commit to user
87 tahun 2002; Pondok Modern Gontor 8 dan Pondok Modern Darussalam Gontor 9
di Lampung; serta Pondok Modern Gontor 10 Darul Amindi Aceh Di samping itu juga dibu Pondok Modern Gontor Putri 2 pada tahun 1997 dan Pondok
Modern Gontor Putri 3 pada tahun 2002, menyusul berikutnya Pondok Modern Gontor Putri 4 di Kendari dan Pondok Modern Gontor Putri 5 di Kandangan,
Kediri.
F. Estefet Kepemimpinan Pada Generasi Kedua
Pada awal tahun 1999, suasana duka menyelimuti Pondok Modern Darussalam Gontor; K.H. Shoiman Luqmanul Hakim, salah seorang Pimpinan
Pondok, pulang ke rahmatullah. Untuk menggantikan posisi beliau sebagai Pimpinan Pondok, Badan Wakaf menunjuk K.H. Imam Badri1999-2006.
1. Pendirian Gontor 6 Darul Qiyam Magelang
Pondok Modern Darussalam Gontor mendapat wakaf tanah 2,3 hektar beserta 1 masjid dan 1 Unit rumah dari Hj. Qayyumi, istri dari bapak KH. Kafrawi
Ridwan, MA, di dusun Gadingsari desa Mangunsari kecamatan Sawangan kabupaten Magelang. Berdasarkan keputusan Badan Wakaf yang ke-46,
didirikanlah Gontor VI di atas lokasi tanah wakaf tersebut. Pada tanggal 22 Februari 2000, dibuka secara resmi Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah Darul
Qiyam Magelang oleh DIRJEN BIMBAGA ISLAM DEPAG RI, Dr. H. Marwan Saridjo.
2. Kampus Gontor Putri 2
Pada tanggal 5 Muharram 1422 1 April 2001 mulai dibangun kampus Gontor Putri II. Sejak tahun1997 Gontor Putri 2 masih menjadi satu dengan
commit to user
88 Kampus Gontor Putri I. Kampus Gontor Putri II berlokasi di sebelah barat kampus
Gontor putri I, di atas tanah seluas 10 hektar. Secara simbolis penggunaan kampus Gontor Putri 2 diresmikan oleh presiden RI Megawati Soekarno Putri pada
tanggal 14 Februari 2002, ketika berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo.
3. Gontor Buka Cabang di Kendari
Pada tanggal 24 Rabiul Tsani 1423 5 Juli 2002 di Kendari diadakan kesepakatan bersama antara pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara sebagai
pihak I yang diwakili oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, Drs. H. La Ode Kamaimoedin dengan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur
sebagai pihak ke II yang diwakili oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, tentang; pendirian dan pengelolaan Pondok Modern Darussalam Gontor VII
Riyadatul Mujahidin Pudahoa, Landono, Kendari, di atas tanah seluas 1000 hektar milik pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara. Untuk selanjutnya
pengelolaan dan tanggungjawab serta peningkatan mutu Pondok Modern Darussalam Gontor VII Riyadatul Mujahidin sepenuhnya menjadi tanggungjawab
Pondok Modern Darussalam Gontor
4. Kampus Gontor Putri III di Karangbanyu
Setiap tahun jumlah calon pelajar yang hendak belajar di Pondok Gontor Putri kian bertambah, sehingga 2 kampus yang telah disediakan itu dianggap tidak
lagi dapat menampung mereka. Maka pada awal bulan Oktober 2002, telah dimulai pembangunan kampus Gontor Putri III di Desa Karangbanyu Kec.
