42 X = nilai absorbansi pati tergelatinisasi x 100
Nilai absorbansi total pati Larutan bahan yang ditambah KOH dan HCl sebagai blangko
untuk larutan total pati ; 4 Larutan yang ditambah KOH, HCl dan Iodium sebagai larutan total pati.
Derajat gelatinisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Jadi derajat gelatinisasi adalah X.
8. Analisis Nilai Energi Almatsier dan Lisdiana, 2001
Penentuan nilai energi maksimum melalui perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan faktor Atwater faktor
koreksi menurut komposisi karbohidrat, lemak, protein, serta nilai energi faal makanan tersebut.
Nilai energi = faktor Atwater × kandungan gizi bahan pangan
h. Uji Statistik
Uji data statistik dilakukan dengan pengujian anova beserta uji lanjut Duncan mengunakan SPSS 12 dan uji RSM response surface
methodology D-Optimal Combine beserta optimasi menggunakan
program Design Expert version 7. Energi = 4 kkalg
× kandungan karbohidrat + 9 kkalg × kandungan lemak + 4 kkalg
× kandungan protein
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN BAHAN
Persiapan bahan yang baik untuk proses pembuatan ekstrusi merupakan salah satu tahapan penelitian yang penting sekali. Jagung dan kacang hijau
digiling menjadi grits dengan menggunakan hammer mill, sehingga menghasilkan bahan dalam bentuk butiran dengan ukuran 1 – 5 mm. Pada
proses ekstrusi, bahan yang digunakan berbentuk butiran kecil dengan diameter 1 – 5 mm. Sementara bahan yang berbentuk tepung, hasilnya kurang
mengembang dibandingkan dengan bahan berbentuk grits. Ukuran partikel yang terlalu halus seperti tepung dengan ukuran 60 mesh, menyebabkan
produk yang dihasilkan akan hangus dan partikel bahan tidak mengalami proses pemadatan yang sempurna sehingga kurang mengembang Ang et al.,
1980. Sementara perendaman pada kacang hijau dengan air bertujuan untuk memudahkan dalam mengupas kulit ari dari kacang hijau tersebut. Proses alur
pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 7.
B. PENENTUAN FAKTOR PERLAKUAN PENELITIAN
Perlakuan yang menjadi dasar pembuatan produk ekstrusi pada penelitian ini adalah komposisi campuran kedua bahan yaitu bahan utama
jagung QPM Quality Protein Maize dan kacang hijau varietas betet serta kondisi proses atau suhu pemanas dari ekstruder Heater Electric. Proses
formulasi dilakukan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan suatu produk ekstrusi campuran dari bahan jagung dan kacang
hijau dengan memiliki karakteristik organoleptik yang dapat diterima oleh konsumen. Perlakuan proses formulasi pada penelitian ini salah satunya yaitu
formula produk dicampur dengan kacang hijau. Pencampuran tersebut dikarenakan kacang hijau mempunyai kandungan pati yang cukup tinggi
dibandingkan kacang-kacang lainnya Muchtadi dan Sugiyono, 1989, sehingga dapat membantu pada proses karakterisasi produk ekstrusi atau
44 memberikan sifat puffing pada produk serta dapat menambah kerenyahan
Muchtadi et al., 1988.
C. PENENTUAN FORMULA AWAL FORMULASI
Rancangan formulasi dibuat menurut rancangan metode penelitian yang disarankan oleh metode RSM D-optimal combine. Pada program tersebut
dibutuhkan suatu batasan atau kendala yang menjadi dasar pembuatan formula yang mewakili seluruh formula yang harus dibuat. Adapun kendala yang
digunakan pada penelitian ini disebut juga sebagai faktor perlakuan. Kendala yang terdiri dari komposisi bahan dan suhu awal proses diduga dapat
mempengaruhi karakteristik produk yang diinginkan serta juga mempengaruhi nilai dari semua respon karakteristik yang diujikan pada produk, sehingga
dapat mencapai nilai dari semua respon yang optimum desirability yang optimum.
