3. Perokok berat yaitu apabila menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari Bustan, 2000 dalam Jode, 2011
Menurut penelitian, pengurangan jumlah batang rokok bagi pecandu rokok berat sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dan hanya melakukan pengurangan
risiko sedikit sekali terhadap bahan beracun berbahaya tembakau. Hal ini disebabkan si perokok berat agaknya menghirup lebih sering dan lebih dalam dari
setiap batang yang mereka hisap, mencoba untuk mendapatkan nikotin sejumlah tubuh mereka bisa dapatkan. Untuk itu penting sekali, bagi para pecandu rokok,
menyadari bahwa mengurangi jumlah batang rokok yang diisap setiap harinya tidak akan secara otomatis meningkatkan kodisi kesehatan tubuh Sudjaswadi,
2008. Sedangkan jika berhenti merokok penurunan risiko PJK akan berkurang 50 pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang
tidak merokok setelah behenti merokok 10 tahun.
2.5.2. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena
termasuk faktor risiko utama PJK disamping hipertensi dan merokok. Kadar
kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh diet. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah
disamping diet adalah keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya
risiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah 200mgdl, bila mgdl berarti risiko untuk terjadinya PJK meningkat.
Tabel 2.1. kadar kolesterol total
Kadar kolesterol total Normal
Agak tinggi Tinggi
200 mgdl 200-239 mgdl
≥ 240 mgdl
b. LDL Kolesterol
LDL Low Density Lipoprotein control merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan bad cholesterol: karena kadar LDL yang
meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadal LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui risiko PJK dari pada
kolesterol total. NCEP mengajukan panduan pengobatan pada tahun 1993 Adult treatment Panel II [ATP II] yang menemukan kolesterol LDL sebagai faktor
penyebab penyakit jantung koroner Price dan Wilson,2005
Tabel 2.2. Kadar LDL Kolesterol
Kadar LDL kolesterol Normal
Agak tinggi pertengahan Tinggi
130 mgDl 130-159 mgdL
≥160 mgdL
c. HDL Kolesterol
HDL High Density Lipoprotein kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan good cholesterol: karena mengangkut
kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses
aterosklerosis.
Tabel 2.3. kadar HDL Kolesterol
Kadar HDL Kolesterol Normal
Agak Tinggi pertengahan
Tinggi
45 mgdl 35-45 mgdl
35 mgdl
Jadi , makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan,
menambah exercise dan berhenti merokok.
d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total : HDL kolesterol sebaiknya 4,5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan. Semakin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol
semakin meningkat pula risiko PJK.
e. Kadar Trigliserida
Trigliserida didalam yang terdiri dari tiga jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak tunggal dan lemak jenuh ganda. Kadar trigliserida yang tinggi
merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK.
Tabel 2.4. Kadar Trigliserida
Kadar Trigliserid Normal
Agak tinggi Tinggi
Sangat Tinggi 150 mgdl
150-250 mgdl 250-500 mgdl
500mgdl
Kadar trigliserida perlu diperiksa pada keadaan sbb: bila kadar kolesterol 200 mgdl, PJK, ada keluarga menderita PJK 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan
kadar trigliserida yang tinggi, ada penyakit DM pancreas. Djohan, 2004
2.5.3. Hipertensi
Di Indonesia belum ada penelitian nasional multisenter yang menggambarkan preevalensi secara tepat. Boedhi Darmojo dalam tulisannya yang
dikumpulkan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa 1,8-28,6 penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah pasien hipertensi. Pada umumnya prevalensi
hipertensi berkisar antara 8,6-10. Terlihat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat
pedesaan, seperti pada penelitian Susalit E laporan yang mendapatkan angka 14,2 pada masyarakat di pinggiran kota Jakarta. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.Yusuf, 2008
Table 2.5. Klasifikasi Tekan Darah untuk Dewasa berdasarkan JNC-7 2003
Klasifikasi tekanan darah TDSmmHg TDDmmHg
Normal 120
dan 80 Prehipertensi
120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159
atau 90-99 Hipertensi derajat 2
≥ 160 atau 100
Risiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah: untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risiko PJK berkurang
sekitar 16. Houn et al.,2005. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri faktor miokard. Keadaan ini tergantung berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan
trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner yang dapat menyebabkan angina
pektoris. Penelitian Framingham menunjukkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar daripada penderita yang
normotensi dengan miokard infark. Djohan, 2004
2.5.4 OBESITAS
Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga
dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindrom metabolik atau syndrome resistensi insulin. Pengukuran kadar lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai penggantinya dipakai Body Mass
Index BMI atau Indeks Massa Tubuh IMT untuk menentukan berat badan lebih atau obesitas pada orang dewasa.