Widodaren, di atas tanah seluas 10 hektar. Pada tahun ajaran 14232003 ini,
commit to user
89 Pondok Gontor Putri III telah melahirkan alumni perdananya. Tidak seperti
pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan bercelana panjang pantalon.
commit to user
BAB III PESAN PENDIDIKAN DALAM NOVEL: TEKS DAN KONTEKS SITUASI
Sebelum dikemukakan secara lebih detail hasil analisis wacana kritis CDA terhadap teks novel Negeri 5 Menara ini, ada baiknya perlu disampaikan
kembali bagaimana peta atau arah berpikir dalam kajian ini. Fokus penelitian dari skripsi ini adalah “Pengkonstruksian wacana Pendidikan di Pondok Pesantren
Gontor oleh Ahmad Fuadi dalam novelnya Negeri 5 Menara.” Dalam penelitian ini, cara berpikir yang dikembangkan adalah secara kritikal metode CDA,
Critical Discourse Analysis artinya melihat permasalahan secara holistik dan kontekstual. Selanjutnya dalam mengkaji teks-teks tersebut, tidak seperti
pandangan kaum strukturalisme yang menekankan pada struktur dan fungsi bahasa tata bahasa, tapi selain struktur bahasanya juga pada konteks situasinya.
Maka dari itu model analisis semiotik sosial Halliday di sini peneliti terapkan. Dalam
kajian ini,
peneliti mempunyai
asumsi bahwa
suatu pengkonstruksian atas realitas tertentu baik itu melalui media fiksi atau non-fiksi,
selalu menggunakan faktor kesejarahan dan faktor sosial, budaya, politik masyarakat, juga kekuatan ideologi, pengalaman, pengamatan, pendidikan,
pergaulan, penafsiran atas sejarah, serta referensi-referensi yang dipergunakan oleh pengarangnya, sehingga teks-teks yang terbentuk di dalamnya sangat
mencirikan pandangan atau ideologi dari pengarangnya, apakah ada wacana keberpihakan atau malah memberikan sikap netral, berada di tengah-tengah suatu
persoalan.
commit to user
91 Pada tahap pertama, dipakai analisis wacana atau semiotika sosialnya
Halliday untuk menganalisisnya. Dengan menggunakan model Halliday untuk mengkaji teks-teks yang ada dalam novel Negeri 5 Menara, penelitian ini bisa
lebih komprehensif. Selain itu, dengan model Halliday bisa melihat konteks situasi yang terjadi. Konteks situasi di sini mengandung pengertian bahwa di
dalam teks terkandung teks yang mengikutinya, ada kejadian atau peristiwa nir- kata non-verbal yang menunjukkan atau menjelaskan kejadian teks tersebut.
Sebelumnya, perlu dikemukakan terlebih dahulu ikhtisar dari novel Negeri 5 Menara agar nantinya dalam memahami penelitian ini lebih mudah. Novel
Ahmad Fuadi ini adalah terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan pertama juli 2009 dengan tebal buku tebal 423 halaman. Ikhtisar dari cerita novel tersebut
sebagai berikut:
Menceritakan kisah lima orang sahabat yang mondok di pesantren, dan kemudian bertemu lagi ketika mereka sudah beranjak dewasa. Setelah bertemu, ternyata apa yang
mereka bayangkan ketika menunggu Azhan Maghrib di bawah menara masjid benar- benar terjadi. Ahmad Fuadi yang berperan sebagai Alif di novel itu berkisah, ia tak
menyangka dan tak percaya bisa menjadi seperti sekarang ini Kelima bocah yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Gontor ini setiap sore
mempunyai kebiasaan unik. Menjelang Azan Maghrib berkumpul di bawah menara masjid sambil melihat ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka
melambungkan impiannya. Misalnya Fuadi mengaku jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, sebuah negara yang ingin ia kunjungi setelah lulus nanti. Begitu pula
dengan yang lainnya menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir dan Benua Eropa. Melalui lika liku kehidupan di pesantren yang tidak dibayangkan selama
ini, ke lima santri itu digambarkan bertemu di London, Inggris beberapa tahun kemudian. Dan, mereka kemudian bernostalgia dan saling membuktikan impian mereka ketika
melihat awan di bawah menara masjid Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur. Pemuda asal Desa Bayur, Maninjau, Sumatera Barat itu menjadi pemuda desa yang
diharapkan menjadi seorang guru agama seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Keinginan kedua orangtua Fuadi sebagai “amak” atau Ibu, menginginkan agar anak-
anaknya menjadi orang yang dihormati di kampung seperti menjadi guru agama. Dan berjuang di jalan Agama, menjadi penuntun surga bagi ke dua orang tuanya.