Kendala tersebut juga akan menjadi variabel dari persamaan model matematika yang didapat dari analisis anova atau uji sidik ragam serta
diharapkan semua model matematika dari semua uji respon yang dilakukan dapat berpengaruh nyata p0.05 terhadap formula yang dibuat, sehingga
dapat menentukan nilai salah satu respon atau parameter tertentu pada produk terpilih.
Faktor perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah formula bahan yang terdiri dari bahan utama yaitu jagung Quality Protein Maize dan
kacang hijau varietas betet serta pengaturan suhu pemanas ekstruder atau suhu awal proses pemasakan. Semua faktor perlakuan tersebut dibuat dalam
variabel tertentu yang disesuaikan secara otomatis oleh program Design Expert version
7. Untuk komposisi jagung digunakan variabel A, kacang hijau digunakan variabel B dan suhu digunakan variabel suhu atau C.
Gambaran dan hasil evaluasi rancangan formulasi dari desain rancangan penelitian dengan menggunakan program Design Expert 7 dapat dilihat pada
Lampiran 11. Menunjukkan jenis rancangan statistik yang digunakan adalah Combined
dan menggunakan rancangan penelitian D-optimal. Proses ekstrusi
45 yang harus dilakukan 14 kali proses dengan 14 formula dan diatur pada suhu
awal pemanasan ekstruder antara 60 °C - 70 °C.
Ke empat belas formula tersebut digunakan sebagai wakil dari keseluruhan formula yang harus dibuat, dimana jumlah formula tersebut
merupakan jumlah formula paling minimum yang digunakan untuk mendapatkan satu formula produk ekstrusi yang optimum. Hasil rancangan
formula dapat dilihat pada Tabel 7. Sesuai dari tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula yang optimum dari produk ekstrusi di dalam
aspek skor tekstur, skor kelengketan, kekerasan tekstur, dan derajat pengembangan, sehingga dapat diterima oleh konsumen.
Hasil dari semua respon yang berpengaruh nyata terhadap formua awal yang dibuat dan yang diujikan pada produk ekstrusi tersebut selanjutnya
dioptimasi, sehingga menghasilkan formula optimal. Hal tersebut karena respon yang diujikan merupakan karakteristik yang terdapat pada produk
ekstrusi. Menurut Guy 2001 karakteristik produk ekstrusi dari snack adalah tekstur yaitu renyah. Karakteristik produk ekstrusi tersebut akan memberikan
gambaran seberapa besar tingkat penerimaan konsumen.
Tabel 7. Formula Awal Produk Ekstrusi Formula
Jagung Kacang
Hijau Suhu Awal
Pemanasan Ekstruder
Heater Electric
°C 1. 100 0
60 2. 50 50
60 3. 100 0
62.5 4. 75 25
62.5 5. 100 0
65 6. 50 50
65 7. 75 25
67.5 8. 100 0
70 9. 50 50
70 10. 0 100
60 11. 25 75
62.5 12. 0 100
65 13. 25 75
67.5 14. 0 100
70
46 Out put
dari proses analisis untuk uji organoleptik dan uji fisik produk yang diolah oleh rancangan statistik RSM D-Optimal Combine adalah suatu
model matematika berbentuk polinomial yang menunjukkan hasil analisis respon produk. Gambaran model persamaan matematika yang didapatkan oleh
setiap respon dengan ditunjukkan dengan variabel tertentu. Variabel tersebut menjadi penentu suatu rancangan model matematika, yang digunakan untuk
faktor perlakuan pada penelitian, sehingga didapatkan respon yang mendukung terciptanya produk optimal produk terpilih Anonim
c
, 2005. D. PEMBUATAN PRODUK EKSTRUSI
Penentuan formula yang terbaik pada penelitian ini dibuat sesuai dengan rancangan penelitian yang ditentukan oleh Design Expert Version 7. Alat
ekstruder yang digunakan pada penelitian ini tidak dilengkapi dengan unit-unit injeksi air maupun uap. Oleh karena itu, pengaturan alat ekstruder yang
dilakukan sebelum proses pemasakan, pertama kali dilakukan yaitu pengaturan suhu pemanasan awal.
