubi jalar dapat menjadi substitusi tepung terigu dan jenis tepung-tepungan lainnya dalam pengolahan makanan. Selain kurangnya sosialisasi dan promosi akan potensi dan manfaat pengunaan tepung ubi jalar kepada pihak industri pengguna tepung, ketidakjelasan pasokan tepung ubi jalar dari pemasok pun dinilai menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya pemanfaatan tepung ubi jalar ini.

Dalam membangun suatu agroindustri tepung berbasis komoditas lokal untuk ketahanan pangan, sangat diperlukan suatu manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang baik. Perancangan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah pihak yang terlibat di dalamnya. Strategi pengaturan operasi dimulai dari petani penghasil bahan baku –dalam hal ini ubi jalar, hingga ke industri penghasil tepung ubi jalar ataupun industri pengguna tepung ubi jalar.

Analisa terhadap rantai pasokan tepung ubi jalar yang telah ada pada ruang lingkup yang telah ditentukan menjadi perlu dilakukan agar dapat menjadi masukan saat perancangan perbaikan rantai pasokan agroindustri ini. Rantai pasokan tepung ubi jalar yang selama ini telah ada umumnya hanyalah rantai tata niaga yang tidak terorganisir dengan baik, sehingga lebih menguntungkan bagi pihak tertentu saja. Informasi mengenai karakteristik potensi tepung ubi jalar, karakteristik bahan setengah jadi maupun karakteristik umbi ubi jalar sebagai bahan baku agroindustri perlu digali sebagai salah satu dasar saat melakukan perbaikan rancangan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar yang optimal. Penyusunan strategi rantai pasokan perlu dilakukan berdasarkan kajian terhadap ketidakpastian supply dan demand.

Dengan menerapkan manajemen rantai pasok yang baik dan tepat pada agroindustri tepung ubi jalar, diharapkan agroindustri ini dapat berkembang dan


(33)

5

beroperasi secara berkesinambungan. Untuk itu, perlu dilakukan kajian dan analisa terhadap rantai pasok tepung ubi jalar yang ada saat ini sebagai masukan bagi perancangan model rantai pasokan yang tepat bagi agroindustri tepung ubi jalar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mengkaji potensi dan karakteristik ubi jalar dan tepung ubi jalar.

2. Mengkaji kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar dan sistem rantai pasok tepung ubi jalar saat ini di beberapa kota di Jawa Barat.

3. Merancang perbaikan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar dan memperoleh hasil simulasi terhadap model rantai pasokan yang dibangun dengan melihat pengaruhnya terhadap biaya total rantai pasokan dalam agroindustri tepung ubi jalar.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Analisa kondisi rantai pasokan produk agroindustri dilakukan terhadap produk tepung ubi jalar. Kondisi rantai pasok yang ada saat ini diidentifikasi dan dideskripsikan melalui studi pustaka dan pengamatan secara langsung pada sentra produksi ubi jalar dan tepung ubi jalar. Rantai pasok yang menjadi fokus kajian dibatasi sampai pada industri pengguna tepung ubi jalar. Ruang lingkup perancangan rantai pasokan diawali dari petani ubi jalar hingga industri penghasil tepung ubi jalar, dengan mengambil studi kasus di daerah Jawa Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong berkembangnya agroindustri tepung umbi-umbian berbasis komoditas lokal, khususnya ubi jalar, untuk menunjang ketahanan pangan. Pengkajian terhadap karakteristik, potensi dan kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar serta perbaikan model rantai pasokannya yang efektif diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup dan menjadi pendukung bagi pihak-pihak yang yang terlibat, baik dalam perencanaan maupun pengembangan agroindustri tepung ubi jalar.


(34)

(35)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rantai Pasokan Agroindustri

Supply Chain Management (SCM) atau rantai pengadaan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yang sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang (Indrajit & Djokopranoto 2002). Sebuah rantai pasokan terdiri dari seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen.

Manajemen rantai pasokan merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Merancang dan mengimplementasikan rantai pasokan yang optimal secara global cukup sulit karena kedinamisannya serta terjadinya konflik tujuan antar fasilitas dan partner (Shimchi-Levi et al. 2003).

Kajian dan penelitian dalam pengembangan dan pengoptimasian SCM untuk produk hasil pertanian (agroindustri) banyak dilakukan seiring dengan penelitian yang dilakukan pada ranah SCM untuk produk manufaktur. Produk agroindustri meliputi produk dari perusahaan yang mengolah bahan-bahan yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahan tersebut mencakup transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik atau kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi (Brown 1994).

Istilah rantai pasokan agroindustri (agri-food supply chain) sendiri digunakan untuk menggambarkan aktivitas mulai dari proses produksi hingga ke proses distribusi yang membawa produk hortikultur atau produk pertanian dari tanah pertanian ke atas meja konsumen (Ahumada & Villalobos 2009). Rantai pasokan agroindustri dibentuk oleh serangkaian organisasi yang melakukan proses produksi (oleh petani), proses distribusi, proses pengolahannya, dan pemasaran produk hasil pertanian ke konsumen.


(36)

8

Perbedaan karakteristik yang jelas antara produk manufaktur dengan produk agroindustri juga menimbulkan perbedaan dalam rantai pasokan keduanya. Menurut Aramyan et al. (2006), yang membuat rantai pasok agroindustri berbeda dengan rantai pasok produk lainnya adalah:

1. Sifat produksinya, yang sebagian berbasis pada proses biologis, sehingga meningkatkan keanekaragaman dan resiko.

2. Sifat produknya, yang memiliki beberapa karakterisitik khusus, seperti mudah rusak (perishablelity) dan kamba (bulky), sehingga membutuhkan rantai pasok tipe tertentu, dan

3. Perilaku sosial dan konsumen terhadap isu-isu keamanan pangan, keselamatan binatang, dan tekanan lingkungan.

Tujuan dari sebuah rantai pasokan adalah untuk memaksimalkan keseluruhan nilai yang dihasilkan, yang merupakan selisih antara nilai sebuah produk akhir bagi konsumen dengan biaya rantai pasokan yang ditimbulkan dalam memenuhi permintaan konsumen tersebut. Bagi hampir semua rantai pasokan, nilai sangat berkorelasi dengan keuntungan rantai pasokan (supply chain profitability/supply chain surplus), yaitu selisih antara pendapatan yang didapatkan dari konsumen dengan keseluruhan biaya rantai pasokan. Keuntungan rantai pasokan merupakan keuntungan total yang terbagi di seluruh tahap rantai pasokan. Semakin tinggi keuntungan sebuah rantai pasokan, semakin berhasil rantai pasokan tersebut. Keberhasilan sebuah rantai pasokan hendaknya diukur dari segi keuntungan sebuah rantai pasokan secara keseluruhan dan bukan dari keuntungan masing-masing pelaku. Untuk rantai pasokan manapun, terdapat satu sumber pendapatan, yaitu konsumen. Sedangkan seluruh aliran informasi, produk dan dana menghasilkan biaya (cost) bagi rantai pasokan. Karenanya, pengaturan yang baik dari aliran tersebut merupakan kunci dari keberhasilan rantai pasokan. Manajemen rantai pasokan yang efektif melibatkan manajemen aset rantai pasokan dan produk, informasi, dan dana yang mengalir untuk memaksimumkan keuntungan rantai pasokan (Chopra & Meindl 2007). Sebagaimana rantai pasokan untuk produk lainnya, rantai pasokan agroindustri juga merupakan sebuah jaringan dari berbagai organisasi yang bekerja bersama dalam aktivitas dan proses yang berbeda-beda dalam rangka memuaskan permintaan konsumen.


