commit to user
55 karangan utuh buku, yang membawa amanat lengkap.
100
Amatlah menarik jika novel dengan tebal 423 halaman, terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama, bulan
Juli 2009 tersebut, hendak diteliti dengan metode wacana. Novel yang peneliti teliti adalah novel Negeri 5 Menara cetakan ke delapan.
3. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Juga terbagi ke dalam sumber data tertulis, foto, dan statistik.
101
Sumber data di sini terbagi menjadi dua yaitu : 1. Data primernya yaitu buku Novel Neger 5 Menara karya Ahmad Fuadi.
2. Data Sekundernya yaitu literatur-literatur lain yang masih berkaitan dengan novel tersebut untuk mendukung penelitian ini.
Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan Metode Simak dan Baca Penggunaan metode ini seringkali digunakan pada penelitian sastra, di mana untuk
memperoleh data peneliti terlebih dulu membaca keseluruhan teks atau literatur yang menjadi subjek penelitian lalu mencatat data yang ditemukan. Metode ini
untuk mendapatkan kutipan-kutipan atau hal-hal penting yang ada dalam Novel Neger 5 Menara; terkait dengan wacana pendidikan pesantren Gontor.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian komunikasi kualitatif dikembangkan dengan maksud hendak memberikan makna making sense of terhadap data,
100
Lihat dalam Mulyanto, M.Hum, Kajian Wacana Teori, Metode Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005: 5-10
101
Dr. Lexy J. Moleong, MA, Op.cit,hal. 122-127.
commit to user
56 menafsirkan interpreting, atau mentranformasikan transforming data ke dalam
bentuk-bentuk narasi yang kemudian mengarah pada temuan yang bernuansakan proposisi-proposisi ilmiah thesis yang akhirnya sampai pada kesimpulan-
kesimpulan final
102
Tahap analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan CDA model Roger Fowler dkk yaitu critical linguistics, yang memandang bahasa
sebagai praktik sosial, melalui mana suatu kelompok memantapkan dan menyebarkan ideologinya. Critical linguistics ini merupakan perkembangan dari
teori linguistik, tapi berkenaan dengan paradigma kritis, kemudian melihat bagaimana tata bahasagrammar tertentu dan pilihan kosakata tertentu membawa
implikasi ideologi tertentu. Model analisis yang dikembangkan Roger Fowler dkk, mendasarkan pada
penjelasan Halliday mengenai struktur bahasa dan fungsi bahasa tata bahasa, di mana Fowler dkk. hendak meletakkan tata bahasa dan praktek pemakaiannya
tersebut untuk mengetahui pratik ideologi. Tahap analisis di sini terbagi dalam dua tahap:
a Secara keseluruhan teks novel bentuknya adalah naratif, baiknya model analisis wacana Halliday
103
dipergunakan di sini untuk memudahkan dalam penyajian sebelum ke tahap kedua yaitu menggunakan analisis
wacana kritis model Roger Fowler. Model Halliday hanya untuk melihat keseluruhan wacana yang muncul, di sini tatarannya bukan kritis, tapi
102
Pawito, Ibid.hal.101
103
Analisis Model Halliday ini, pernah juga dipakai oleh Agus Sudibyo dalam meneliti wacana terkait pemberitaan isu PKIKomunisme, TAP MPRSXXV1966 dan pernyataan Gus Dur tentang
permintaan maafnya kepada keluarga korban G30S. Lihat dalam Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001:123-153.
commit to user
57 lebih memahami pada makna teks dan konteks situasi. Halliday
menyebutkan ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual,
104
yaitu a Medan wacana field of discourse: menunjuk pada hal yang terjadi: apa yang dijadikan wacana oleh pelaku
Ahmad Fuadi mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa, b pelibat wacana tenor of discourse menunjuk pada orang-
orang yang dicantumkan dalam teks novel; sifat orang-orang itu, kedudukan, dan peran mereka: jenis-jenis hubungan peranan apa yang
terdapat di antara pelibat, termasuk hubugan sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan maupun
rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting melibatkan mereka; siapa saja yang dikutip dan
bagaimana sumber digambarkan sifatnya. c Sarana wacana mode of discourse menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang
diharapkan oleh pelibat yang diperankan bahasa dalam situasi itu; organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya
dalam konteks, termasuk salurannya apakah yang dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan keduanya? dan juga mode
retoriknya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti membujuk, menjelaskan, mendidik, dan semacamnya.