Kecepatan dan bentuk ulir sangat mempengaruhi spesifikasi produk ekstrusi yang dihasilkan. Putaran ulir yang relatif lebih cepat menyebabkan
produk yang dibuat relatif mekar .
Putaran ulir untuk mesin single extruder yang digunakan pada penelitian ini yaitu 1400 rpm.
Bentuk cetakan yang digunakan akan mempengaruhi tekstur dan bentuk potongan produk akhir.
Cetakan yang dipakai pada proses pembuatan ekstruder pada penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 3 mm, sehingga produk yang dihasilkan
berbentuk silinder atau tabung. Menurut Muchtadi et al., 1988 lubang cetakan yang runcing akan mengurangi kebutuhan tekanan balik dan
menghasilkan permukaan produk yang licin Suhu pengaturan pemanas pada alat ekstruder yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu berkisar 60 °C – 70 °C. Suhu tersebut akan memanaskan
barrel cepat dan secara otomatis ulir akan menekan bahan Guy, 2001. Selain
itu juga pengaturan suhu dari pemanas ekstruder tunggal tersebut yaitu maksimal pada suhu 80
°C. Menurut Muchtadi et al 1988, proses teksturisasi atau pemasakan di dalam alat pengekstrusi dibutuhkan panas yang tinggi yaitu
47 lebih dari 150
°C. Suhu tersebut dapat dihasilkan oleh pelepasan energi mekanik yang dipakai oleh pemutar ulir. Suhu akan naik dengan cepat ketika
putaran ulir yang digerakan oleh pemutar ulir pertama kali. Suhu meningkat antara 80 – 150
°C Guy, 2001.
E. ANALISIS UJI ORGANOLEPTIK
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik dari atribut tekstur dan kelengketan. Hal tersebut bermaksud untuk menilai
seberapa jauh preferensi atau kesukaan konsumen terhadap atribut tekstur dan kelengketan dari produk tersebut. Karakteristik produk pangan yang
dikehendaki dari produk ekstrusi khususnya snack adalah tekstur yang renyah, mempunyai derajat pengembangan yang tinggi, mengembang dengan densitas
yang rendah ringan, dan tekstur rapat Baik, Joseph dan Linhda, 2004. Menurut Guy 2001 salah satu aspek yang utama dalam memasarkan produk
snack ke pasar adalah aspek tekstur dan flavor yang digunakan dalam produk
akhir. Berbagai atribut tekstur yang ada dalam penilaian organoleptik terhadap produk pangan.
Setiap produk pangan memiliki jenis atau atribut tekstur yang berbeda- beda. Tekstur pada produk pangan menurut International Organization for
Standardization adalah sebagai suatu aspek keseluruhan atribut dari sifat
reologi dan struktural geometrik dan permukaan produk pangan yang dapat digambarkan dengan jelas secara mekanik, tactile dapat dirasakan atau
diraba, dengan visual dan suara auditory texture ISO, 1981. Menurut Gimeno, Moraru dan Kokini 2004, sifat yang dimiliki oleh
produk ekstruder khususnya snack adalah renyah dan memiliki sifat crunchiness
sifat garing serta mempunyai sifat mengembang, sehingga akan menimbulkan sifat crisp renyah. Volume pengembangan adalah parameter
kualitas yang utama yang mempengaruhi kerenyahan dan sifat crunchiness Ali et al., 1996. Pengembangan produk tergantung pada komposisi bahan,
kualitas pemasakan dan laju bahan yang meleleh pada saat keluar dari die Desrumaux et al., 1998 pengembangan produk juga yang paling utama
tergantung pada kadar air bahan dan suhu proses ekstrusi Ilo et al., 1996.
48 Contoh produk ekstrusi hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
berikut.