(37)

9

Istilah supply chain atau rantai pasokan mengandung arti bahwa hanya ada satu pemain yang terlibat pada setiap tahap rantai pasok. Pada kenyataanya, sebuah pabrik dapat menerima bahan baku dari beberapa pemasok dan kemudian memasok produk jadinya ke beberapa distributor. Berdasarkan hal ini, sesungguhnya kebanyakan supply chain (rantai pasokan) merupakan network atau jaringan (Chopra & Meindl 2007). Pada umumnya rantai pasokan melibatkan beberapa pelaku (Gambar 1), yang meliputi:

1. Konsumen

2. Retailers/pengecer 3. Wholesalers/distributor 4. Manufakturer/pabrik

5. Supplier/pemasok bahan baku/komponen

Gambar 1 Para pelaku dalam rantai pasokan (Chopra & Meindl 2007)

Jaringan rantai pasok terdiri dari pemasok, gudang, pusat distribusi, dan outlet retail, termasuk bahan baku, persediaan (Work in process inventory), dan produk jadi yang mengalir melalui fasilitas tersebut (Shimchi-Levi et al. 2003). Konfigurasi jaringan dapat melibatkan beberapa isu terkait dengan lokasi pabrik, gudang, dan lokasi retailer. Permasalahan konfigurasi jaringan biasanya melibatkan banyak data, termasuk informasi lokasi pelanggan, lokasi retail, lokasi gudang yang ada, dan pusat distribusi, fasilitas pabrik dan supplier; informasi produk, termasuk volume, cara transportasi; permintaan tahunan menurut lokasi

supplier

supplier

supplier

manufacturer distributor retailer customer

manufacturer

manufacturer

distributor

distributor

retailer

retailer

customer


(38)

10

pelanggan, biaya pabrik, termasuk biaya tenaga kerja, biaya inventory, dan biaya operasi tetap; ukuran dan frekuensi pengiriman produk ke pelanggan; biaya pemesanan; serta persayaratan dan tujuan pelayanan pelanggan.

Menurut Aramyan et al. (2006), terdapat dua tipe rantai pasok agroindustri, yaitu:

1. Rantai pasok untuk produk segar, seperti sayuran, bunga dan buah-buahan 2. Rantai pasok untuk produk pertanian hasil pemrosesan

Gambar 2 Diagram skematik rantai pasokan dilihat dari perspektif prosesor dalam rantai pasokan produk makanan hasil pertanian (Vorst 2000)

Gambar 2 memperlihatkan rantai pasokan hasil pertanian secara umum. Masing-masing pelaku ditempatkan pada lapisan jaringan dan tergolong dalam setidaknya satu rantai pasokan: sebagai contoh, biasanya suatu rantai pasokan memiliki banyak pemasok (supplier) dan konsumen dalam suatu waktu. Pelaku lainnya dalam jaringan mempengaruhi performa dari rantai.

Desain atau rancangan sebuah rantai pasokan yang cocok sangat tergantung dari kebutuhan konsumen dan peran masing-masing tahap yang terlibat (Chopra & Meindl 2007). Terdapat hubungan yang erat antara rancang bangun dan manajemen aliran rantai pasokan (produk, informasi dan dana) dan kesuksesan


(39)

11

sebuah rantai pasokan. Keputusan mengenai rancang bangun rantai pasokan, perencanaan dan pelaksanaannya memainkan peran yang penting dalam kesuksesan atau kegagalan sebuah usaha. Rancang bangun atau strategi rantai pasok merupakan fase atau kategori pertama dalam pembuatan keputusan mengenai rantai pasok. Dua fase lainnya adalah perencanaan rantai pasok dan pelaksanaannya. Rancang bangun rantai pasokan yang cocok tergantung pada kebutuhan konsumen dan peranan yang berlaku pada setiap tahap yang terlibat dalam sebuah rantai pasokan (Chopra & Meindl 2007).

Proses yang terjadi dalam sebuah rantai pasokan dibagi menjadi dua kategori, tergantung dari pertimbangan apakah proses tersebut dilakukan sebagai respon atas pesanan konsumen (pull processes) atau sebagai antisipasi terhadap pesanan konsumen (push processes). Tinjauan push/pull processes dalam sebuah rantai pasokan dapat mempengaruhi pertimbangan keputusan stategis pada saat pembangunan desain rantai pasokan (Chopra & Meindl 2007). Faktor lain yang mempengaruhi rancangan rantai pasokan adalah sifat dari permintaan terhadap produk (nature of the demand), apakah termasuk produk fungsional atau produk inovatif.

2.2 Pemodelan dan Optimasi

Sebuah model dirancang sebagai representasi dari sebuah sistem. Law dan Kelton (2000) mengkategorikan sistem ke dalam dua tipe, yaitu sistem diskrit dan kontinyu. Sistem diskrit adalah sebuah sistem di mana peubahnya berubah secara instan pada titik waktu yang terpisah. Pada sistem kontinyu, peubahnya berubah secara kontinyu seiring dengan perubahan waktu. Beberapa cara untuk mempelajari sebuah sistem disajikan pada Gambar 3.

Model fisik atau yang disebut juga dengan model ikonik salah contohnya adalah miniatur. Model matematis merepresentasikan sistem secara logis dan berupa hubungan kuantitatif yang kemudian dimanipulasi dan dirubah untuk kemudian dilihat bagaimana model tersebut bereaksi dan lalu bagaimana sistem itu bereaksi, -jika model tersebut valid. Ketika sebuah model matematis dibangun, model tersebut kemudian harus diperiksa untuk melihat apakah model tersebut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.


(40)

12

Gambar 3 Cara mempelajari sistem (Law & Kelton 2000)

Jika sebuah hubungan yang membentuk sebuah model cukup sederhana, maka dapat digunakan metode matematis untuk memperoleh informasi pasti terhadap pertanyaan yang diajukan; proses ini disebut juga dengan penyelesaian analitis. Namun, permasalahan di dunia nyata seringkali terlalu kompleks sehingga model realistik yang ada menjadi sulit diselesaikan secara analitik, dan karenanya dibutuhkan penyelesaian dengan menggunakan simulasi. Pada proses simulasi, komputer digunakan untuk mengevaluasi sebuah model secara numerik, dan data dikumpulkan untuk mengestimasi karakteristik nyata yang diinginkan pada sebuah model (Law & Kelton 2000).

Cakupan dalam sebuah rantai pasokan sangat luas sehingga tidak ada satu model pun yang dapat menjangkau seluruh aspek dalam proses rantai pasokan. Min dan Zhou (2002) mengusulkan beberapa panduan dalam menentukan cakupan permasalahan dalam pemodelan sebuah rantai pasokan yang dapat meminimalisir dilema antara kompleksitas model dengan realitas. Salah satu usulan tersebut adalah panduan yang diajukan oleh Chopra dan Meindl (2007), yang didasari tiga level hirarki keputusan berdasarkan frekuensi dan jangka waktu masing masing keputusan, yaitu:

Sistem

Percobaan dengan sistem aktual

Percobaan dengan model sistem

Model fisik Model matematis


(41)

13

1. Desain atau strategi rantai pasokan (competitive strategy)

Pada level ini, perusahaan menentukan bagaimana struktur rantai pasokan untuk beberapa tahun ke depan. Konfigurasi rantai pasokan ditentukan meliputi bagaimana alokasi sumber daya, dan proses apa saja yang terjadi dalam masing-masing tahap. Beberapa keputusan strategis yang dibuat perusahaan meliputi apakah perusahaan akan melakukan fungsi rantai pasokannya secara in-house atau dengan outsource, lokasi dan kapasitas produksi dan fasilitias penyimpanan, produk yang akan dibuat atau disimpan dalam berbagai tempat, moda transportasi, dan tipe sistem informasi yang akan digunakan. Sebuah perusahaan harus memastikan konfigurasi rantai pasokannya mendukung tujuan strategisnya, dan meningkatkan surplus rantai pasoknya selama fase ini. Keputusan mengenai strategi rantai pasokan dibuat untuk jangka panjang (tahunan) dan sangat mahal untuk dirubah dalam jangka pendek. Ketidakpastian pada kondisi pasar harus turut diperhitungan dalam fase ini.