Atau kata
lainnya, bagaimana
komunikator Ahmad
Fuadi
104
M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, Language, Context, and Text: Aspects of Language in a social-semiotics perspective, Australia: Deakin University, 1985, terjemahan Drs. Asruddin Barori
Tou, MA., Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1994:16
commit to user
58 menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan situasi dan
pelibat orang-orang yang dikutip; apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufimistik atau vulgar.
b Setelah melihat wacana secara keseluruhan, baru kemudian dianalisis dengan model Roger Fowler yaitu, pertama, pada level kata. Pilihan
kosakata yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa, bagaimana aktor-aktor yang terlibat dibahasakan. Kata-kata di sini bukan hanya
penanda atau identitas, tetapi dihubungkan dengan ideologi tertentu, makna apa yang ingin dikomunikasikan kepada khalayak. Pihak atau
kelompok mana yang diuntungkan dengan pemakaian kata-kata tersebut dan pihak atau kelompok mana yang dirugikan dan posisinya
termarjinalkan. Kedua, pada level susunan kata atau kalimat. Bagaimana kata-kata
disusun ke dalam bentuk kalimat tertentu dimengerti dan dipahami bukan semata persoalan teknis kebahasaan, tetapi praktek bahasa. Yang dititikberatkan di sini
adalah bagaimana pola pengaturan, penggabungan, penyusunan tersebut menimbulkan efek tertentu: membuat posisi satu pihak lebih menguntungkan atau
mempunyai citra positif dibandingkan dengan pihak lain atau peristiwa tertentu dipahami dalam kategori tertentu yang lebih menguntungkan dengan kategori
pemahaman lain.
commit to user
59
commit to user
60
commit to user
BAB II PONDOK PESANTREN GONTOR DAN SEJARAH
PERKEMBANGANNYA
A. Pondok Modern Darussalam Gontor
Pondok Modern Darussalam Gontor PMDG adalah sebuah pondok pesantren di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Pondok ini mengkombinasikan
pesantren dan metode pengajaran klasik berkurikulum seperti sekolah. Pondok Pesantren, selama berabad-abad, telah menjadi sebuah institusi pendidikan yang
memiliki peran cukup signifikan di Indonesia. Sebagai wadah penggemblengen generasi muslim, Pondok Pesantren tanpa henti menanamkan akhlaq dan adab,
dan menjadi media transformasi ilmu pengetahuan.
28
Pondok Modern Darussalam Gontor adalah salah satu Pondok Pesantren yang turut mewarnai dunia pendidikan Indonesia. Terletak di sebuah desa di Jawa
Timur yang bernama Gontor, Pondok Modern Darussalam Gontor mengerahkan segenap konsentrasi dan potensinya untuk dunia pendidikan Islam. Hal ini
semakin dipertegas dengan tidak terlibatnya Pondok Modern Darussalam Gontor dalam politik praktis. Karena Pondok ini tidak berafiliasi kepada partai politik
ataupun organisasi kemasyarakatan apapun, ia dapat secara independen menentukan langkahnya, sehingga memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam
pendidikan dan pengajaran.
28
Lihat di Komunika Majalah Ilmiah Komuikasi dalam disertasi Dwi Purwoko. Hubungan Akses Media Konteks Membaca dengan Kemandirian Santridi Pondok Pesantren. vol 10, no. 1, 2007.
LIPI hal. 48-50
commit to user
60 Pondok Modern di atas dan untuk semua golongan. Demikian prinsip
yang dipegang Pondok Modern Darussalam Gontor sejak pertama kali didirikan. Dengan terbebasnya institusi ini dari muatan politis, pondok ini dapat lebih
memfokuskan diri dalam menunaikan amanat pendidikan dan pengajaran yang berada di pundaknya. Iklim pendidikan yang lebih tenang dan kondusif pun
tercipta, dengan didasari jiwa keikhlasan dan tanpa dipengaruhi oleh kepentingan apapun.