Gambar 8. Produk ekstrusi dengan formula 100 jagung QPM dan 0 kacang hijau
a. Uji Hedonik 1. Tekstur Produk
Hasil analisis sidik ragam atau uji anova dapat dilihat pada Lampiran 7 menunjukkan formula yang dibuat berpengaruh nyata
p0.05 terhadap skor tekstur yang diuji pada uji hedonik dengan selang 95. Analisis sidik ragam yang dilakukan oleh program Design
Expert version 7 pada nilai respon hedonik tekstur terhadap formula
yang dibuat, menunjukkan model yang dibuat adalah signifikan p0,05, pada selang kepercayaan 95 dengan nilai p = 0.0036 dapat
dilihat pada Lampiran 12, artinya formula yang dibuat berpengaruh nyata terhadap respon uji skor tekstur, sehingga nilai respon tersebut
dapat digunakan untuk proses optimasi yaitu untuk mendapatkan produk dengan karakteristik yang optimum.
Kandungan amilopektin dan amilosa berpengaruh besar dalam menentukan sifat atau karakteristik produk ekstuder. Menurut Wang
49 1997 amilopektin dapat meningkatkan sifat pengembangan produk
dan kerenyahan crispness, sedangkan amilosa dapat meningkatkan sifat kering crunchiness dan kekuatan tekstur produk.
Tabel 8. Hasil uji hedonik tekstur Formula
Komposisi Formula Rata-rata
1 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 60
5.0 2
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 50 : 50, suhu 60 5.5
3 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 62.5
4.8 4
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 75 : 25, suhu 62.5 5.1
5 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 100 : 0, suhu 65
3.7 6
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 50 : 50, suhu 65 5.1
7 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 75 : 25, suhu 67.5
4.4 8
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau =100 : 0, suhu 70 3.2
9 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 50 : 50, suhu 70
4.9 10
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 0 : 100, suhu 60 5.8
11 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 25 : 75, suhu 62.5
2.3 12
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 0 : 100, suhu 65 5.3
13 Snack
dengan komposisi jagung : Kacang hijau = 25 : 75, suhu 67.5
5.6 14
Snack dengan komposisi jagung : Kacang
hijau = 0 : 100, suhu 70 3.7
Hasil uji Duncan terhadap uji hedonik tekstur dengan selang kepercayaan 95 Lampiran 7, menunjukkan subset 1 dengan
formula 8, 5 dan 14 berbeda nyata dengan formula yang lainnya, karena formula tersebut memiliki perbedaan yang signifikan pada suhu
awal pemanasan, sehingga menimbulkan pengaruh tekstur yang berbeda. Pada subset 2 menunjukkan formula 7, 3, 9, 1, 6 dan 4 tidak
berbeda nyata berbeda nyata serta pada subset 3 dengan formula 3, 9,
50 1, 6, 4, 11, 12, 2 dan 13 juga tidak berbeda nyata, tetapi formula 7
berbeda nyata dengan formula 2, 11, 12 dan 13. Formula 7 berbeda dengan formula 2 karena formula memiliki suhu awal yang optimal
dalam gelatinisasi pati. Suhu awal pemanasan berpengaruh pada proses gelatinisasi pati.
Serta berpengaruh pada sifat bahan pada waktu pemasakan dan juga berpengaruh pada pengembangan produk ekstrusi Guy, 2001. Suhu
terendah pada penelitian ini adalah 60 °C dan tertinggi adalah 70 °C.
Oleh karena itu, dapat diperkirakan gelatinisasi pada suhu 60 °C akan
lebih optimal daripada suhu yang lainnya, dengan kandungan air bahan yang sama.