Mortalitas yang berkaitan denagan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolic
merupakan suatu wkelompok kelainan metabolic yang selain obesitas meliputi,
resistensi insulin, gangguan toleransi-glukosa, abnormalitas trigliserida, difungsi endotel, dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersam-sama
merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner PJK dan stroke.Sudoyo et al., 2006
Tabel 2.6. Klasifikasi IMT WHO dalam The Asia –Pacific Perspective;2000.
Klasifikasi IMT Kgm2
BB kurang underweight 18,5
Normal 18,5-23,9
BB lebih overweight ≥23
Obesitas, kelas I 23-24,9
Obesitas, kelas II 25,0-29,9
Obesitas ekstrim, kelas III ≥30
2.5.5. Diabetes Melitus
Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih progresif, lebih kompleks dan lebih difus dibandingkan kelompok kontrol dengan usia yang
sesuai. Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi pada usia lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan pada penderita nondiabetik. Pada diabetes
tergantung insulin IDDM, penyakit koroner dini dapat dideteksi pada studi populasi sejak dekade keempat, dan pada usia 55 tahun hingga sepertiga pasien
meninggal karena komplikasi PJK; adanya mikroalbuminemia atau nefropati diabetic meningkatkan risiko PJK secara bermakna.
Risiko terjadinya PJK pada pasien NIDDM adalah dua hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum dan tampaknya tidak terkait dengan derajat
keparahan atau durasi diabetes, mungkin karena adanya resistensi insulin dapat mendahului onset gejala klinis 15-25 tahun sebelumnya.Huon, Keith, John,
dkk,2004. Penelitian lain menunjukkan laki-laki yang menderita DM risiko PJK 50 lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya
menjadi 2x lipat.Djohan,2004
Diabetes mskipun merupakan faktor risiko independen untuk PJK, juga berkaitan dengan adanya abnormalitas dengan metabolism lipid, obesitas,
hipertensi sistemik, dan peningkatan trombogenesis peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen. Hasil CABG jangka panjang tidak
terlalu baik pada penderita diabetes, dan pasien diabetik memiliki peningkatan mortalitas dini serta risiko stenosis berulang pasca angioplasti koroner.Gray et al,
2004
2.5.6. Jenis Kelamin dan Hormon Seks
Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki
daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan
insidensi pada laki-laki. Perokok mengalami menopause lebih dini daripada bukan perokok.Gray et al., 2005 Di Amerika serikat gejala PJK umur 60 tahun
didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini menunjukkan risiko PJK lebih tinggi daripada perempuan.Djohan, 2004
Gejala PJK pada perempuan dapat atipikal: hal ini, bersama dengan bias jender, kesulitan dalam interpretasi pemeriksaan standart misalnya tes latihan
treadmil menyebabkan perempuan lebih jarang diperiksa dibandingkan laki-laki. Selain itu, manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki
dan berhubungan dengan tingkat komplikasi periopratif yang lebih tinggi pada perempuan. Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko PJK sekitar tiga
kali lipat tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa risiko preparat generasi ketiga terbaru lebih rendah. Terdapat hubungan sinergis antara pengguna kontrasepsi oral
dan merokok, dengan risiko relatif infark miokard lebih dari 20:1. Gray et al, 2005
2.5.7. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor independen untuk terjadinya
PJK, dengan rasio odd dua hingga empat kali lebih besar daripada populasi kontrol. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada
keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. Gray et al., 2005
Riwayat penyaki jantung koroner dalam keluarga yaitu, saudara laki-laki atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun meningkatkan
kemungkinan timbulnya arterosklerosis prematur. Keturunan dari seseorang penderita penyakit jantung koroner prematur diketahui menyebabkan perubahan
dalam penanda arterosklerosis awal, misal reaktivitas arteria brakialis dan peningkatan tunika intima arteria karotis dan penebalan tunika media. Adanya
hipertensi, seperti peningkatan homosistein dan peningkatan lipid, ditemukan pada individu tersebut. Penelitian yang telah dilakukan mengesankan bahwa adanya