Salah satu nikmat yang dianugerahkan oleh Allah Swt. Bahwa instusi ini, dalam usianya yang ke-84, dapat terus meningkatkan peran dan eksistensinya
dalam mendidik generasi muda muslim yang berkualitas. Para alumninya kini bergerak dalam berbagai bidang; agama, sosial, kemasyarakatan, dan
pemerintahan. Beberapa di antaranya meneruskan studi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, maupun di perguruan tinggi di negara-negara Timur Tengah
dan Barat. Peran serta prestasi para alumni inilah yang mengharumkan nama Pondok Modern Darussalam Gontor sebagai lembaga pendidikan Islam yang
disegani di Asia Tenggara. Dan dengan dukungan mereka pula, pondok ini menjadi kokoh dan teguh dalam menghadapi pelbagai tantangan dan cobaan.
29
B. Latar Belakang Terbentuknya
Gagasan untuk membangun Gontor Baru dan gambaran tentang bentuk pendidikan dan lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres Ummat Islam
Indonesia di Surabaya pada pertengahan tahun 1926. Kongres itu dihadiri oleh
29
Dapat dilihat di “Selayang Pandang” tepatnya Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor yang diakses di http:gontor.ac.id
commit to user
61 tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia, misalnya H.O.S.Cokroaminoto, Kyai Mas
Mansur, H. Agus Salim, AM. Sangaji, Usman Amin, dan lain-lain. Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan
mengutus wakilnya ke Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di Makkah. Tetapi timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan. Padahal
utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus mahir sekurang-kurangnnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres tersebut tak seorang pun
yang menguasai dua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilih dua orang utusan, yaitu H.O.S. Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas
Mansur yang menguasai bahasa Arab. Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta konggres tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang
memiliki kriteria di atas . Kesan-kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik
pembicaraan dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan ciri lembaga yang akan dibina di kemudian hari .Selain itu, situasi
masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat itu juga mengilhami timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang dibina oleh zending-zending
Kristen yang berasal dari Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat; guru- guru yang pandai dan cakap dalam penguasaan materi dan metodologi pengajaran
serta penguasaan ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatan. Sementara itu, lembaga pendidikan Islam belum mampu menyamai kemajuan mereka. Diantara sebab
ketidakmampuan itu adalah kurangnya pendidikan Islam yang dapat mencetak
commit to user
62 guru-guru Muslim yang cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta
memiliki tanggung jawab untuk memajukan masyarakat
30
Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat timpang, satu lembaga pendidikan memberikan pelajaran umum saja dan
mengabaikan pelajaran-pelajaran agama, lembaga-lembaga pendidikan lain hanya mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan pelajaran umum. Padahal
keduanya adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat Islam. Maka pondok pesantren yang akan dikembangkan itu harus memperhatikan hal ini .
Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada pendidikan; banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh partai-partai dan
golongan-golongan politik. Dalam lembaga pendidikan itu ditanamkan pelajaran tentang partai atau golongan. Sehingga timbul fanatisme golongan. Sedangkan
para pemimpinnya terpecah karena masuknya benih-benih perpecahan yang disebarkan oleh penjajah. Maka lembaga pendidikan itu harus dibebaskan dari
kepentingan golongan atau partai politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di seluruh dunia, terbagi ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan bahasa;
mereka juga terbagi ke dalam aliran-aliran paham agama; mereka juga terbagi- bagi ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan gerakan baik dalam bidang
politik, sosial, dakwah, ekonomi, maupun yang lain. Kenyataan ini menunjukkan adanya faktor pengkategori yang beragam. Tetapi, harus tetap disadari bahwa
30
dapat di lihat di http:gontor.ac.idgontorgagasan-dan-cita-cita
commit to user
63 kategori-kategori tersebut tidak bersifat mutlak. Karena itu, semua dasar
klasifikasi tersebut tidak boleh dijadikan dasar pengkotak-kotakan ummat yang menjurus kepada timbulnya pertentangan dan perpecahan di antara mereka. Maka
lembaga pendidikan harus berusaha menanamkan kesadaran mengenai hal ini, serta mengajarkan bahwa faktor pengkategori yang sebenarnya adalah Islam itu
sendiri; ummat Islam seluruhnya adalah bersaudara dalam satu ukhuwwah diniyyah.
Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian, pengamatan, dan pemikiran para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor.