Pada umumnya suhu gelatinisasi pati pada saat ekstrusi akan meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan amilosa
Chinnaswamy dan Hanna, 1990. Sementara kandungan amilosa dan amilopektin bahan utama yaitu jagung QPM serta bahan campuran
yaitu kacang hijau yang digunakan pada penelitian ini pada umumnya memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar dari pada
kandungan amilosanya Muchtadi dan Sugiono, 1989, sehingga dapat menurunkan suhu gelatinisasi bahan pada saat ekstruder
Chinnaswamy dan Hanna, 1990. Sementara formula 7 jika dibandingkan dengan 11, 12 dan 13
berbeda karena komposisi kacang hijau pada formula tersebut semakin tinggi. Kandungan protein pada kacang hijau dapat berpengaruh pada
pengembangan produk. Sementara kandungan protein pada kacang hijau lebih tinggi dari pada jagung QPM. Pada formula 2 komposisi
kacang hijau lebih banyak dari formula 7. Kacang hijau varietas betet yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kandungan protein
yang tinggi dibandingkan dengan jagung QPM Tabel 12. Menurut Gimeno et al., 2004 protein dapat meningkatakan derajat
pengembangan dan juga berpengaruh pada tekstur. Meningkatnya derajat pengembangan akan meningkatkan kerenyahan pada produk
51 dan meningkatkan daya terima produk bagi konsumen Moraru dan
Kokini, 2003. Pada subset 4 formula 6, 4, 11, 12, 2, 13 dan 10 tidak berbeda
nyata, tetapi formula 3, 9 dan 1 berbeda nyata dengan formula 10. Produk formula 10 memberikan nilai kesukaan tekstur yang tinggi dari
yang lain karena selain diproses dengan suhu gelatinisasi yang optimal juga jika dilihat dari kandungan protein hasil dari analisis protein pada
kacang hijau lebih banyak dibandingkan dengan kandungan protein pada jagung Tabel 12. Formula 10 dengan komposisi jagung 0 dan
100 kacang hijau yang diolah pada suhu awal proses 60 °C
memberikan nilai tertinggi 5.81. Protein dapat menaikan derajat pengembangan yaitu dengan
mengontrol pendistribusian air pada matriks bahan bahan pada saat pemasakan serta menguatkan interaksi antara amilopektin yang sudah
terpotong-potong karena proses pelelehan yaitu dengan membentuk ikatan kovalen maupun interaksi non ikatan tarik-menarik antar
molekul, sehingga dapat meningkatkan kekuatan polimer amilopektin untuk mengembang tanpa putus Gimeno et al., 2004.
Menurut Monaru dan Kokini 2003 pati yang kaya akan amilopektin akan menyebabkan lebih mengembang dibandingkan
dengan pati yang kaya akan amilosa, karena rantai amilosa akan berikat satu sama lain pada proses pemasakan, sehingga proses saling
terikatnya amilosa tersebut akan menyebabkan polimer-polimer amilosa tersebut sulit tertarik pada saat proses pengembangan pada
saat produk keluar dari die yang menyebabkan produk ekstrusi kurang mengembang. Pada bahan yang mempunyai kadungan air yang sama
amilopektin lebih mudah mengembang dari pada amilosa Monaru dan Kokini, 2003. Pengembangan produk akan berdampak positif
terhadap sifat kerenyahan produk Wang, 1997. Gelatinisasi yang optimal akan menghasilkan viskositas bahan
yang optimal yaitu dengan viskositas yang tinggi, karena amilopektin dan amilosa terpecah, sehingga dapat meningkatkan viskositas bahan
52 dan suhu proses pemasakan hingga dua kali lipatnya Kokini, Tangho
dan Karwe, 1991. Kondisi pemasakan pada ekstruder yang terjadi pada alat ekstruder pada penelitian ini yaitu dalam kondisi kering atau
kandungan air yang rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan gesekan antara bahan dengan barrel akan meningkat, sehingga dapat
meningkatkan suhu barrel ektruder secara keseluruhan Chinnaswamy dan Hanna, 1990.
Menurut Ozcan dan David 2005 proses ekstrusi dengan kadar air rendah terjadi pada suhu tinggi serta putaran ulir yang medium,
menyebabkan pati tergelatinisasi dan meleleh, sehingga pati termasak seluruhnya dan berubah menjadi berbentuk amorph. Dengan kondisi
tersebut tekstur akan lebih renyah dan mengembang Chinnaswamy dan Hanna, 1988. Bahan yang sudah meleleh tersebut bersifat amorph
Wang, 1993, sehingga produk ketika keluar dari die memiliki sifat higroskopis yang tinggi Adawiyah, 2002.