riwayat dalam keluarga mencerminkan suatu predisposisi genetik terhadap disfungsi endotel dalam arteria koronaria.Price dan Wilson,2005
2.5.8. Alkohol
Menurut Levintha 1996, istilah ketergantungan terhadap alkohol merupakan suatu istilah yang digunakan oleh para professional. Namun , secara
umum ketergantungan terhadap alkohol lebih dikenal sebagai alkoholisme. Alkoholisme adalah kondisi dimana konsumsi alkohol telah menimbulkan
masalah besar area psikologi, fisik, sosial, dan pekerjaan yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih dari pada yang direncanakan, kegagalan
usaha untuk menghentikan minum-minuman keras dan terus meminum-minuman keras walaupun dengan konsekuensi social dan pekerjaan yang
merugikan.Hawari, 2004 dalam widodo, 2007 Penggunaan alkohol secara berlebihan dan dalam jangka waktu panjang
dapat menimbulkan berbagai masalah serius. Antar lain adalah kemunduran psikologis dan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yaitu, malnutrisi, kanker hati
cirrbosis, kerusakan pada kelenjar endokrin dan pancreas, gagal jantung, hipertensi, stroke, penyumbatan pembuluh darah, bahkan memusnakan sel-sel
otak.prabowon dan Riyanti, 1998 dalam widodo, 2007
Meskipun ada satu dasar teori mengenai efek protektor alkohol dosis rendah hingga moderat, hal ini masih kontroversial. Alkohol dalam dosis rendah
dapat meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, namun tidak semua literature
mendukung konsep ini. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hiperetnsi sistemik, dan kardiomiopati
dilatasi.Gray et al., 2005
2.5.9. Usia
Semua bentuk penyakit kardiovaskular meningkat frekuensinya berhubungan dengan usia, bahkan faktor risiko kardiovaskular ini belum banyak
diketahui, menunjukkan bahwa proses penuaan dapat mengubah fungsi vaskuler. Dalam beberapa studio relaksasi endothelium-dependent oleh asetilkolin menurun
karena proses penuaan. Pada manusia, peningkatan aliran darah koroner disebabkan oleh infuse asetilkolin akan menurun seiring usia. Sargowo, 2003
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 dan meningkat
dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50
tahun. Pada perempuan sebelum menopause 45-0 tahun lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan
meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki.Djohan, 2004
2.6. Diagnosis PJK
Prof .Dr.dr.Idris,SpJP.FESC. Untuk memberikan pengobatan seorang dokter harus mngetahui dulu penyakitdiagnosis pasiennya yaitu dengan cara
mengumpulkan sebanyak mungkin keterangan baik subjektif maupun objektif untuk kemudian mengambil kesimpulan. Pengumpulan keterangan dilakukan
melalui anamnesa wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan alat .
Anamnesiswawancara - Keluhan yang dirasakan si pasien
Penyakit ini timbul dengan keluhan dada seperti diikat atau nyeri seperti ditekan di bagian tengah dada yaitu angina atau infark miokard.
Yang lebih jarang, keluhan yang timbul adalah aritmia atau gangguan konduksi, atau gagal jantung. Rubenstein et al., 2005.
- Faktor risiko PJK Pemeriksaan fisik
- Dengan menggunakan stetoskop Pemeriksaan penunjang
Tergantung kebutuhannya, bergam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang
sederhana sampai yang invasive sifatnya. - Elektrokardiogram EKG
- Foto rontgen dada - Pemeriksaan laboratorium kadar kolesterol dan kenaikan enzim
jantung Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil
ditegakkan, biasanya dokter jantungkardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan:
- Treadmill - Kateterisasi jantung “Gold Standard” untuk PJK, karena dapat terlihat
jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arteri koroner, apakah ringan ,sedang, atau berat bahkan total.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang langsung ke pembuluh nadi arteri. Bisa melalui pangkal paha,
lipatan lengan atau melalui pembuluh darah dilengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembulu
koroner, setelah tepat dilubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembulu koroner. Setelah itu dapat dilihat
adanya penyempitan atau malah mungkin tidak ada penyumbatan.
2.7. Penatalaksanaan