Tetapi ternyata Fuadi alias Alif mempunyai keinginan lain. Ia tidak ingin seumur hidupnya tinggal di kampung. Ia mempunyai cita-cita dan keinginan untuk merantau. Ia
ingin melihat dunia luar dan ingin sukses seperti sejumlah tokoh yang ia baca di buku atau mendengar cerita temannya di desa. Keinginan terbesarnya saat itu adalah menjadi
commit to user
92
insinyur seperti tokoh idola nya Habibie. Yang dia bangun dan bersaing dengan sahabat di desanya.
Keinginan Alif tidak mudah untuk diwujudkan. Kedua orangtuanya bergeming agar Fuadi tetap tinggal dan sekolah di kampung untuk menjadi guru agama. Namun berkat saran
dari ”Mak Etek” atau paman yang sedang kuliah di Kairo, akhirnya Fuadi kecil bisa merantau ke Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur. Dan, disinilah cerita kemudian
bergulir. Ringkasnya Fuadi kemudian berkenalan dengan Raja alias Adnin Amas, Atang alias Kuswandani, Dulmajid alias Monib, Baso alias Ikhlas Budiman dan Said alias
Abdul Qodir. Dan setelah disinilah keinginannya berubah. Pendidikan di Pondok Pesantren membentuk mental dan mendidik para santri nya untuk mandiri, pantang
menyerah dan mandiri. Dengan metode dan kurikulum yang di buat, pesantren ini mampu mendidik santri nya dengan disiplin tinggi. Setelah dia mempelajari banyak ilmu di
pesantren keinginannya pun berubah ingin menjadi wartawan Tempo, atau VOA. Belajar di pesantren bagi Fuadi ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia
yang tadinya beranggapan bahwa pesantren adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di pesantren ternyata benar-benar menjunjung disiplin yang
tinggi, sehingga mencetak para santri yang bertanggung jawab dan komitmen. Di pesantren mental para santri itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak gampang menyerah
dengan sikap kemandirian. Rasa kebersamaan yang tinggi mewujudkan kekeluargaan dan menghilangan kesenjangan walaupun etika dan sopan santun tetap di tegakkan. Setiap
hari, sebelum masuk kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera ”Manjadda Wajadda” jika bersungguh-sungguh akan berhasil. Serta dengan metode dan kurikulum yang sangat
berbeda dengan pendidikan umum yang lain, memaksaimalkan ilmu pendidikan dan kebebasan mengembangkan keahlian masing-masing santri nya.
Setelah membaca secara keseluruhan dari novel tersebut, wacana pesan pendidikan di Pesantren yang termaktub dalam teks novel, kemudian dimasukkan
dalam beberapa kategorisasi wacana-wacana, yaitu sebagai berikut: a Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren
b Metode pendidikan dalam praktek pengajaran c Disiplin
d Keteladanan sebagai bentuk dari motivasi Dalam mengkategorisasikan wacana-wacana tersebut, peneliti mempunyai
alasan bahwa beberapa teks sangat jelas menunjukkan praktik kurikulum yang berbeda dengan sekolah umum, di mana makna kurikulum ini lebih pada
pengajaran bahasa dan praktek bahasa Arab dan Inggris, tambahan kelas sore untuk mendalami mata pelajaran pokok, kegiatan Pramuka, dan libur di hari
commit to user
93 jumat. Serta kegitan ekstra lainnya, hampir semua seni ada tempatnya disini,
mulai musik sampai fotografi. Kemudian, wacana metode pendidikan merujuk cara yang dilakukan untuk mempraktekkan kurikulum yang sudah ada. Cara yang
dilakukan terlihat berbeda dari sekolah umum yang sudah ada namun dirasakan tepat. Dalam wacana seperti Disiplin, dan Keteladanan sebagai bentuk dari
motivasi lebih diekspos dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan dalam pondok pesantren. Diibaratkan seperti Oksigen, nafas dari pondok pesantren.