2. Perencanaan rantai pasokan (tactical plans)

Jangka waktu pada tahap ini adalah 3 bulan sampai satu tahun. Konfigurasi rantai pasok yang ditentukan pada tahap sebelumnya sudah dibuat. Konfigurasi ini menciptakan kendala di mana perencanaan mesti dibuat. Perusahaan memulai fase ini dengan dengan peramalan untuk tahun yang akan datang (atau jangka waktu tertentu) dari permintaan pada pasar yang berbeda. Perencanaan meliputi pengambilan keputusan sehubungan dengan pasar mana yang akan di-supply dari lokasi mana, subkontrak proses manufaktur, peraturan penyimpanan, waktu dan ukuran pemasaran dan promosi harga. Pada tahap ini, perusahaan harus mengikutsertakan ketidakpastian permintaan, nilai tukar, dan kompetisi dalam keputusannya. 3. Operasi rantai pasokan (operational routines)

Jangka waktu pelaksanaan fase ini adalah mingguan atau harian, dan selama fase ini perusahaan melakukan keputusan mengenai pesanan individu dari pelanggan. Tujuan dari operasi rantai pasokan pada tahap ini adalah untuk menangani pesanan yang masuk sebaik mungkin. Karena keputusan


(42)

14

operasional dilakukan pada jangka waktu yang pendek, ketidakpastian yang terjadi pun sangat sedikit.

Min dan Zhou (2002) mengembangkan sebuah taksonomi pemodelan rantai pasok berdasarkan berbagai sumber (Gambar 4). Model rantai pasokan diklasifikasikan ke dalam empat kategori:

1. Deterministic (non-probabilistik). Pada model ini diasumsikan semua parameter model diketahui secara pasti

2. Stokastik (probabilistik). Pada model ini, ketidakpastian dan parameter acak ikut dipertimbangkan.

3. Hibrid. Model ini mengandung elemen deterministik dan stokastik.

4. IT-Driven. Model ini melibatkan informasi dan teknologi untuk memperbaiki efisiensi rantai pasokan.

Gambar 4 Taksonomi model rantai pasok (Min & Zhou 2002)

Dalam merancang rantai pasokan terdapat proses optimasi terhadap efektifitas rantai pasokan. Penentuan strategi rantai pasokan yang baik dan perancangan rantai pasokan yang tepat akan meningkatkan surplus rantai pasokan, yaitu margin antara pendapatan yang diperoleh dari konsumen dengan keseluruhan biaya yang timbul dalam rantai pasokan. Menurut Chopra dan Meindl (2007), desain rantai pasokan tergantung pada kebutuhan konsumen dan peran

Pemodelan rantai pasokan

Model deterministik Model stokastik Model hibrid Model IT-driven Single objective Multiple objective Optimal Control Theory Dynamic programming Inventory

Theoritic Simulation


(43)

15

yang dilakoni oleh setiap tahapan rantai pasok. Perancangan desain rantai pasokan hendaknya dilakukan untuk meningkatkan profit atau surplus rantai papsok secara keseluruhan.

Menurut Simchi-Levi et al. (2003), ketika data telah dikumpulkan, ditabulasikan, dan diverifikasi, tahapan berikutnya yang perlu dilakukan adalah optimasi konfigurasi jaringan rantai pasok. Secara umum, terdapat dua teknik optimasi jaringan:

1. Optimasi matematis, meliputi:

a.Algoritma eksak yang menjamin penemuan solusi optimal, yaitu solusi dengan biaya terendah

b.Algoritma heuristik, yang menemukan solusi yang baik, namun belum tentu yang optimal

2. Simulasi model, menyajikan mekanisme untuk mengevaluasi alternatif rancang bangun spesifik yang dibuat oleh perancang.

2.3 Teknik Simulasi

Jika hubungan yang membentuk sebuah model cukup sederhana, maka dapat digunakan metode matematika (diantaranya adalah aljabar dan kalkulus) untuk mendapatkan informasi atau penyelesaian dari model tersebut. Cara seperti ini biasa disebut dengan penyelesaian secara analitik. Namun, banyak sistem dalam dunia nyata yang terlalu kompleks sehingga tidak memungkinkan dievaluasi dengan metode analitik saja. Model-model tersebut dapat dipelajari dengan menggunakan metode simulasi. Dalam simulasi, komputer digunakan untuk mengevaluasi sebuah model secara numerk, dan data digabungkan untuk memperkirakan karakteristik nyata dari model tersebut (Law & Kelton 2000).

Chopra dan Meindl (2007) mengungkapkan bahwa simulasi adalah sebuah model komputer yang mereplikasi/meniru situasi kehidupan nyata (real life situation), yang memperkenankan penggunanya untuk mengestimasi keluaran potensial apa saja yang akan muncul dari masing-masing set tindakan yang telah dibuat. Simulasi merupakan sebuah alat yang dapat membantu mengevaluasi pengaruh dari sebuah keputusan terhadap performa pada lingkungan yang tidak pasti. Pada beberapa kasus tertentu, skenario masa depan dapat dimodelkan secara


(44)

16

matematis tanpa simulasi dan formula dapat diperoleh dari pengaruh atas penerapan beberapa keputusan. Pada kasus lain, seringkali formula tersebut terlalu sulit atau bahkan tidak mungkin didapatkan dan karenanya harus digunakan simulasi. Simulasi dikatakan kuat karena dapat mengakomodasi berbagai komplikasi. Masalah-masalah yang tidak dapat diatasi secara analitis seringkali dapat diatasi dengan mudah dengan menggunakan simulasi. Simulasi yang baik adalah sebuah cara yang tidak mahal untuk menguji berbagai tindakan dan mengidentifikasi keputusan yang paling efektif untuk masa depan yang tidak pasti.

Menurut Stefanofic et al. (2009), simulasi komputer dan model simulasi dapat digunakan untuk memodelkan jaringan pasokan yang rumit semirip sistem aslinya, menjalankan model-model tersebut dan mengobservasi perilaku sistem. Simulasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses perancangan model abstrak dari sebuah sistem real (atau subsistem) dan melakukan percobaan dengan model tersebut dalam rangka baik memahami perilaku sistem maupun mengevaluasi berbagai strategi dalam batasan serangkaian kriteria.

Beberapa keuntungan dari simulasi komputer jaringan rantai pasok adalah sebagai berikut (Stefanovic et al. 2009):

1. Simulasinya jelas dan fleksibel

2. Dapat menganalisis sistem real yang kompleks seperti jaringan rantai pasokan 3. Dengan simulasi, pengaruh yang terdapat pada dunia nyata (real-world influences) dapat dipertimbangkan, sebagai contoh faktor ketidakpastian pada permintaan (demand) atau lead time.

4. Mempersingkat waktu.

5. Simulasi dapat melakukan analisi “what-if”. Pengguna dapat menguji hasil simulasi berdasarkan keputusan yang berbeda-beda.

6. Dengan menggunakan simulasi, efek dari kompenen, parameter dan variabel dapat dipelajari pada level global.

7. Simulasi tidak mengganggu sistem nyata. Sebagai contoh, uji coba konfigurasi rantai pasokan dapat dilakukan tanpa gangguan dan investasi yang signifikan.


