d. Sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan
penjelasan mengenai tingkah laku sosial.
3. Proses Sosialiasai Politik
Perkembangan sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan
dari ikatan-ikatan lingkungan, seperti keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka, bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda
mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Pemahaman ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas
umum, seperti polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti
pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Seorang anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden
selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 empat tahap dalam
proses sosialisasi politik dari anak, yaitu: a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak,
presiden, dan polisi. b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal,
yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah. c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres parlemen, mahkamah agung, dan pemungutan suara pemilu. d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka
yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.
4. Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang
Tiga faktor penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang menurut Robert Le Vine:
a. Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisasi” keluarga tradisional lewat
industrialisasi dan pendidikan.
b. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat
terikat pada nilai tradisional. c. Pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan
perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional.
5. Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan suatu proses belajar yang kontinu yang melibatkan baik belajar secara emosional emotional
learning maupun indoktrinasi politik yang manifest nyata dan dimediai sarana komunikasi oleh segala partisipasi dan pengalaman si individu yang
menjalaninya. Rumusan ini menunjukkan betapa bear peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di tengah warga suatu masyarakat.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan
struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama melalui pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalui oleh anggota
muda masyrakat dalam proses pendewaasaan mereka. Di dalam realitas kehidupan masyrakat, pola-pola sosialisasi juga
mengalami perubahan seperti juga berubahnya struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut pula soal perbedaan tingkat
keterlibatan dan derajat perubahan dalam subsistem masyarakat yang beraneka ragam.
Pada sisi lain sosialisasi politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud. Hasil
akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental, kognisi pengetahuan, standar nilai-nilai, dan perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka
perannya serta peran yang berlaku. Proses sosialisasi politik dalam kaitannya dengan fungsi komunikasi
politik berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu sendiri.