Kelengketan Produk Pengembangan Produk Pangan Berbahan Dasar Jagung Quality Protein Maize (Zea mays L.) dengan Menggunakan Teknologi Ekstrusi

54 Wang, 1997. Suhu yang optimum dibutuhkan untuk memperoleh gelatinisasi yang optimum Chinnaswamy dan Hanna, 1990, sehingga membentuk viskositas bahan yang optimal yang mengkibatkan suhu pelelehan tinggi dan membentuk bahan yang bersifat amorph Ozcan dan David, 2005, mengembang serta renyah chrispy Chinnaswamy dan Hanna, 1988. Berdasarkan tema pada penelitian ini yaitu pengembangan produk ekstruder berbasis jagung QPM. Maka formula yang dipilih adalah formula dengan komposisi jagung paling kecil 50, sehingga didapatkan produk ekstruder berbasis jagung QPM yang mempunyai karakteristik yang optimal.

2. Kelengketan Produk

Kelengketan menurut Ana 2003 mempunyai arti mudah ditelan atau tidaknya produk pada saat dikunyah di mulut tidak menempel di gigi dan langit-langit. Menurut Rosenthal 1999 jika suatu produk pangan memiliki tekstur yang sangat kering berada di dalam mulut, maka produk tersebut akan sulit ditelan karena membutuhkan banyak kelenjar mulut atau saliva karena fungsi saliva pada mulut yaitu untuk membasahi produk supaya produk tersebut mudah ditelan. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu untuk membasahi produk. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 8 pada uji hedonik yang dilakukan pada atribut kelengketan terhadap ke empat belas formula. Menunjukkan formula yang dibuat berpengaruh nyata p0.05 terhadap skor kelengketan pada selang kepercayaan 95. Analisis sidik ragam yang dilakukan oleh program Design Expert version 7 pada nilai respon hedonik kelengketan terhadap formula yang dibuat, menunjukkan model yang dibuat adalah signifikan p0,05, pada selang kepercayaan 95 dengan nilai p = 0.0001 Lampiran 15, artinya formula yang dibuat berpengaruh nyata terhadap respon uji skor kelengketan, sehingga nilai respon tersebut 55 dapat digunakan dalam proses optimasi yaitu untuk mendapatkan produk dengan karakteristik yang optimum. Hasil uji Duncan terhadap uji hedonik kelengketan dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 8, menunjukkan pada subset 1 formula 8, 5 dan 14 tidak berbeda nyata serta pada subset 2 formula 14, 5, 1, 3, dan 7 tidak berbeda nyata, tetapi formula 8 berbeda nyata dengan formula 5, 1, 3 dan 7. Perbedaan tersebut karena pada formula 7 mempunyai suhu awal pemanasan yang tinggi. Jika suhu awal pemanasan tinggi dan juga kandungan amilopektin pada bahan yang tinggi, maka proses gelatinisasi kurang optimal Chinnaswamy dan Hanna, 1990, sehingga menurunkan viskositas bahan ketika pemasakan. Viskositas turun menyebabkan gesekan antara bahan dengan barrel turun yang dapat menurunkan suhu untuk pelelehan bahan menurun, sehingga pelelehan bahan tidak optimum Chinnaswamy dan Hanna, 1990. Pelelehan tidak optimum menyebabkan berat molekul dari amilopektin tinggi, sehingga menurunkan laju pendistribusian uap air dalam bahan dan menurunkan pengembangan Guy, 2001. Produk yang dihasilkan akan tidak kokoh kempes atau mengkerut karena rendahnya tekanan pada bahan setelah keluar dari die rendah Guy, 2001. Hal tersebut menyebabkan produk kurang garing atau kering, sehingga mudah ditelan. Namun panelis lebih menyukai produk yang garing. Pada subset 3 formula 5, 1, 3, 7, 12, 11, 13 dan 9 tidak berbeda nyata, tetapi formula 14 berbeda nyata dengan formula 12, 11, 13, dan 9 karena suhu gelatinisasi yang tidak optimal yang menyebabkan produk kurang disukai oleh panelis. Pada subset 4 formula 1, 3, 7, 12, 11, 13, 9, 6 dan 4 tidak berbeda nyata, tetapi formula 5 berbeda nyata dengan formula 6 dan 4. Hal tersebut, karena formula 6 dan 4 mempunyai tambahan protein dari kacang hijau, sehingga dapat meningkatkan daya terima produk Moraru dan Kokini, 2003. 56 Formula 12, 11, 13, 9, 6, 4 dan 2 tidak berbeda nyata pada subset 5, namun formula 1, 3, dan 7 berbeda nyata dengan formula 2, karena formula 2 memiliki suhu pemanasan awal yang optimal untuk gelatinisasi, sehingga dapat meningkatkan kulitas tekstur dari produk ekstrusi Chinnaswamy dan Hanna, 1988. Berikut Tabel 9 menunjukkan hasil uji hedonik kelengketan Tabel 9 . Hasil uji hedonik kelengketan Formula Komposisi Formula Rata-rata 1 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 60 4.1 2 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 50 : 50, suhu 60 5.0 3 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 62.5 4.1 4 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 75 : 25, suhu 62.5 4.8 5 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 65 3.9 6 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 