Dampak Authoritarianisme pada Tokoh Utama

53 sambil menaikkan selimut hingga ke hidungku. Tapi, sayangnya dia tidak masalah tidak ada seprai, selimut pun tidak, dan kami masih merasa senang memiliki tempat tidur dari pakis. b. Isi Komunikasi Kutipan di atas menggambarkan bahwa ketika Rémi masih tinggal bersama mère Barberin, dia bukanlah anak yang manja. Tapi setelah meninggalkan mère Barberin dan kemudian mengikuti Signor Vitalis, Rémi merasa perlakuan yang diterima dari majikannya terlihat tidak pantas untuk anak kecil seperti Rémi saat itu. Perubahan yang dialami sangat kasar baginya karena sudah terbiasa hidup dengan nyaman bersama ibu angkatnya walau pun tidak dimanja. Meskipun demikian, dengan terpaksa dia harus meninggalkan orang yang sangat disayanginya atau dengan kata lain dia harus keluar dari zona nyamannya dan hidup merana. Di samping itu, Rémi harus menjalani hari-harinya yang terkadang tidak mendapatkan apa-apa untuk dimakan. Ketika malam tiba, dia tidak memiliki seprai atau selimut untuk menghangatkan tubuhnya saat tidur. Meskipun demikian, Rémi masih bisa menikmati melewatkan malam harinya dengan tidur di atas pakis dan dia merasa menemukan kesenangan tersendiri walaupun hanya dengan memiliki tempat tidur pakis.

4.1.2 Dampak Authoritarianisme pada Tokoh Utama

Dampak authoritarianisme pada orang yang memiliki perasaan kesendirian, keterasingan, maupun ketidakberdayaan akan berkontribusi secara positif pada diri seseorang tersebut. Seseorang itu dapat keluar dari penjara perasaan kesendirian, keterasingan dan ketidakberdayaannya dengan cara menggabungkan diri dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya untuk mengurangi kecemasannya dan 54 mendapatkan kekuatan yang tidak dimilikinya. Selain itu, dampak authoritarianisme tersebut juga bisa terlihat sebagai usaha tersembunyi dari bentuk cinta dan kesetiaan. Dampak authoritarianisme tersebut terjadi pada tokoh Rémi, di mana dia dapat keluar dari belenggu perasaan kesendirian, keterasingan dan ketidakberdayaannya. Perhatikan kutipan roman berikut: 8 SF 81-82 “Mes souliers, les souliers promis par Vitalis, l’heure était venue de les chausser. Où était la bienheureuse boutique qui allait me les fournir? Aussi le seul souvenir qui me reste d’Ussel est-il celui d’une boutique sombre et enfumée située auprès des hal les. Il fallait descendre trois marches pour entrer, et alors on se trouvait dans une grande salle, où la lumière du soleil n’avait assurement jamais pénetre que le toit avait été posée sur la maison. Comment une aussi belle chose que des souliers pouvait-elle se vendre dans un endroit aussi affreux Cependant Vitalis savait ce qu’il faisait en venant dans cette boutique, et bientôt j ’eus le bonheur de chausser mes pieds dans des souliers ferrés qui pesaient bien dix fois le poids de mes sabots. La générosité de mon maître ne s’arrêta pas là ; après les souliers, il m’acheta une veste de velours bleu, un pantalon de laine et un chapeau de feutre ; enfin tout ce qu’il m’avait promis. Du velours pour moi, qui n’avais jamais porté que de la toile ; des souliers ; un chapeau quand je n’avais eu que mes cheveux pour coiffure décidément c’était le meilleur homme du monde, le plus généreux et le plus riche .”

a. Isi Laten