A. Analisis Model Halliday
Secara kerangka konseptual yang sederhana terdiri dari tiga pokok bahasan yang ditawarkan Halliday untuk membedah interaksi antara teks dan situasi
konteks yaitu medan wacana field of discourse, pelibat wacana tenor of discourse, dan mode wacana mode of discourse.
Berikut ini adalah analisis terhadap teks novel Negeri 5 Menara tentang wacana Pesan pendidikan dalam Pondok Pesantren Gontor dengan mengacu pada
wacana-wacana yang telah dikemukakan sebelumnya.
1. Kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren Gontor
a. Medan wacana field of discourse
Medan wacana yang dimaksud disini adalah situasi tempat terjadinya praktik kurikulum yang di gambarkan oleh Ahmad Fuadi berlangsung. Kurikulum
disini dimaknai tidak hanya sebatas pada situasi namun juga pada fungsi asrama dan kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan selain di kelas, misalnya di
lingkungan masjid dan lapangan.
commit to user
94 Kurikulum yang dimaksud adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
.
Pada kutipan di bawah ini, menunjukkan adanya penggambaran suasana lingkungan
dimana proses terjadinya kurikulum yang telah di tetapkan di pesantren.
“Walau asrama penting, tapi kamar disini lebih berfungsi untuk tempat tidur dan istirahat, kebanyakan kegiatan belajar diadakan dikelas,lapangan, masjid,
dan tempat lainnya, seperti yang akan kita lihat nanti,…” hal.31 Kutipan I
Kemudian diperjelas dihalaman berikutnya yang lebih menjelaskan fungsi dari bangunan dan apa saja yang bisa dilakukan dari para santri di dalam
bangunan tersebut. Selain digunakan untuk shalat berjamaah dan mendalami Al- Quran, juga sebagai tempat ratusan guru mendiskusikan proses belajar mengajar.
Begitu juga dengan Aula serba guna nya digunakan untuk pagelaran teater, musik, diskusi ilmiah, upacara selamat datang bagi siswa baru dan penyambutan tamu
penting.
“Gedung utama dipondok ini dua. Pertama adalah Masjid Jami’ dua tingkat berkapasitas empat ribu orang. Disini semua murid shalat berjamaah dan mendalami Al-Quran. Disini
pula setiap kamis, empat ratusan guru bertemu mendiskusikan proses belajar mengajar.,” jelas Burhan sambil menunjukan ke masjid. Kubah dan menara raksasanya berkilau
disapu sinar matahari pagi. Masjid ini dikelilingi pohon-pohon rimbun dan kelapa yang rindang. Beberapa kawanan burung berceciutan sambil hinggap dan terbang disekitar
masjid. “Yang kedua adalah aula serba guna. Disini semua kegiatan penting berlangsung.
Pagelaran teater, musik, diskusi ilmiah, upacara selamat datang buat siswa baru, dan penyambutan tamu penting,” kata Burhan sambil memimpin kami melewati aula.