Secara bertahap sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor berjalan dengan berbagai percobaan pengembangan dari waktu ke waktu. Ketiga
pendiri yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda itu saling mengisi dan melengkapi, sehingga Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor
menjadi seperti sekarang ini. Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan
cita-cita para pendiri Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus untuk memelihara, mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan ini demi
tercapainya cita-cita para pendirinya. Perjalanan panjang Pondok Modern Darussalam Gontor bermula pada
abad ke-18. Pondok Tegalsari sebagai cikal bakal Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh Kyai Ageng Hasan Bashari. Ribuan santri berduyun-duyun
menuntut ilmu di pondok ini. Saat pondok tersebut dipimpin oleh Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya
commit to user
64 Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja,
Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang padanya. Maka setelah santri Sultan Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu
yang cukup, ia dinikahkan dengan putri Kyai dan diberi kepercayaan untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
Gontor adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu,
Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat,
penyamun bahkan pemabuk. Dengan bekal awal 40 santri, Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai
Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Anom Besari. Ketika Kyai Anom
Besari wafat, Pondok diteruskan oleh generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama dengan pimpinan Kyai Santoso Anom Besari.
Setelah perjalanan panjang tersebut, tibalah masa bagi generasi keempat. Tiga dari tujuh putra-putri Kyai Santoso Anom Besari menuntut ilmu ke berbagai
lembaga pendidikan dan pesantren, dan kemudian kembali ke Gontor untuk meningkatkan mutu pendidikan di Pondok Gontor. Mereka adalah;
a KH. Ahmad Sahal 1901-1977 b KH.Zainuddin Fanani 1908-1967
c KH. Imam Zarkasyi 1910-1985
commit to user
65 Mereka memperbaharui sistem pendidikan di Gontor dan mendirikan
Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 1345, dalam peringatan Maulid Nabi. Pada saat itu,
jenjang pendidikan dasar dimulai dengan nama Tarbiyatul Athfal. Kemudian, pada 19 Desember 1936 yang bertepatan dengan 5 Syawwal 1355, didirikanlah
Kulliyatu-l-Muallimin al-Islamiyah,
yang program
pendidikannya diselenggarakan selama enam tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan
menengah. Dalam perjalanannya, sebuah perguruan tinggi bernama Perguruan Tinggi
Darussalam PTD didirikan pada 17 November 1963 yang bertepatan dengan 1 Rajab 1383. Nama PTD ini kemudian berganti menjadi Institut Pendidikan
Darussalam IPD, yang selanjutnya berganti menjadi Institut Studi Islam Darussalam ISID. Saat ini ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas Tarbiyah
dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab, FakultasUshuluddin dengan jurusan Perbandingan Agama, dan Akidah dan
Filsafat, dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, dan jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam. Sejak tahun 1996
ISID telah memiliki kampus sendiri di Demangan, Siman, Ponorogo. Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo saat ini dipimpin oleh: KH. Dr. Abdullah
Syukri Zarkasyi, KH. Hasan Abdullah Sahal, dan KH. Syamsul Hadi Abdan.
31
31
diakses di http:gontor.ac.idgontorlatar-belakang
commit to user
66
C. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Gontor
32
Pondok pesantren dengan nama lengkap Pondok Modern Darussalam Gontor ini memiliki sejarah yang lama membentang, dari sejak zaman Gontor
Lama hingga sekarang. Dimulai dari mundurnya Pondok Gontor Lama, Pondok Modern Darussalam Gontor perlahan berkembang. Yaitu dimulai dari; Pondok
Tegalsari, lalu Pondok Gontor Lama, Berdirinya Pondok Gontor, Pembukaan Tarbiyatul Athfal 1926, Pembukaan Sullamu-l-Mutaallimin 1932, Pembukaan
Kulliyyatu-l-Muallimin Al-Islamiyyah 1936. Kepemimpinan Generasi Pertama dan Kepemimpinan Generasi Kedua.
1. Pondok Tegalsari
Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa
terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah
Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan
santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa
menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung Nglawu, desa Bantengan, dan lain-lain.
32
Dapat dilihat di “Sejarah” tepatnya diakses di http:gontor.ac.id
commit to user
67 Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan
berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa
Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. Sekadar menyebut sebagai contoh
adalah Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito wafat 1803, seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan
tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto wafat 17 Desember 1934. Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku
Buana II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh
Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat
sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke
timur Gunung Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah
kemudian Paku Buana II berserah diri kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai wara` itu; dia ditempa
dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.
Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa
commit to user
68 Paku Buana II. Api pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali
menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal
dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari Besari. Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang
bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan. Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra
ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh
Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada
pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.
Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin,
putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka
setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya
menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini
untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.
commit to user
69
2. Pondok Gontor Lama