(45)

17

Adapun kelemahan simulasi komputer adalah sebagai berikut (Stefanovic et al. 2009):

1. Kualitas model simulasi bisa jadi mahal dan menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan dan memvalidasinya.

2. Simulasi merupakan pendekatan “modifikasi-mencoba” (modify-try), sehingga tidak menghasilkan solusi yang optimum.

3. Biasanya dibutuhkan pemodelan dan pendefinisian semua data yang relevan agar dapat diperoleh hasil yang valid. Hal ini dapat menjadi sangat sulit pada pengembangan skenario jaringan rantai pasokan yang kompleks.

Model simulasi dapat diklasifikasikan atas tiga dimensi yang berbeda (Law & Kelton 2000):

1. Model Simulasi Statis dan Dinamis

Model simulasi statis adalah model yang merepresentasikan sistem pada waktu tertentu, atau yang dapat digunakan untuk merepresentasikan sebuah sistem di mana waktu tidak berpengaruh. Model simulasi dinamis merepresentasikan sebuah sistem yang berubah sesuai dengan waktu.

2. Model Simulasi Deterministik dan Stokastik

Jika sebuah model simulasi tidak mengandung komponen probabilistik, maka model tersebut disebut dengan model deterministik. Sebaliknya, bila sistem yang dimodelkan mengandung beberapa komponen acak, maka model tersebut termasuk model probabilistik.

3. Model Simulasi Kontinyu dan Diskrit

Model simulasi diskrit merupakan pemodelan suatu sistem yang berubah sesuai waktu di mana peubahnya berubah secara instan pada titik waktu yang berbeda. Model simulasi kontinyu merupakan pemodelan di mana peubahnya berubah secara kontinyu sesuai dengan perubahan waktu.

Bahasa Pemrograman Stella®

Stella® merupakan perangkat lunak untuk pemodelan berbasis “flow-chart” yang dikembangkan oleh isee systems inc. Stella® termasuk bahasa pemrograman interpreter dengen pendekatan lingkungan multi-level hirarkis, baik untuk menyusun model maupun untuk berinteraksi dengan model.


(46)

18

Dalam program Stella® terdapat tiga jenjang (layering) yang saling terkait untuk mempermudah pengelolaan model, terutama untuk model yang sangat kompleks. Hal ini sangat bermanfaat untuk pembuat program model maupun untuk pengguna model tersebut. Ketiga jenjang tersebut adalah:

1. High-Level Mapping Layer, yaitu jenjang antar-muka bagi pengguna (user interface). Pada jenjang ini pengguna model dapat bekerja, seperti mengisi parameter model dan melihat tampilan keluaran.

2. Model Construction Layer. Jenjang ini adalah tempat model berbasis “flow -chart”. Apabila pengguna model ingin memodifikasi struktur model, dapat dilakukan dengan jenjang ini.

3. Equation Layer. Pada jenjang ini dapat dilihat persamaan-persamaan matematika yang digunakan dalam model.

Stella® merupakan bahasa pemrograman jenis interpreter berbasis grafis. Pemakai Stella® dapat dengan mudah menyusun model dengan merangkaikan bentuk-bentuk geometris seperti bujursangkar, lingkaran dan panah yang dikenal dengan building blocks. Alat bantu lain di Stella® yang diperlukan dalam menyusun model di antaranya adalah menu, control, toolbars, dan objects. Banyak diantara alat bantu tersebut mirip dengan alat bantu yang digunakan dalam Windows, akan tetapi banyak pula alat bantu yang tidak sama yang merupakan ciri khas Stella®.

2.4 Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan umbi dari tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) dalam keadaan utuh, segar, bersih dan aman dikonsumsi serta bebas dari organisme pengganggu tumbuhan. Syarat mutu umum ubi jalar adalah (BSN 1998):

1. Ubi jalar tidak boleh mempunyai bau asing

2. Ubi jalar harus bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida 3. Ubi jalar harus memiliki keseragaman warna, bentuk maupun ukuran

umbinya

4. Ubi jalar harus sudah mencapai masak fisiologis optimal 5. Ubi jalar harus dalam kondisi bersih


(47)

19

Ubi jalar memiliki sifat fisik, seperti bentuk, warna kulit dan daging, serta tekstur yang bervariasi menurut varietasnya (Gambar 5).

Gambar 5 Ubi jalar (Ipomoea batatas)

(sumber : www.cuniculture.info, www.usm.maine.edu)

Botani ubi jalar adalah (Onwueme 1978): Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicothyledone Ordo : Solanaceae Famili : Convolvuceae Genus : Ipomoea L

Nama botani : Ipomoea batatas (L)

Bentuk dan ukuran ubi merupakan salah satu kriteria mutu yang langsung mempengaruhi harga (Damardjati & Widowati 1994). Bentuk ubi yang mendekati bulat-lonjong dan tidak banyak bengkokan akan mempermudah tahap pengupasan dan umumnya rendemen ubi kupasnya tinggi. Ukuran ubi yang sedang, dengan berat 200-250 g dan seragam membutuhkan waktu pengupasan relatif cepat dibanding ubi yang kecil atau besar. Bentuk dan ukuran ideal tersebut akan menguntungkan bagi produsen maupun bagi tenaga kerja, karena umumnya tahapan proses pengupasan ubi-ubi dibayar dengan upah borongan (Damardjati et al. 1991). Syarat khusus mutu ubi jalar adalah (Tabel 1):


(48)

20

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan khusus ubi jalar

No Komponen Mutu Mutu

I II III

1 Berat umbi (g/umbi) >200 100 - 200 75 – 100 2 Umbi cacat (per 50 biji) maks. Tidak ada 3 biji 5 biji

3 Kadar air (% b/b, maks.) 65 60 60

4 Kadar serat (% b/b, maks.) 2 2.5 >3.0

5 Kadar pati (% b/b, min.) 30 25 25

Sumber: BSN 1998

Seperti pada sifat fisik ubi jalar, sifat kimia ubi jalar bervariasi tergantung dari jenis/varietasnya. Kandungan kimia beberapa jenis ubi jalar tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan kimia ubi jalar per 100 g bahan segar

Komposisi Jumlah

Ubi Jalar Putiha Ubi Jalar Meraha Ubi Jalar Kuningb

Kalori (Kal) 123.0 123.0 136.0

Protein (g) 1.8 1.8 1.1

Lemak (g) 0.7 0.7 0.4

Karbohidrat (g) 27.9 27.9 32.3

Kalsium (mg) 30.0 30.0 57.0

Fosfor (mg) 49.0 49.0 52.0

Zat besi (mg) 0.7 0.7 0.7

Natrium (mg) - - 5.0

Kalium (mg) - - 393.0

Niacin (mg) - - 0.6

Vitamin A (SI) 60.0 7700.0 900.0

Vitamin B1 (mg) 0.9 0.9 0.1

Vitamin C (mg) 22.0 22.0 35.0

Air (g) 68.5 68.5 -

Serat kasar (g) 0.9 1.2 1.4

Abu (g) 0.4 0.2 0.3

Kadar gula (g) 0.4 0.4 0.3

Bagian dapat dimakan

86.0 86.0 -

Sumber: (a) Direktorat Gizi depkes RI 1981 (b) Suismono 1995

Keterangan : -) tidak ada data

Ubi jalar memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan dalam bentuk: (1) segar maupun telah diproses untuk konsumsi manusia; (2) segar mapun telah dikeringkan sebagai pakan binatang ternak; (3) pati dan tepung untuk penggunaan dalam bahan pangan maupun nonpangan (Hasanuddin & Wargiono 2003). Berbagai produk pangan maupun pakan dapat dihasilkan dari


(49)

21

ubi jalar. Hampir seluruh bagian tanaman ubi jalar dapat dimanfaatkan. Beragam produk yang dapat dihasilkan dari tanaman ubi jalar antara lain (Gambar 6):

Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C, dan mineral. Ubi jalar yang daging umbinya berwarna ungu banyak mengandung antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena berfungsi mencegah penyakit kanker. Ubi jalar yang daging ubinya berwarna kuning, banyak mengandung vitamin A; beberapa varietas ubi jalar mengandung ubi jalar setara Gambar 6 Pohon industri ubi jalar (CRIFC 1990, diacu dalam Damardjati dan

Widowati 1994) UBI JALAR Daun Sayuran Pakan ternak Batang Bahan tanam Pakan ternak Kulit ubi Pakan ternak Ubi segar

Chip goreng, kripik kremes Timus, obi, gethuk

Selai, saos

Aneka makanan tradisional Tape

Dekstrin, glukosa, fruktosa

Pekatan untuk minuman

ringan

Aneka cake, bolu, kue kering

Tepung

Kecap, tauco, saos

“Gari” (nigeria)

Mie, bihun

Pati

Aneka cake, bolu, kue kering

“almidon agrio” (Colombia) “Azedo” (Brazil)

Ampas Pakan ternak


(50)

22

dengan wortel. Di Jepang, Korea, Cina, Taiwan dan Amerika Serikat, ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan pokok tetapi juga diolah menjadi pangan olahan seperti selai, saos, juice, serta sebagai bahan baku industri pakan dan ternak (Balitkabi 2005). Teknologi budidaya ubi jalar di lahan sawah disajikan pada Lampiran 1.

Menurut Hasanudin & Wargiono (2003) kendala teknis dan kendala sosial dalam pengembangan pemanfaaatan ubi jalar meliputi bulkiness/perishability, tingginya biaya produksi per unit, kandungan bahan kering, hama, penyakit, status ubi jalar yang rendah, produsen berpenghasilan rendah, keterbatasan rantai pasokan.

2.5 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang menjadi dasar dan referensi dalam tesis ini. Penelitian tersebut diantaranya adalah mengenai simulasi dan optimasi rantai pasokan, kajian rantai pasokan tepung ubi jalar, serta berbagai penelitian mengenai proses produksi tepung ubi jalar itu sendiri.

Irfansyah (2001) meneliti karakteristik sifat fisiko-kimia dan fungsional tepung ubi jalar, serta merumuskan formula dalam memanfaatkan tepung ubi jalar sebagai bahan baku kerupuk. Pada penelitiannya, Irfansyah mengkaji perbedaan karakteristik tepung yang dihasilkan dari dua jenis varietas yaitu ubi jalar putih dan ubi jalar jingga, serta perbedaan bahan baku setengah jadi, yaitu ubi jalar bentuk sawut dan bentuk pelet.

Kussuma (2008) melakukan kajian tekno-ekonomi pendirian industri tepung ubi jalar melalui Participatory Action Research (PAR) di Desa Cikarawang Bogor. Penelitian tersebut mencakup pelaksanaan Participatory Action Research (PAR), analisis pasar dan pemasaran tepung ubi jalar, analisis teknis teknologis, analisis manajemen organisasi, hingga analisis finansial.

Blackburn dan Scudder (2009) mengkaji strategi dan model rantai pasokan untuk produk yang mudah rusak dengan contoh kasus produk segar hasil pertanian yaitu buah melon segar dan jagung manis segar. Hasil penelitian menunjukan model yang cocok untuk meminimumkan kehilangan nilai pada rantai pasokan adalah dengan menerapkan model gabungan (hybrid model) antara


(51)

23

model responsif pada saat pasca panen ke saat cooling, dengan model efisien pada rantai selanjutnya.

Ahumada dan Villalobos (2009) dalam penelitiannya meninjau berbagai literatur yang membahas tentang rantai pasokan makanan hasil pertanian yang telah berhasil diimplementasikan. Berdasarkan hasil analisisnya, peneliti mengdiagnosa beberapa persyaratan dalam memodelkan rantai pasokan produk makanan hasil pertanian.

Stefanofic et al. (2009) melakukan kajian terhadap metodologi jaringan pasokan (supply network) dan simulasi. Hasil penelitian ini mengusulkan sebuah pendekatan umum dalam pemodelan jaringan pasokan dengan beberapa kondisi: jaringan mengandung sejumlah pemasok (suppliers), manufacturers, wholesalers, dan retailers yang merepresentasikan sebuah titik dalam jaringan. Proses tertentu terjadi pada masing-masing titik tersebut dan proses yang ada saling berhubungan satu sama lain.


(52)

(53)

III METODOLOGI

3.1. Kerangka Penelitian

Sebuah manajemen rantai pasok yang baik memerlukan berbagai keputusan yang berhubungan dengan aliran informasi, produk dan dana. Rancang bangun rantai pasokan untuk sebuah produk menjadi sangat penting untuk dikaji dan dibuat agar dapat meningkatkan surplus rantai pasokan. Keputusan mengenai rancang bangun rantai pasokan mencakup bagaimana menstrukturisasi rantai pasokan selama beberapa tahun ke depan, bagaimana konfigurasi rantai pasokannya, bagaimana memperoleh bahan baku dan pengalokasiannya, serta proses apa saja yang ada pada setiap tahapannya.

Tepung ubi jalar sebagai salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan ketahanan pangan nasional dinilai memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Berbagai penelitian telah dilakukan berkenaan dengan hal ini. Formula dan resep produk pangan berbahan baku tepung ubi jalar telah banyak dikembangkan pada penelitian-penelitian terdahulu. Kandungan gizi tepung ubi jalar dibandingkan dengan tepung terigu membuat tepung ubi jalar dapat dijadikan sebagai pengganti tepung terigu untuk beberapa produk pangan tertentu, di antaranya untuk produk mie, bihun, kue, cookies dan lain-lain. Pemanfaatan dan usaha pengembangan tepung ubi jalar dalam pengolahan pangan diharapkan dapat mendorong berkembangnya agroindustri tepung berbasis komoditas lokal untuk menunjang ketahanan pangan nasional.

Pada penelitian ini, analisa dan perbaikan terhadap model rantai pasokan tepung ubi jalar dibuat dan sekaligus dilakukan optimasi terhadap model rantai pasokan yang telah ada saat ini. Keputusan mengenai jaringan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar meliputi penugasan peran fasilitas yang ada, penentuan lokasi proses, penyimpanan atau fasilitas lain terkait transport, dan alokasi kapasitas serta pasar pada masing-masing-masing fasilitas.


(54)

26

Keputusan mengenai jaringan rantai pasokan tepung ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peran fasilitas: Peran apa sajakah yang dimainkan oleh masing-maisng fasilitas serta proses apa saja yang dilakukan pada masing-masing fasilitas tersebut.

2. Lokasi fasilitas: Di manakah fasilitas sebaiknya ditempatkan.

3. Alokasi kapasitas: Berapa banyak kapasitas yang mesti dialokasikan pada masing-masing fasilitas.

4. Pasar dan alokasi pasokan/supply. Pasar mana sajakah yang mesti dipenuhi oleh masing-masing fasilitas serta sumber pasokan mana saja yang mesti memenuhi kebutuhan masing-masing fasilitas.

Penentuan desain jaringan memiliki pengaruh yang nyata terhadap performa rantai pasokan tepung ubi jalar karena hal ini akan turut menentukan konfigurasi rantai pasokan dan menetapkan batasan sehingga driver-driver lain dari rantai pasokan tersebut dapat berfungsi untuk menurunkan biaya rantai pasokan ataupun meningkatkan responsifitas. Keputusan mengenai lokasi fasilitas yang tepat dapat membantu rantai pasokan menjadi responsif sambil menjaga biaya agar tetap rendah.

