Isi Laten Isi Laten

51 6 SF73-74 “Je traînes les jambes et j’avais la plus grande peine à suivre mon maître. Cependant je n’osais pas demander à m’arrêter. - Ce sont tes sabots qui fatiguent, me dit-il ; à Ussel je t’achèterai des souliers. - Ussel, c’est encore loin ? - …. Et je te promets aussi une culotte de velours, une veste et un chapeau. Cela va sécher tes larmes, j’espère, et te donner des jambes pour faire les six lieues, qui nous restent. - Des souliers, des souliers à clous une culotte des velours une veste un chapeau Ah si mère Barberin me voyait, comme elle serait contente, comme elle serait fière de moi que l malheur qu’Ussel fût encore si loin Malgré des souliers et la culotte de velours qui étaient au bout de six lieues qui nous restaient à faire, il me sembla que je ne pourrais pas marcher si loin. Heureusement le temps vint à mon aide .”

a. Isi Laten

Aku menyeret-nyeret kakiku dan aku dengan susah payah sekali untuk mengikuti majikanku. Tetapi aku tidak berani meminta izin untuk berhenti. - Kelompen itu membuatmu lelah, katanya padaku; di Ussel aku akan membelikanmu sepatu. - Ussel, apakah masih jauh ? - …. aku janji akan membelikanmu celana panjang beludru, rompi dan topi. Mudah-mudahan itu bisa mengeringkan air matamu, aku berharap, dan membuatmu semangat untuk menempuh enam mil berikutnya. Sepatu. Sepatu, sepatu yang berpaku-paku celana panjang beludru rompi topi ah seandainya ibu Barberin melihatku, dia pasti sangat bahagia, dia pasti sangat bangga padaku meskipun demikian dijanjikan sepatu dan celana panjang beludru di penghujung jarak enam mil yang harus kami tempuh, kukira aku tidak dapat berjalan begitu jauh. Untunglah hal itu bisa menolongku 52

b. Isi Komunikasi

Dalam percakapan di atas ditunjukkan bahwa Rémi tidak berdaya untuk berjalan jauh dan juga untuk mengikuti jejak majikannya. Di samping itu, Rémi tampak seperti seorang pekerja yang patuh pada majikannya. Rémi melangkah dengan menyeret-nyeret kakinya karena dia lelah berjalan jauh dan kelompen itu membuat Rémi semakin susah untuk melangkah cepat mengikuti langkah majikannya. Kemudian, majikannya mencoba menghiburnya agar Rémi berhenti menangis dan bersemangat kembali untuk menempuh perjalanan jauh berikutnya. Kecemasan yang ada pada tokoh Rémi bisa berkurang berkat majikannya yang peduli padanya dan Rémi pun bersemangat untuk menempuh perjalanan jauh yang akan ditempuh sejauh enam mil berikutnya. Dengan mendengar perkataan majikannya itu dapat mengurangi kesedihannya dan semua barang-barang yang dijanjikan majikannya dapat membantu menenangkan Rémi saat itu dan membangkitkan semangatnya untuk tetap melangkah melanjutkan perjalanan. 7 SF77-78 “Pendant les derniers mois que j’avais vécu auprès de mère Barberin, je n’avais certes pas été gâté ; cependant le changement me parut rude. Ah Comme la soupe chaude, que mère Barberin nous faisait tous les soirs, m’eût paru bonne, même sans beurre Comme le coin du feu m’eût été agréable comme je me serais glissé avec bonheur dans mes draps, en remontant les couvertures jusqu’à mon nez Mais, hélas il ne pouvait être question ni de draps, ni de couvertures, et nous devions nous trouver encore bien heureux d’avoir un lit de fougère.” a. Isi Laten Selama bulan-bulan terakhir aku tinggal dekat dengan mère Barberin, aku tidak pernah manja; namun perubahan ini kelihatannya kasar bagiku. Ah Seperti sup yang panas, mère Barberin membuatkan untuk kami setiap malam, menurutku kelihatan bagus, bahkan tanpa mentega Seperti di sudut perapian akan menyenangkan bagiku Sebagaimana aku dengan senang hati akan menyelinap ke dalam sepraiku, 53 sambil menaikkan selimut hingga ke hidungku. Tapi, sayangnya dia tidak masalah tidak ada seprai, selimut pun tidak, dan kami masih merasa senang memiliki tempat tidur dari pakis. b. Isi Komunikasi Kutipan di atas menggambarkan bahwa ketika Rémi masih tinggal bersama mère Barberin, dia bukanlah anak yang manja. Tapi setelah meninggalkan mère Barberin dan kemudian mengikuti Signor Vitalis, Rémi merasa perlakuan yang diterima dari majikannya terlihat tidak pantas untuk anak kecil seperti Rémi saat itu. Perubahan yang dialami sangat kasar baginya karena sudah terbiasa hidup dengan nyaman bersama ibu angkatnya walau pun tidak dimanja. Meskipun demikian, dengan terpaksa dia harus meninggalkan orang yang sangat disayanginya atau dengan kata lain dia harus keluar dari zona nyamannya dan hidup merana. Di samping itu, Rémi harus menjalani hari-harinya yang terkadang tidak mendapatkan apa-apa untuk dimakan. Ketika malam tiba, dia tidak memiliki seprai atau selimut untuk menghangatkan tubuhnya saat tidur. Meskipun demikian, Rémi masih bisa menikmati melewatkan malam harinya dengan tidur di atas pakis dan dia merasa menemukan kesenangan tersendiri walaupun hanya dengan memiliki tempat tidur pakis.