Gedung ini seukuran hampir setengah lapangan sepak bola dan diujungnya ada panggung serta tirai pertunjukan. Tampak mukanya minimalis dengan gaya art-deco, bergaris-garis
lurus sederhana tapi megah. Diatas gerbangnya yang menghadap keluar, tergantung jam antik dan tulisan dari besi berlapis krom: Pondok Madani hal. 31-32 Kutipan II
Di ceritakan bagaimana suasana keadaan dari gedung utama beserta Aula dari pesantren ini. Meski tampak sederhana namun, berperan penting dalam
menjalankan proses kurikulum dari pondok pesantren. Fasilitas dengan
commit to user
95 penggambaran lingkungan yang diceritakan dalam novel disini lebih dimaknai
bagaimana perannya dalam mendukung keberhasilan kurikulum yang sudah ditentukan.
b. Pelibat Wacana tenor of discourse
Dalam wacana ini, pelibat yang dominan adalah interaksi antara para Kiai, peran para kakak kelas dan seluruh anggota pesanten sangat berpengaruh dalam
proses menjalankan ketentuan kurikulum dari pesantren. 1. Kiai
Pada kutipan di bawah ini, terlihat jelas bagaimana peran Kiai dalam menjalankan kurikulum, pengaruh dari Kiai yaitu sekaligus sebagai pimpinan
pondok yang memegang peran penting dalam menentukan kurikulum dalam pendidikan. Dimana pesan-pesan yang dibawakan berupa pidato yang di
sampaikan kepada seluruh santri.
“ Pondok Madani sistem pendidikan 24 jam. Tujuan pendidikannya untuk menghasilkan manusia mandiri yang tangguh. Kiai kami bilang, agar menjadi rahmat bagi dunia dengan
bekal ilmu umum dan ilmu negara.... “ hal.31 “ Kalau PM adalah seorang ibu, maka PM sekarang sedang hamil tua. Mari kita rawat
kehamilan bersama sampai melahirkan,” buka Kiai Rais dengan air muka berbinar. Anak-anakku, kalianlah jabang bayi yang sedang dikandung PM. Kalau lulus, kalian lahir
dari rahim PM untuk berjuang dan membawa kebaikan untuk masyarakat. Dan proses persalinan yang menentukan adalah imtihan nihai-ujian pamungkas. Ini lah ujian yang
paling berat yang anak-anak temui di PM, dan bahkan mungkin sepanjang hidup kalian.” hal. 378 Kutipan III
Diceritakan sistem pendidikan yang berlaku adalah selama 24 jam dengan tujuan membentuk para santri yang mandiri dan tangguh. Dalam aturan ujian yang
harus ditempuh para santri juga mengalami masa ujian yang berat. Diistilahkan
commit to user
96 sebagai persalinan jabang bayi yaitu imtihan nihai ujian pamungkas ujian yang
paling berat bahkan mungkin selama hidup. 2. Kakak kelas
Sudah menjadi peran bersama bagi warga Pondok Pesantren untuk mengikuti kurikulum yang sudah di tentukan, termasuk kakak kelas, terlihat dari
kutipan di bawah ini.
“Ayyuhal ikhwan”. Saudara-saudara semua. Selamat datang dalam pertandingan penting ini. Saya akan perkenalkan para pemain dari kedua tim, yaitu....” Dia menyampaikan
semua komentar dalam bahasa Arab, karena minggu ini minggu wajib berbahasa Arab. hal 167
Peran kakak kelas disini dimaknai sebagai contoh dan pengingat bahwa pelaksanaan kurikulum berbahasa Arab sudah diatur seperti penggalan kalimat
“Dia menyampaikan semua komentar dalam bahasa Arab, karena minggu ini minggu wajib berbahasa Arab”
3. Seluruh anggota pesantren Tetapi dalam pelaksanaan kurikulum sendiri, semua warga Pondok ikut
andil bagian sebagai pelibat yang utama dalam menjalankan kurikulum, seperti dalam kutipan berikut.