Kerangka penelitian secara garis besar disajikan pada Gambar 7. Ruang lingkup model rantai pasokan dibatasi pada petani pemasok ubi jalar hingga ke industri pangan pengolah tepung ubi jalar. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 8 yang menjelaskan tentang tahapan yang dilakukan selama penelitian berlangsung.

Untuk mengembangkan suatu produk, penyusunan deskripsi atau potret kondisi riil produk perlu dilakukan. Pada penelitian ini kondisi riil usaha tepung ubi jalar dikaji berdasarkan pengamatan pada beberapa sentra produksi ubi jalar. Secara lebih mendalam, kajian mengenai kondisi rantai pasokan tepung ubi jalar saat ini turut dilakukan untuk menjadi gambaran dalam perancangan model rantai pasokan agroindustri ubi jalar. Sebelumnya, dilakukan kajian mendalam terhadap karakteristik fisik dan mekanis dari ubi jalar yang akan menentukan tata cara penyimpanan dan pendistribusian bahan baku, bahan setengah jadi dan produk jadi yang baik untuk meminimalisir kerusakan yang dapat terjadi baik selama


(55)

27

penyimpanan maupun perjalanan. Kajian mengenai pasokan ubi jalar menjadi sangat penting dilakukan demi kelangsungan agroindustri tepung ubi jalar. Sebagai sebuah industri, industri tepung ubi jalar dituntut untuk dapat memasok produknya secara kontinyu kepada para pelanggannya. Dalam hal ini pasokan bahan baku ubi jalar menjadi penting untuk dipenuhi.

Gambar 7 Kerangka pemikiran penelitian

Tahapan selanjutnya dalam proses perbaikan rantai pasokan tepung ubi jalar adalah pendefinisian strategi kompetitif berdasarkan identifikasi lanskap ketidakpastian (ketidakpastian demand dan supply). Pada tahap ini dikaji sifat permintaan dari tepung ubi jalar untuk kemudian dicocokan dengan strategi rantai pasokannya.

Rantai Pasok Tepung Ubi jalar yang efektif Tujuan & Manfaat Kegiatan Luaran

Perancangan desain rantai pasokan tepung ubi jalar yang tepat guna mengembangkan agroindustri tepung ubi jalar dan membantu

para pelaku yang terlibat

Identifikasi karakteristik ubi jalar, dan tepung ubi jalar

Identifikasi rantai pasokan dan kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar Ruang Lingkup Petani Ubi jalar Pedagang antara Agroindusti tepung ubi jalar

pemasok tepung ubi jalar

Industri pengolah tepung ubi jalar

Karakteristik ubi jalar dan tepung ubi jalar

Kondisi aktual rantai pasok

tepung ubi

jalar

Perancangan desain rantai pasok tepung ubi jalar

Penyusunan peta ketidakpastian supply&demand tepung ubi jalar

Penyusunan kapabilitas rantai pasokan tepung ubi jalar

(efisien/responsif Strategi rantai pasok tepung ubi jalar

Pebaikan rantai pasokan tepung ubi jalar & Optimasi


(56)

28

Kajian karakteristik ubi jalar & identifikasi kondisi akutual agroindustri tepung ubi jalar saat ini

Formulasi strategi rantai pasokan tepung ubi jalar

yang ideal Identifikasi sifat dasar

permintaan tepung ubi jalar

Identifikasi karakteristik rantai

pasokan yang ada

Perbaikan rantai pasokan tepung ubi jalar

Pemodelan lokasi fasilitas (dengan metode CPI, dan

metode lokasi gravitasi)

Model simulasi biaya total rantai pasokan

Rantai Pasokan Tepung Ubi Jalar

Secara garis besar diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 8 berikut:

Gambar 8 Diagram alir penelitian

3.2. Prosedur Penelitian

Berdasarkan diagram alir penelitian (Gambar 8), terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini. Uraian dan prosedur mengenai kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi karakteristik tepung ubi jalar

Analisa karakteristik fisik dan kimia secara tepung ubi jalar dilakukan secara deskriptif. Kegiatan ini meliputi analisa terhadap karakteristik ubi jalar sebagai bahan baku, ulasan proses pengolahaannya ke dalam bentuk tepung, serta identifikasi potensi pengembangan tepung ubi jalar. Informasi yang diperoleh berasal dari studi literatur/pustaka mutakhir yang pada kegiatan ini menjadi masukan pada penentuan metode penyimpanan dan distribusi.

2. Identifikasi kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar.

Kegiatan dilakukan secara deskriptif meliputi analisa terhadap rantai pasok tepung ubi jalar yang telah ada. Teknik pengambilan informasi dilakukan


(57)

29

melalui survey secara langsung pada lokasi agroindustri tepung ubi jalar yaitu di Desa Cikarawang kabupaten Bogor, serta dengan pengambilan data sekunder untuk agroindustri tepung ubi jalar di Kabupaten Kuningan. Hasil dari kegiatan ini menjadi masukan pada saat perbaikan konfigurasi rantai pasokan tepung ubi jalar agar didapat rantai pasok yang lebih efektif.

3. Penyusunan strategi rantai pasokan agorindustri tepung ubi jalar.

Penyusunan strategi rantai pasokan mengikuti panduan yang diusulkan oleh Chopra dan Meindl (2007). Kegiatan ini diawali dengan kajian mengenai sifat dari permintaan tepung ubi jalar, ketidakpastian permintaan dan pasokan tepung ubi jalar, serta perumusan strategi kompetitif agroindustri.

a. Identifikasi sifat dasar permintaan tepung ubi jalar (Nature of Demand) dan pemahaman kapabilitas rantai pasokan.

Terdapat dua jenis produk berdasarkan pola permintaannya, yaitu jenis produk fungsional dan produk inovatif. Masing-masing kategori produk tersebut kemudian memerlukan jenis rantai pasokan yang berbeda. Permasalahan penting dalam hal memperoleh rancang bangun rantai pasokan yang efektif adalah melakukan pencocokan terhadap jenis produk dengan jenis rantai pasokannya. Pengidentifikasian klasifikasi produk tepung ubi jalar dilakukan berdasarkan Tabel 3 berikut (Fisher 1997): Tabel 3 Produk fungsional versus produk inovatif: perbedaan permintaan

Aspek Permintaan Produk Fungsional (predictable demand)

Produk Inovatif

(unpredictable demand) Siklus hidup produk Lebih dari 2 tahun 3 bulan sampai 1 tahun Kontribusi margin 5% sampai 20% 20% sampai 60% Variasi produk Rendah (10 sampai 20

variasi produk per kategori)

Tinggi

Rata-rata eror peramalan

10% 40% sampai 100%

Tingkat kekurangan produk

1 sampai 2% 10% sampai 40%

Lead time yang dibutuhkan untuk produk made-to-order

6 bulan sampai 1 tahun 1 hari sampai 2 minggu


(58)

30

b. Analisa kapabilitas rantai pasokan

Berdasarkan karakteristiknya, rantai pasokan secara fungsional dapat digolongkan menjadi rantai pasok dengan fungsi fisik dan fungsi mediasi pasar. Pemahaman mengenai kapabilitas rantai pasokan tepung ubi jalar dilakukan melalui analisa deskriptif.

c. Pemetaan ketidakpastian permintaan dan pencocokan rantai pasokan dengan produk (achieving strategy fit).

