Amilosa Amilopektin Gelatinisasi PATI a. Karakteristik Pati

16 waktu yang berlainan dan tidak sama kadarnya Hodge et al., 1976. Menurut Hodge et al., 1976 ikatan paralel yang terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat yang disebut daerah amorf yang mudah dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi, sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam putih di bawah mikroskop Whistler et al., 1984. Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang ditepi. Granula pati dari golongan tanaman Graminae beras, jagung, dan gandum mempunyai hilum yang terletak ditengah, sedangkan pada granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf Banks dan Greenwood, 1975. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30 tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan Hodge dan Osman, 1976. Sampai saat ini diduga amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati Banks et al., 1975.

c. Amilosa

Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan α-1,4 dari struktur cincin piranosa, yang membentuk rantai lurus umumnya dikatakan sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnnya jika amilosa dihidrolisa dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna Banks et al., 1975. β-amilase menghidrolisa amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan α-1,4 dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa Muchtadi at al., 1988. 17 Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan membentuk struktuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini yang mendasari terjadinya interaksi iod-amilosa membentuk warna biru, dan ini dapat ditentukan kadarnya dengan mengunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 – 660 nm Manner, 1979 di dalam La Ega, 2002.

d. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-1,4 pada rantai lurusnya, serta ikatan β-1,6 pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4 – 5 dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin Hodge dan Osman, 1976 ; Fennema, 1976. Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul bervariasi tergantung sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon yang ke 6 dari cincin glukosa Greenwood dan Munro, 1979. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar puffing dimana produk makanan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati yang mengandung amilosa yang tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal karena proses mekarnya terjadi secara terbatas Muchtadi at al., 1988.

e. Gelatinisasi

Menurut Winarno 1995 peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55 °C – 65 °C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. 18 Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga selanjutnya terjadi pembengkakan granula pati Greenwood dan Murno, 1979. Winarno 1995 menambahkan karena jumlah gugus hidroksil dari molekul pati sangat besar maka kemampuan menyerap air juga sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula pati dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini berada dalam granula dan tidak dapat bergerak bebas lagi. Kenaikan dan penurunan viskositas selama gelatinisasi dapat diikuti dengan menggunakan Brabender amilograph. Mekanisme gelatinisasi terdiri dari tiga tahap Fennema, 1996. Tahap pertama air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula, kemudian pada suhu 60 – 85 °C granula akan mengembangkan dengan cepat dan polimer yang lebih pendek akan larut, sehingga pati kehilangan sifat birefrigentnya. Keperluan air pada suhu awal gelatinisasi tergantung pada jenis patinya. Proses pembengkakan granula oleh pemanasan akan menyebabkan perubahan yang nyata dalam viskositas dan sifat reologi dari pasta. Hal tersebut merupakan karakteristik dari masing-masing jenis pati Damardjati, 1987. Sedangkan pada pati mentah, jika dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Pembengkakan granula tersebut dapat kembali ke pada kondisi semula Winarno, 1997. Pada tahap kedua, jika suhu tetap naik, maka molekul-molekul pati akan terdifusi keluar granula Fennema, 1996. Selama gelatinisasi suspensi yang tadinya menyerupai susu menjadi berkurang daya tembus sinarnya dan berubah menjadi transparan. Pembengkakan menyebabkan hilangnya birfringence dan menstimulasi terbentuknya larutan yang kental. Meskipun pati telah kehilangan birefringence dan telah terjadi 19 pembengkakan maksimum, tetapi tingkat pengentalan belum sempurna, karena penambahan panas akan meningkatkan kekentalan. Pada tahap ketiga pengembangan granula-granula terjadi secara cepat akibat dari molekul-molekul pati yang terdispersi keluar granula McCormick et al., 1991. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun Winarno, 1997. Schoch 1969 mengemukakan mekanisme pembentukan gel dan retrogradasi diakibatkan oleh terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH terutama pada rantai amilosa dengan molekul amilosa yang lain. Pada proses oksidasi gugus OH ini mencegah ikatan hidrogen mengisi rantai polimer dan gel yang dihasilkan mempunyai konsistensi lembek dan tekstur yang lunak dibandingkan pati alami. Pati dengan amilopektin yang tinggi akan lebih sukar membentuk gel, karena percabangan amilopektin akan mencegah terjadinya ikatan antar molekul yang dibutuhkan utuk pembentukan gel, sedangkan pati dengan amilosa tinggi pembentukan ikatan antar molekul lebih mudah,, sehingga terbentuklah struktur dua dimensi yang disebut gel Osmon, 1972. Terjadinya struktur dua dimensi akan mengakibatkan air bebas akan terperangkap dalam jaringan tersebut. Selain konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh pH larutan. Pembentukan gel optimum pada pH 4 – 7. pada pH yang terlalu tinggi pembentukan gel berlangsung dengan cepat tetapi juga cepat menurun. Sedangkan bila pH terlalu rendah, gel terbentuk secara lambat dan apabila pemanasan diteruskan viskositas akan kembali turun.

D. EKSTRUSI 1. Proses Ekstrusi