Persamaan model matematika untuk respon skor tekstur pada saat kondisi bahan yang nyata dan ketika suhu diatur pada kondisi
tertentu. Dapat dilihat pada persamaan matematika sebagai berikut. Skor Tekstur = -3097.39A + 3588.40B + 3665.34A B + 145.10AC -
167.16 BC -170.04ABC - 2.26AC
2
+ 2.60 BC
2
+ 2.62ABC
2
+ 0.012 AC
3
- 0.013 BC
3
- 0.013 ABC
3
Komponen yang paling besar berkontribusi terhadap skor tekstur adalah interaksi antara komponen A jagung dan B kacang hijau,
kemudian di ikuti oleh kacang hijau B serta interaksi A dengan C. Hal ini disebabkan koefisien AB paling tinggi nilainya 3665.34 bila
dibandingkan dengan komponen lainnya. Persamaan linear ini memiliki nilai R
2
dan Adjusted R
2
masing masing 0.9950 dan 0.9767. Oleh karena nilai R
2
dan Adjusted R
2
skor tekstur lebih besar dari 0.75, maka ketepatan model untuk memprediksi nilai tekstur sangat baik.
Gambar 9 menunjukkan hasil uji skor tekstur terhadap 14 formula ekstrusi bentuk dua dimensi. Persamaan matematika untuk skor tekstur
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.
53
Design-Expert® Sof tware Skor Tekstur
DesignPoints X1 = A: A
X2 = B: B Actual Factor
C: Suhu = 65.00
3.7 4.15
4.6 5.05
5.5
100 25
75 50
50 75
25 100
Ac tual A Ac tual B
S ko
r T e
kst u
r
Two Component Mix
Gambar 9. Kurva Skor Tekstur Terhadap Produk Hasil uji sidik ragam juga menunjukkan interaksi antara
komponen A jumlah jagung dengan B jumlah kacang hijau secara berpengaruh nyata terhadap respon skor tekstur. Selain itu juga
terdapat beberapa interaksi yang berpengaruh nyata yaitu interaksi antara komponen B jumlah kacang hijau dengan C suhu dan
interaksi antara konponen A jumlah jagung dengan C suhu proses dikuadratkan AC
2
. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan dalam penambahan dan pengurangan nilai atau jumlah
dari perlakuan pada penelitian ini. Komponen jagung dan kacang hijau berpengaruh nyata karena
kandungan amilopektinnya dari ke dua bahan tersebut yang berperan dalam membentuk struktur produk yang renyah Wang 1997.
Selanjutnya suhu awal pemanasan barrel akan berpengaruh pada komponen biopolimer yang ada pada kacang hijau. Kacang hijau
memiliki kandungan protein yang tinggi Tabel 12, sehingga dapat membantu kekuatan ikatan antara amilopektin yang terdegradasi atau
terpecah-pecah pelelehan Guy, 2001 dan akan membentuk tekstur pengembangan produk yang juga mengakibatkan produk renyah
54 Wang, 1997. Suhu yang optimum dibutuhkan untuk memperoleh
gelatinisasi yang optimum Chinnaswamy dan Hanna, 1990, sehingga membentuk viskositas bahan yang optimal yang mengkibatkan suhu
pelelehan tinggi dan membentuk bahan yang bersifat amorph Ozcan dan David, 2005, mengembang serta renyah chrispy Chinnaswamy
dan Hanna, 1988. Berdasarkan tema pada penelitian ini yaitu pengembangan
produk ekstruder berbasis jagung QPM. Maka formula yang dipilih adalah formula dengan komposisi jagung paling kecil 50, sehingga
didapatkan produk ekstruder berbasis jagung QPM yang mempunyai karakteristik yang optimal.
2. Kelengketan Produk