Novel dalam Konstruksi Realitas

commit to user 18 negara. Isi media juga muncul dalam bentuk-bentuk yang kelihatan lebih konstan sejalan dengan waktu dibandingkan gejala budaya lainnya. Karena alasan ini isi media dihargai ahli sejarah, sosiolog, dan antropolog. 29 Oleh karenanya, teori tersebut dapat diaplikasikan pada semua tipe isi content, termasuk dalam karya novel. Karya novel yang bersifat imajiner, di dalamnya terlibat tindak pengekspresian dan komunikasi yang dilakukan dengan baik melalui usaha meniru kejadian nyata, mengajukan kasus khusus, atau dengan menyediakan kekontrasan dari yang dianggap normal. Dengan kata lain, karya novel hendak berkomentar tentang kenyataan melalui representasi. Dalam hal hubungan fantasi dan representasi ini, kiranya dapat dipetik ungkapan dari Humphrey Carpenter, sebagai berikut: ...Sisi lain dari menulis... adalah representasi, dan dideskripsikan secara umum sebagai “fantasi”. Walaupun tidak secara terbuka bersifat realistis dan dianggap tidak punya hubungan apa-apa dengan dunia “nyata”, dalam usaha menulis karya-karya fantasi ini ditemukan beberapa observasi mendalam tentang karakter manusia dan masyarakat masa kini dan sering kali tentang agama. 30

3. Novel dalam Konstruksi Realitas

Mengenai proses konstruksi realitas, prinsipnya setiap upaya “menceritakan” konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, atau benda adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Dunia ini, tidaklah semata-mata sebagai kenyataan diterima begitu saja. Kehidupan sehari-hari menampilkan diri sebagai kenyataan yang telah ditafsirkan oleh manusia dan mempunyai makna subjektif bagi mereka sebagai satu dunia yang koheren. Dunia ini berasal dari pikiran- 29 Denis McQuails, Op.cit. hal. 177. 30 Indah S. Pratidina, Op.cit. commit to user 19 pikiran dan tindakan-tindakan manusia dan dipelihara sebagai “yang nyata” oleh pikiran dan tindakan itu. 31 Bisa dikatakan bahwa konsep tentang dunia ini terwakili dalam konsep Karl R. Popper; 32 dunia ini menjadi tiga, Dunia 1 yaitu kenyataan fisis dunia, Dunia 2 yaitu segala kejadian dan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan Dunia 3 yaitu segala hipotesis, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerja sama antara Dunia 1 dan Dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik, agama dan lainnya. Dunia 3 itu hanya ada selama dihayati, seperti sebuah karya novel yang sedang dibuat oleh pengarang, adanya transformasi idegagasan dari perpaduan antara Dunia 1 dan Dunia 2, yang pada akhirnya semua itu ‘mengendap’ dalam bentuk karya buku dan menjadi bagian dari Dunia 1. Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa sudah menjadi alat konseptualisasi dan alat narasi, sehingga penggunaan bahasa simbol tertentu, juga akan menentukan format narasi dan makna tertentu. Keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambarancitra image mengenai suatu realitas. Manakala kita bercerita atau melakukan komunikasi dengan orang lain sesungguhnya esensi 31 Proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang konstruktor melakukan objektifikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi terhadap suatu objek. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi itu diinternalisasikan ke dalam diri seorang konstruktor. Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari proses permenungan secara internal tadi melalui pernyataan-pernyataan. Alat yang digunakan adalah kata-kata atau konsep atau bahasa. Karenanya bahasa adalah sarana penting atau utama dalam proses konstruksi realitas.Peter L Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES, 1990:28-29. 32 Dr. C. Verhaak S.J. dan Drs. R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-llmu, seri filsafat Driyarkara 1, Jakarta: Gramedia, 1989: 162 commit to user 20 yang ingin kita sampaikan adalah sebuah makna maka dari itu penggunaan bahasa dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari perspektif ini, bahasa bukan lagi mencerminkan realitas, tapi sekaligus menciptakan realitas, seperti bagan di bawah ini: BAGAN 3 Hubungan Bahasa, Realitas, dan Budaya christian dan christian, 1996 33 Konstruksi realitas dalam novel juga bersandar pada kehidupan sehari- hari. 34 Masalahnya, pengarang dan karyanya adalah bagian dari masyarakatnya dan tidak lepas dari hubungan ekonomi, sosial, dan politik di masyarakat. Dasar dari gerak dan hubungan masyarakat adalah hubungan produksi, hubungan kerja dan kepemilikan alat-alat produksi. Fungsi novel sebagai bagian dari hubungan itu 33 Dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap berita-berita politik, Jakarta: Granit, 2004: 13 34 Dalam ranah sastra ada dua pendapat yang menyatakan, sebenarnya sastra itu mimises hanyalah sebuah tiruan dari alam semesta ini, sedangkan yang satu berpendapat, sastra, seperti halnya novel adalah creatio karya seni hakekatnya adalah sesuatu yang baru, asli, ciptaan dalam arti yang sungguh-sungguh. Pandangan pertama dicetuskan oleh Plato dan dianut oleh para kaum strukturalis, yang menganggap sastra adalah dunia dalam kata heterokosmos. Pandangan kedua, dianut oleh kaum Marxis, kadang juga para peneliti menganggap karya sastra sebagai dokumen sosial. Lihat dalam Prof. Dr.A.Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984: 219- 371 commit to user 21 mau tak mau – meski tidak selalu adalah sebagai penyebar nilai dan kesadaran yang akan mewarnai pertarungan ideologi dan sosial politik antara kelas-kelas sosial yang ada dalam hubungan produksi itu. Pengarang secara sadar atau tidak bernafsu ingin menyajikan realitas dalam novel atau cerpennya. Realitas sosial kemudian dikonstruksikan sedemikian rupa, dengan intervensi subjektivitas imajinasi pengarang menjadi sebuah bentuk baru yaitu fiksi. Maka dari itu novel dianggap sebagai sebuah dokumen sosial budaya, sebab lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Kehadiran novel merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual, dimaknai oleh Tri Adi Nugroho, yaitu mencoba menghasilkan pandangan dunianya vision du monde kepada subjek kolektifnya lewat penghadapan yang intens, keras terhadap realitas. Signifikasi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan sebuah karya berakar pada kultur dan masyarakat tertentu. 35 Ia hadir sebagai dokumen sosial budaya, yang pada tingkat kesadaran yang tinggi apa yang diajukan sastrawan adalah hasil dari dialog antara dirinya dengan lingkungan realitas sedangkan pada kesadaran rendah karya novel itu adalah pantulan dari lingkungan realitas.

4. Strategi Novel Melakukan Konstruksi Realitas