4.1.2 Dampak Authoritarianisme pada Tokoh Utama

Dampak authoritarianisme pada orang yang memiliki perasaan kesendirian, keterasingan, maupun ketidakberdayaan akan berkontribusi secara positif pada diri seseorang tersebut. Seseorang itu dapat keluar dari penjara perasaan kesendirian, keterasingan dan ketidakberdayaannya dengan cara menggabungkan diri dengan seseorang atau sesuatu di luar dirinya untuk mengurangi kecemasannya dan 54 mendapatkan kekuatan yang tidak dimilikinya. Selain itu, dampak authoritarianisme tersebut juga bisa terlihat sebagai usaha tersembunyi dari bentuk cinta dan kesetiaan. Dampak authoritarianisme tersebut terjadi pada tokoh Rémi, di mana dia dapat keluar dari belenggu perasaan kesendirian, keterasingan dan ketidakberdayaannya. Perhatikan kutipan roman berikut: 8 SF 81-82 “Mes souliers, les souliers promis par Vitalis, l’heure était venue de les chausser. Où était la bienheureuse boutique qui allait me les fournir? Aussi le seul souvenir qui me reste d’Ussel est-il celui d’une boutique sombre et enfumée située auprès des hal les. Il fallait descendre trois marches pour entrer, et alors on se trouvait dans une grande salle, où la lumière du soleil n’avait assurement jamais pénetre que le toit avait été posée sur la maison. Comment une aussi belle chose que des souliers pouvait-elle se vendre dans un endroit aussi affreux Cependant Vitalis savait ce qu’il faisait en venant dans cette boutique, et bientôt j ’eus le bonheur de chausser mes pieds dans des souliers ferrés qui pesaient bien dix fois le poids de mes sabots. La générosité de mon maître ne s’arrêta pas là ; après les souliers, il m’acheta une veste de velours bleu, un pantalon de laine et un chapeau de feutre ; enfin tout ce qu’il m’avait promis. Du velours pour moi, qui n’avais jamais porté que de la toile ; des souliers ; un chapeau quand je n’avais eu que mes cheveux pour coiffure décidément c’était le meilleur homme du monde, le plus généreux et le plus riche .”