50 : 50, suhu 65 4.7 7 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 75 : 25, suhu 67.5 4.3 8 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau =100 : 0, suhu 70 3.1 9 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 50 : 50, suhu 70 4.6 10 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 0 : 100, suhu 60 5.8 11 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 25 : 75, suhu 62.5 4.5 12 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 0 : 100, suhu 65 4.4 13 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 25 : 75, suhu 67.5 4.5 14 Snack dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 0 : 100, suhu 70 3.6 Oleh karena itu, dapat disimpulkan formula 8 berbeda dengan formula 5, 1, 3, dan 7, formula tersebut juga berbeda dengan formula 12, 11, 13 dan 9, juga akan berbeda dengan formula 6 dan 4 serta berbeda dengan formula 2 dan berbeda dengan formula 10. Untuk nilai 57 Design-Expert® Sof tware Skor Kelengketan DesignPoints X1 = A: A X2 = B: B Actual Factor C: Suhu = 65.00 3.72 3.965 4.21 4.455 4.7 100 25 75 50 50 75 25 100 Actual A Actual B S k or K e le ng k e ta n Two Component Mix hedonik kelengketan tertinggi dimiliki oleh formula 10 dengan nilai 5.78 dan pada subset 6 berbeda nyata dengan formula yang lain, karena formula tersebut mempunyai suhu pemanasan awal yang optimal dan kandungan protein pada bahan yang optimal. Uji hedonik untuk atribut kelengketan dapat disimpulkan panelis lebih menyukai produk yang kering dan kelengketan yang tinggi. Persamaan model matematika untuk respon skor kelengketan pada saat kondisi bahan yang nyata dan ketika suhu diatur pada kondisi tertentu. Dapat dilihat pada persamaan matematika sebagai berikut. Skor Kelengketan = +10.56A + 19.17B - 28.44AB - 0.11AC - 0.22B C + 0.47ABC + 71.23ABA-B - 1.07ABCA-B Persamaan matematika untuk skor kelengketan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Kurva skor hedonik kelengketan dengan suhu dan formulasi dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 10. Kurva Skor Kelengketan Terhadap Produk Komponen yang paling besar berkontribusi terhadap skor kelengketan adalah interaksi A komponen jagung B kacang hijau A-B, kemudian diikuti oleh kacang hijau B, dan komponen A 58 jagung. Hal ini disebabkan koefisien ABA-B paling tinggi nilainya 71.23 bila dibandingkan dengan komponen lainnya. Persamaan linear ini memiliki nilai R 2 dan Adjusted R 2 masing masing 0.9756 dan 0.9511. Oleh karena nilai R 2 dan Adjusted R 2 skor tekstur lebih besar dari 0.75, maka ketepatan model untuk memprediksi nilai kelengketan sangat baik. Gambar 10 menunjukkan hasil uji skor kelengketan terhadap 14 formula ekstrusi bentuk dua dimensi. Hasil uji sidik ragam juga menunjukkan interaksi antara komponen A jumlah jagung dengan B jumlah kacang hijau secara berpengaruh nyata terhadap respon skor kelengketan. Selain itu juga terdapat beberapa interaksi yang berpengaruh nyata yaitu interaksi antara komponen A jumlah jagung dengan C suhu, B jumlah kacang hijau dengan C suhu, interaksi antara konponen A jumlah jagung serta B jumlah kacang hijau dengan C suhu proses ABC, A jumlah jagung dengan B jumlah kacang hijau yang diinteraksikan dengan A – B dan interaksi antara konponen A jumlah jagung serta B jumlah kacang hijau dengan C suhu proses ABC juga diinteraksikan dengan A – B. Oleh karena itu, faktor penelitian ini serta interaksi antara faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam penambahan dan pengurangan nilai atau jumlah dari perlakuan pada penelitian ini. Kelengketan juga dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin dari kedua bahan jagung dan kacang hijau. Kedua biopolimer tersebut sangat berpengaruh bagi kelengketan diakibatkan oleh suhu awal pemanasan yang berdampak pada suhu pelelehan bahan yang tidak optimum jika suhu awal gelatinisasi tidak optimum Chinnaswamy dan Hanna, 1988. Kejadian tersebut menimbulkan struktur yang tidak stabil, sehingga produk tidak kokoh setelah mengembang dan mengkerut yang menyebabkan menurunkan kualitas produk, sehingga produk kurang kering. Namun menurut Rosenthal 1999 suatu produk pangan memiliki tekstur yang sangat kering dan produk tersebut berada di dalam mulut, 59 produk tersebut akan sulit ditelan karena membutuhkan banyak kelenjar mulut atau saliva karena digunakan untuk membasahi produk supaya produk tersebut mudah ditelan, sehingga membutuhkan waktu untuk membasahi produk tersebut. Oleh karena itu, dapat diperkirakan panelis memilih produk yang dapat menimbulkan kelengketan apabila produk dikunyah dalam mulut. F. ANALISIS UJI FISIK

1. Tekstur Kekerasan