Rasanya tidak ada yang melebihi cara PM mengistimewakan waktu ujiannya. Ujian maraton sepanjang 15 hari di sambut bagai pesta akbar, riuh dan semarak. You can feel
the exam in the air. Itulah the moment of truth sorang pencari ilmu untuk membuktikan bahwa jerih payah belajar selam ini mendatangkan hasil setimpal, yaitu meresapnya ilmu
tadi sampai ke sum-sum nya.hal. 189 Dikamar aku bertemu mereka, di kelas aku bertemu mereka lagi, di lapangan bola juga,
bahkan di depan kaca, aku pun ketemu makluk yang sama: laki-laki. Sekolah kami adalah kerajaan kaum lelaki. Tidak ada perempuan di areal belasan hektar ini kecuali mbok-
mbok di dapur umum dan kantin, keluarga para guru senior yang kebetulan tinggal di dalam kampus, dan para tamu yang datang dan pergi. hal.230 Kutipan IV
Keterlibatan seluruh anggota pesantren disini dimaknai bahwa peranan dari masing-masing merupakan penjelasan dari kurikulum dalam hubungannya
commit to user
97 dengan interaksi yang berlangsung dari masing-masing penghuni pesantren, baik
mulai dari kyai, pengajar dan teman-teman asrama yang lainnya.
c. Sarana Wacana mode of discourse
Dalam menceritakan kurikulum, Fuadi mencoba membahasakan bagaimana latar suasana yang terjadi diantara pelibat wacana dengan gaya
bercerita sesuai dengan gaya bahasa pondok pesantren yang khas, seperti kutipan berikut:
Tur berlanjut ke bagian selatan pondok, melewati barisan pohon asam jawa yang berbuah lebat bergelantungan. “sebagai tempat yang mementingkan ilmu, kami punya
perpustakaan yang lengkap. Koleksi ribuan buku berbahasa Inggris dan Arab kami pusatkan di perpustakaan yang kami sebut maktabah atau library,” kata Burhan sambil
menunjukkan ke bangunan antik berbentuk rumah Jawa. “Tolong dijaga suara ya”. hal.
32 Kutipan V
Dalam praktek kurikulumnya, Fuadi mencoba mengenalkan pesantren identik dengan istilah-istilah pondok pesantren. Dijelaskan dalam kutipan diatas
bahwa mereka menyebut perpustakaan dengan maktabah atau library. Sesuai dengan konteks yang ada di pesantren Gontor, bahwa kurikulum yang mereka
gunakan yaitu dengan bahasa Arab dan Inggris. Dua bahasa tersebut menjadi kurikulum wajib di pesantren Gontor yang menjadikannya di kenal masyarakat
dengan Pondok Modern Gontor. Istilah modern menjelaskan bahwa pesantern tidak hanya mengajari ilmu agama tetapi juga berorientasi pada kurikulum
sekolah umum. Selain itu di pertegas dengan penggunaan istilah-istilah dalam bahasa
inggris, diceritakan pembatasan akan media dari dalam negri ketat dan tidak bisa diganggu gugat, tetapi untuk media luar negri justru sangan bebas dan didukung
commit to user
98 penuh oleh kurikulum yang di ajarkan. Kembali lagi pada misi dari pendidikan di
Pesantren Gontor yang lebih berorientasi ke barat, seperti dalam teks berikut;
Walau media lokal di sensor ketat, PM membebaskan kami menerima majalah dari luar negri, karena ini bagian dari proyek mendalami bahasa Arab dan Inggris. Makanya
berbondong-bondonglah kami melayangkan surat ke seluruh dunia, mulai Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Inggris, Pakistan, Belgia, sampai Arab Saudi. Tidak perlu susah
mengarang suratnya, para senior kami sudah punya template surat dengan kalimat penuh puja-puji yang manjur untuk membujuk siapa pun mengirimi kami majalah dan buku
gratis. Hal.173 Di PM, tidak seorang pun murid boleh menonton TV. Menurut guru kami, kualitas siaran
TV tidak cocok dengan pendidikan PM dan bisa melenakan murid dari tugas utama menuntut ilmu. Sementara radio hanya bisa didengar kalau disiarkan Bagian Penerangan
melalui jaringan pengeras suara yang ada di setiap asrama dan tempat umum. Hal. 176 Kutipan VI
2. Metode pendidikan dalam praktek pengajaran