Setelah memetakan ketidakpastian demand dan memahami posisi rantai pasokan pada spektrum responsivitasnya, langkah selanjutnya adalah memastikan apakah derajat responsivitas rantai pasokan sudah konsisten dengan ketidakpastian demand-nya. Untuk memformulasikan strategi rantai pasokan dapat digunakan matriks berikut (Fisher 1997) (Gambar 9):

Gambar 9 Matriks kecocokan (Fisher 1997)

Berdasarkan pemetaan rantai pasokan tepung ubi jalar terhadap matriks kecocokan yang akan dilakukan, dapat diketahuhi apakah strategi rantai pasokan tepung ubi jalar yang diterapkan telah sesuai dengan strategi kompetitifnya. Bila belum, perlu dilakukan upaya, berupa perumusan strategi lebih lanjut untuk menggeser posisi kecocokan dalam matriks, apakah itu keluar dari sel kanan atas matriks atau keluar dari sel kiri bawah matriks. Beberapa kemungkinan strategi rantai pasokan yang dapat diterapkan diantaranya adalah meningkatkan responsivitas/kecepatan pemenuhan kebutuhan konsumen atau minimisasi biaya rantai pasokan.

Cocok Tidak Cocok

Tidak Cocok Cocok

Produk fungsional Produk inovatif

Rantai Pasok Responsif Rantai Pasok


(59)

31

4. Perbaikan rantai pasokan mencakup bagaimana menstrukturisasi rantai pasokan selama beberapa tahun ke depan, bagaimana konfigurasi rantai pasokannya, bagaimana memperoleh bahan baku dan pengalokasiannya, serta proses apa saja yang ada pada setiap tahapannya.

Ketiga tahap yang dilakukan sebelumnya sangat mempengaruhi rancang bangun rantai pasokan tapung ubi jalar ini. Rancang bangun rantai pasokan yang dibuat harus mendukung strategi rantai pasokan dan strategi kompetitif agar dapat memaksimalkan surplus rantai pasokannya. Pada tahap ini dilakukan perancangan rantai pasokan tepung ubi jalar. Rancang bangun rantai pasokan yang akan dibuat harus mendukung strategi rantai pasokan dan strategi kompetitif agar dapat memaksimalkan surplus rantai pasokannya. a. Pemodelan lokasi fasilitas

Lokasi fasilitas dalam hal ini adalah agroindustri tepung ubi jalar ditentukan melalui dua metode. Metode pertama adalah untuk memilih beberapa alternatif lokasi (kota) dari sekian banyak alternatif yang akan dipertimbangkan sebagai lokasi agroindustri tepung ubi jalar yang ideal dengan menggunakan metode teknik perbandingan indeks kinerja (CPI/Comparative Performance Index). Hasil dari metode CPI berupa lima kota alternatif pendirian agroindustri akan menjadi masukan pada metode kedua, yaitu metode model gravitasi untuk menentukan satu lokasi agroindustri yang paling efisien.

- Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI)

Teknik Perbandingan Indeks Kinerja(Comparative Performance Index, CPI) merupakan indeks gabungan (Composite Index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah sebagai berikut:

Aij = Xij (min) x 100 / Xij (min)

A(i+1 * j) = (X(I+1 * j))/Xij(min) x 100

Iij = Aij x Pj


(60)

32

Keterangan:

Aij = nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Xij (min) = nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j

A(i+1 * j) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria ke-j

(X(I+1 * j)) = nilai alternatif ke-i + 1 pada kriteria awal ke-j

Pj = bobot kepentingan kriteria ke-j

Iij = indeks alternatif ke-I

i = 1, 2, 3,...., n j = 1, 2, 3,...., m (Marimin 2005)

- Model Gravitasi (Gravity Location Models)

Model gravitasi merupakan salah satu metode optimasi non linier. Model ini digunakan untuk menentukan lokasi yang dapat meminimumkan biaya transportasi bahan baku dari supplier dan transportasi produk akhir ke pasar/konsumen yang dituju. Pada tahap awal, ditentukan letak geografis dari lokasi-lokasi fasilitas potensial. Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi geografis yang cocok untuk mendirikan fasilitas/industri dalam suatu daerah.

Pada model gravitasi, baik pasar maupun sumber pasokan diasumsikan dapat ditempatkan sebagai titik-titik pada jaringan suatu bidang peta. Model ini juga mengasumsikan biaya transportasi meningkat secara linier sesuai dengan jumlah produk yang ditransportasikan.

Input dasar untuk model gravitasi adalah:

xn, yn : koordinat lokasi pasar atau sumber pasokan n

Fn : biaya angkut per unit per satu satuan jarak antara industri dengan

sumber pasokan n atau pasar/konsumen.

Dn : banyaknya unit yang diangkut antara industri dengan sumber pasokan n atau pasar/konsumen.

Jika (x,y) adalah lokasi yang terpilih untuk pendirian industri, maka jarak dn antara industri pada berbagai lokasi (xn,yn) dengan sumber pasokan n


(61)

33

dn = [(xn - x)2 + (yn - y)2]

maka biaya transportasi total (TC) adalah: TC = ∑ dn Dn Fn

Lokasi optimal untuk pendirian industri adalah koordinat (x,y) yang meminimukan TC.

Penyelesaian terhadap fungsi tujuan biaya transportasi total (TC) diperoleh dengan menggunakan nonlinier programming, yaitu dengan menggunakan bantuan Solver pada Excel.

b. Pembangunan model simulasi dilakukan berdasarkan strategi rantai pasokan yang telah disusun pada tahapan sebelumnya. Model simulasi rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar dirancang dengan menggunakan pemrograman Stella®.

Bahasa Pemrograman Stella®

Perangkat lunak Stella® dapat digunakan untuk merancang model dan simulasi dari berbagai macam disiplin. Beberapa alat penyusun model yang sering digunakan dalam Stella® adalah sebagai berikut:

“Stock” merupakan hasil suatu akumulasi. Fungsinya untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu parameter yang masuk ke dalamnya.

Flow/Pompa di sebelah kiri stock/reservoar merepresentasikan tingkat perubahan jumlah dalam reservoar. Fungsi dari sebuah flow seperti aliran, yakni menambah atau mengurangi stock. Arah anak panah menunjukkan arah aliran tersebut. Aliran bisa satu arah maupun dua arah

Connectors, berfungsi menghubungkan elemen-elemen dalam satu model

Converter, mempunyai fungsi yang luas, dapat digunakan untuk menyimpan knstanta, input bagi suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai input lainnya atau menyimpan data dalam bentul grafis (tabulasi x dan y). Secara umum fungsinya adalah untuk mengubah suatu input menjadi output.


(62)

34

Persyaratan sistem Stella® untuk Sistem Operasi Windows adalah sebagai berikut: 233 MHz Pentium, Microsoft Windows™ 2000/XP/Vista/7, 128 MB RAM, 90 MB disk space, QuickTime 7.6.5 atau versi sebelumnya.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan sumber terkait (produsen, petani, agen, industri pengolah) serta mengadakan pengamatan langsung di lapangan. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi dan pasokan serta hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor.

2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil penelitian, jurnal, dan sumber-sumber lain yang berhubungan.


(63)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa mengenai karakteristik tepung ubi jalar dilakukan sebagai masukan pada proses perancangan rantai pasokan agroindustri tepung ubi jalar. Karakteristik bahan baku (umbi ubi jalar), bahan setengah jadi (sawut ubi jalar) dan produk jadi (tepung ubi jalar) akan sangat berpengaruh pada proses penyimpanan, pendistribusian, dan juga terhadap struktur rantai pasokan. Umbi ubi jalar sebagai bahan baku agroindustri tepung ubi jalar memiliki beberapa karakteristik khas komoditas pertanian diantaranya perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) yang akan menjadi pertimbangan penting pada saat menyusun strategi rantai pasokannya (SCM). Pembahasan mengenai karakteristik tepung ubi jalar dilakukan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kondisi aktual agroindustri tepung ubi jalar di Indonesia. Pemaparan kondisi aktual agroindustri ini merupakan masukan pada saat membuat rancangan rantai pasokan tepung ubi jalar.