a. Isi Laten

Sepatuku, sepatu yang dijanjikan oleh Vitalis, waktunya telah tiba untuk mendapatkannya. Di mana toko yang bagus yang menyediakan sepatu itu untukku? Sebagai satu-satunya kenangan yang tersisa di Ussel adalah sebuah toko gelap dan berasap yang terletak di dekat pasar induk. Harus turun tiga anak tangga untuk masuk, dan kemudian berada dalam sebuah ruangan yang besar, di mana sinar matahari tidak pernah menembusnya dengan tentu sejak atap sudah di letakkan di atas rumah. Bagaimana sebuah barang yang bagus jika sepatu itu dapat dijual dalam tempat yang mengerikan Meskipun Vitalis tahu apa yang dilakukan sambil datang ke dalam 55 toko itu, dan segera aku merasa senang menyepatui kakiku dengan sepatu besi yang beratnya sepuluh kali berat dari kelompenku. Pemberian majikanku tidak berhenti di sana, setelah sepatu, dia membelikanku jaket beludru warna biru, celana panjang dari wol dan topi yang berbulu; akhirnya semua yang dijanjikan padaku. Beludru untukku, yang belum pernah dipakai sebagai kain; sepatu; topi ketika aku tidak punya rambut untuk tudung kepala; ini benar-benar pria terbaik di dunia yang paling murah hati dan kaya. b. Isi Komunikasi Kutipan di atas menggambarkan bahwa keadaan Rémi menjadi lebih baik setelah mengikuti majikannya sampai di Ussel. Di sana, Rémi mendapatkan apa yang belum pernah dimiliki sebelumnya, semua kebutuhan yang perlukan sudah terpenuhi untuk kehidupan barunya bersama majikannya. Setelah tiba di Ussel, Rémi menunggu janji majikannya untuk mendapatkan barang-barang yang telah dijanjikan oleh majikannya karena dia sangat ingin untuk memilikinya. Rémi bertanya-tanya dalam hati karena semua toko yang bagus sudah dilewati mereka. Dia berpikir kalau tokonya bagus pasti akan menyediakan barang yang bagus juga. Kemudian ada satu toko yang gelap dan berasap yang tersisa di Ussel, dan ternyata toko tersebut menyediakan barang-barang yang dijanjikan oleh majikannya. Rémi sangat senang walaupun semua barang-barang yang dijanjikan oleh majikannya dibeli dari toko yang gelap tersebut. Terkadang sesuatu hal yang kelihatannya buruk di luar belum tentu buruk juga di dalamnya. Demikian halnya dengan tokoh Rémi, dia berpikir bahwa toko yang gelap akan menyediakan barang yang tidak bagus, tapi sebaliknya dia mendapatkan barang yang bagus dari toko yang buruk. Dengan kata lain, 56 tempat yang mengerikan tidak selalu menyimpan hal-hal yang buruk tapi terkadang akan mengeluarkan sesuatu yang luar biasa yang tak pernah terduga sebelumnya. Suatu hari kemudian, Rémi harus mengembara sendiri karena majikannya dituduh memukul polisi sehingga terpaksa masuk penjara. Dalam perjalanan, Rémi bertemu dengan ibu Arthur yang sering dipanggil Mme Milligan. Lalu, Mme Milligan merasa kasihan pada Rémi dan menawarkan untuk tinggal bersamanya agar ada yang menghibur anaknya Arthur yang sakit-sakitan. Kemudian, setelah tiba waktunya bagi majikannya untuk keluar dari penjara, Rémi ingin menemui majikannya dan dia pun pamit pada Mme Milligan. Tapi, Mme Milligan dan putranya Arthur tidak mengijinkan Rémi pergi untuk bertemu majikannya kembali. Meskipun demikian, Rémi tetap pergi dan menunjukkan kesetiaannya pada majikannya. Perhatikan kutipan berikut: 9 SF190-191 “Un jour enfin, je me décidai à en faire part à Mme Milligan en lui demandant combien elle croyait qu’il me faudrait de temps pour retourner à Toulouse, car je voulais me trouver devant la porte de la prison juste au moment où mon maître la franchirait. En entendant parler de départ, Arthur poussa les hauts cris: « Je ne veux pas que Rémi parte » s’ecria-t-il. Je répondis que je n’étais pas libre de ma personne, que j’appartenais à mon maître, à qui mes parents m’avaient loué, et que je devais reprendre mon service auprès de lui le jour où il aurait besoin de moi. ”

a. Isi Laten