4.1 Karakteristik Tepung Ubi Jalar

4.1.1 Karakteristik Ubi Jalar

Masyarakat umumnya mengkonsumsi ubi jalar secara langsung setelah pengolahan secara sederhana, seperti dikukus, digoreng, direbus, atau dibuat kolak. Ubi jalar merupakan produk hasil pertanian yang memiliki sifat mudah rusak dan banyak membutuhkan tempat untuk penyimpanan, sehingga setelah pemanenan, para petani biasanya langsung menjual ubi jalar langsung ke tengkulak atau pasar-pasar tradisional.

Pada program diversifikasi ubi jalar, pengolahan ubi jalar dapat dikembangkan melalui peningkatan keragaman menu olah ubi segar (seperti ubi rebus, obi, timus), pembuatan produk olah setengah jadi siap santap (produk ekstrusi, manisan, saos), produk olah setengah jadi siap masak (bihun, mie, snack food, makanan bayi), dan produk bahan baku awet (tepung, pati dan „chip‟). Usaha pengembangan produk-produk tersebut perlu memperhatikan sifat-sifat


(1)

Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Tasikmalaya

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas

ton/ha/tahun

2003 1.687 12.743 75,54

2004 1.873 16.859 90,01

2005 3.208 30.516 95,12

2006 2.461 23.636 96,04

2007 2.476 20.251 81,79

2008 2.101 17.914 85,26

Trend (%) 4,89 5,87

Rata-rata (%) 87,29

Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Di Kabupaten Garut

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas

ton/ha/tahun

2003 5.538 48.413 87,42

2004 5.640 57.966 102,78

2005 4.952 51.856 104,72

2006 5.545 65.566 118,24

2007 5.679 70.764 124,61

2008 5.534 68.363 123,53

Trend (%) 0,37 7,58


(2)

Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas

ton/ha/tahun

2003 6.498 92.890 142,95

2004 6.287 94.256 149,92

2005 5.367 89.985 167,66

2006 5.991 100.169 167,20

2007 5.664 105.610 186,46

2008 5.936 110.428 186,03

Trend (%) -1,86 3,82


(3)

tahun 1987 - 2005

Tahun Jan Febr Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des Jumlah 1987 4 544 5 438 3 752 2 831 2 906 3 401 3 158 3 383 3 465 3 838 2 606 1 911 41 233 1988 2 469 3 750 4 518 4 561 3 446 3 117 3 230 3 869 4 859 4 771 4 049 3 357 45 996 1989 5 181 4 888 5 486 4 168 3 140 3 118 3 797 3 907 4 302 4 015 3 521 3 105 48 628 1990 2 992 4 599 4 809 3 920 2 787 3 028 3 689 3 678 5 043 4 221 3 758 2 911 45 435 1991 2 802 3 383 4 823 4 891 3 250 3 243 3 398 3 972 3 444 2 283 2 666 1 255 39 410 1992 1 997 4 435 4 820 4 683 2 890 3 385 3 820 3 767 4 984 5 134 3 649 4 314 47 878 1993 4 393 4 339 4 365 4 568 3 143 2 741 3 853 3 508 4 000 3 434 3 609 2 687 44 640 1994 2 925 3 547 4 401 3 589 3 501 2 857 3 634 4 605 3 330 2 087 2 062 1 798 38 336 1995 2 221 3 182 5 127 4 348 3 313 3 513 3 464 4 649 4 791 4 593 2 892 2 750 44 843 1996 3 043 4 140 5 148 2 986 2 016 2 502 3 074 3 940 3 354 2 769 2 265 2 533 37 770 1997 3 048 4 381 3 339 2 764 3 086 2 355 3 727 3 268 3 355 1 959 1 922 1 567 34 771 1998 1 285 2 149 3 562 3 514 2 813 2 369 3 262 4 222 4 408 4 465 3 979 4 546 40 574 1999 4 690 4 397 4 330 2 527 2 143 2 701 4 099 3 480 3 230 3 200 2 747 1 705 39 249 2000 2 380 3 579 3 574 3 055 2 337 3 015 3 093 3 020 3 122 3 492 2 266 2 438 35 371 2001 1 997 2 919 2 860 2 247 1 435 2 448 2 799 2 999 2 194 2 347 2 101 2 284 28 630 2002 5 339 3 652 2 853 2 594 2 236 2 569 3 064 2 775 2 420 2 514 2 479 1 575 34 070 2003 1 114 2 053 2 908 3 230 2 591 3 017 3 233 3 272 2 395 2 197 2 181 1 760 29 951 2004 2 280 2 993 3 018 3 163 2 735 2 627 2 628 2 590 2 778 2 630 2 018 1 954 31 414 2005 1 848 2 328 3 165 2 779 2 340 2 766 2 516 2 752 2 689 3 073 2 195 2 343 30 794

Rata-Rata

2 976 3 692 4 045 3 496 2 743 2 883 3 344 3 561 3 588 3 317 2 788 2 463 38 894


(4)

(5)

persediaan_ubi_jalar(t) = persediaan_ubi_jalar(t - dt) + (umbi_ubi_jalar - praperlakuan) * dt

INIT persediaan_ubi_jalar = umbi_ubi_jalar INFLOWS:

umbi_ubi_jalar = GRAPH(pasokan_dari_petani)

(0.00, 0.00), (200, 250), (400, 450), (600, 660), (800, 820), (1000, 1060), (1200, 1250), (1400, 1430), (1600, 1580), (1800, 1810), (2000, 2000)

OUTFLOWS:

praperlakuan = konversi_praperlakuan*persediaan_ubi_jalar

sawut_kering(t) = sawut_kering(t - dt) + (pengeringan - penepungan) * dt INIT sawut_kering = pengeringan

INFLOWS:

pengeringan = sawut_ubi_jalar*konversi_pengeringan OUTFLOWS:

penepungan = sawut_kering*Susut_penepungan

sawut_ubi_jalar(t) = sawut_ubi_jalar(t - dt) + (proses_penyawutan - pengeringan) * dt

INIT sawut_ubi_jalar = proses_penyawutan INFLOWS:

proses_penyawutan = ubi_jalar_siap_olah*susut_penyawutan OUTFLOWS:

pengeringan = sawut_ubi_jalar*konversi_pengeringan

tepung_ubi_jalar(t) = tepung_ubi_jalar(t - dt) + (penepungan - distribusi) * dt INIT tepung_ubi_jalar = penepungan

INFLOWS:

penepungan = sawut_kering*Susut_penepungan OUTFLOWS:

distribusi = tepung_ubi_jalar*Permintaan_konsumen

ubi_jalar_siap_olah(t) = ubi_jalar_siap_olah(t - dt) + (praperlakuan - proses_penyawutan) * dt


(6)

INIT ubi_jalar_siap_olah = praperlakuan INFLOWS:

praperlakuan = konversi_praperlakuan*persediaan_ubi_jalar OUTFLOWS:

proses_penyawutan = ubi_jalar_siap_olah*susut_penyawutan Biaya_Angkut = (persediaan_ubi_jalar*15)+(sawut_kering*200) Biaya_distribusi_produk = (distribusi*200)

Biaya_pembelian = umbi_ubi_jalar*500 Biaya_Penyimpanan =

(persediaan_ubi_jalar*100)+(sawut_kering*100)+(sawut_ubi_jalar*100)+(tepung _ubi_jalar*100)

konversi_pengeringan = 0.75 konversi_praperlakuan = 0.9 pasokan_dari_petani = 2000 Permintaan_konsumen = 0.9 Susut_penepungan = 0.985 susut_penyawutan = 0.985 Total_biaya_rantai_pasokan =